ADALAH Herry Robert, salah satu mantan
terpidana tindak pidana pencucian uang (money laundry) dalam skandal penipuan
nasabah PT Bank Lippo Cabang Kebumen yang terbongkar awal 2005. Kala itu sekitar
31 pengusaha ternama di Kota Kebumen, Gombong, Kutoarjo dan Purworejo telah
tertipu lewat deposito Kaveling Serasi palsu. Melibatkan Kepala Cabang Bank
Lippo Kebumen, Anastasia Kusmiati, puluhan nasabah menanamkan modal lewat
deposito Kaveling Serasi. Total dana yang terhimpun mencapai Rp 70 miliar, mereka
dijanjikan bunga yang lebih tinggi dari deposito biasa serta produknya aman.
Namun saat jatuh tempo, Anastasia tak sanggup mencairkan dananya. Belakangan diakui
deposito Kaveling Serasi itu fiktif, bukan produk Lippo Karawaci seperti yang
ditawarkan. Anastasia juga mengakui, selama itu berhubungan bisnis biasa dengan
Herry Robert. Bahkan, sebagian uang nasabah itu masuk rekening Herry Robert.
Pria asal Sleman itu kemudian divonis empat tahun penjara di PN Kebumen dan tujuh
tahun penjara di tingkat banding.
Sekian tahun berlalu kini Herry
Robert ternyata menghadapi persoalan pidana lagi. Dirinya kembali didakwa
melakukan tindak penipuan di PN Sleman. Perkara ini bermula pada 12 Maret 2010
sekitar pukul 14.45 Wib. Kala itu Herry Robert meminjam uang kepada Liana Janti
Latif sebesar Rp 1,1 miliar dengan jaminan sebidang tanah dan rumah seluas
kira-kira 2.100 m2 yang berlokasi di Sariharjo, Ngaglik, Sleman,
Yogyakarta. Herry menjanjikan akan mengembalikan uang tersebut dalam kurun
waktu tiga bulan terhitung mulai Maret 2010. Namun hingga batas waktu yang
ditentukan Herry belum bisa mengembalikan pinjamannya tersebut. Yang
mengejutkan pihak Liana Janti Latif, setelah dilakukan pengecekan di BPN
Sleman, ternyata sertifikat tersebut bukan sebagai obyek pinjaman yang
dijanjikan, melainkan sebidang tanah sawah yang tidak ada bangunan rumahnya. Lebih
runyamnya lagi, Herry Robert selalu menghindar jika diminta untuk mengembalikan
pinjamannya sehingga tidak ada kejelasan atau tidak ada itikad baik untuk
menyelesaikan hutang-piutangnya tersebut. Karenanya Liana kemudian melaporkan
kasus ini ke Polda DIY, 26 November 2012.
Dipimpin Ketua Majelis Hakim Riyadi
Sunindyo F SH dalam persidangan yang tengah bergulir di PN Sleman, Herry Robert
dijerat pasal tunggal 378 KUHP oleh JPU Bambang Wiwono SH dari Kejati DIY.
Menurut keterangan Bambang pada Fajar Rianto dari FAKTA, Herry Robert didakwa
telah melakukan penipuan di mana ketika ketemu dan meminjam uang pada Liana
Janti Latif tahun 2010 lalu, terdakwa menjanjikan dalam waktu tiga bulan uang
tersebut akan dikembalikan dengan iming-iming fee sebesar Rp 100 juta, serta jaminan empat Sertifikat Tanah.
Korban tergerak hatinya kemudian memberi uang melalui saksi Agus Halim. Namun
sampai waktu yang dijanjikan ternyata hal tersebut hanya janji belaka.
Sertifikat tanah tidak bisa dibalik nama,
bahkan Herry Robert kemudian menghilang tak tentu rimbanya.
Memasuki persidangan kedua di PN
Sleman (6/2) agenda saksi menghadirkan saksi korban Liana Janti Latif, dan dua
saksi lainya yaitu Ebben Esser dan Agus Prananta Halim. Keterangan saksi korban
Liana Janti Latif antara lain menyatakan sejak Herry meminjam uang darinya
sebesar Rp 1,1 M tersebut yang bersangkutan kemudian susah dihubungi lagi.
Sempat ketemu 2 tahun kemudian namun lagi-lagi Herry hanya memberi janji dan
kembali menghilang begitu saja ketika akan diminta untuk membalik nama
sertifikat yang jadi jaminannya. Karenanya perkara tersebut kemudian dilaporkan
ke Polda DIY dan baru setelah empat tahunan sejak Surat Pengakuan Hutang dibuat
Herry akhirnya bisa ditangkap.
Ketika diberi waktu untuk menanggapi
keterangan saksi korban, Herry Robert mengaku keberatan terhadap sebagian dari keterangan
Liana. Namun dirinya tidak bisa menerangkan dengan jelas di mana letak
keberatannya atas keterangan Liana dari awal sampai akhir.
Saksi kedua, Ebben Esser, antara
lain mengatakan sebelum terjadi perkara tersebut dirinya mengaku tidak kenal
dengan terdakwa. Menurut Ebben Esser pada awal tahun 2010 terdakwa main ke showroom mobil tempat usaha Agus Halim
Prananta. Mengajak kerja sama bisnis, Herry Robert kemudian membeli sekian puluh
mobil, dengan dalih memiliki koneksi banyak dan berniat akan menyewakan mobil yang
dibelinya secara kredit melalui leasing
dengan meminjam nama Agus Halim. Pada tahun kedua ternyata kredit tersebut
macet. Akibatnya, yang dicari para debt
colector adalah Agus Halim. Sebagai teman bisnis, Ebben Esser mengaku
tergerak hatinya dan berniat membantu mencarikan investor. Dirinya kemudian
menghubungi partner bisnisnya yang
bernama Liana Janti Latif. Tanpa kesulitan Liana percaya dan memberikan solusi pinjaman
sebesar Rp 1 M. Agus Halim lalu menghubungi Herry Robert. Maka ditunjuklah
Notaris oleh Ebben dan dibuatlah Surat Pengakuan Hutang di mana tertuang dalam perjanjian
bahwa setelah 3 bulan ada uang fee sebesar
Rp 100 juta, dan setelah 3 bulan kemudian janji akan menyerahkan aset yang dijaminkan
jika tidak bisa melunasi utangnya.
Herry Robert saat itu mengaku sudah
membeli lunas ke penduduk dan belum balik nama. Saat pembuatan Surat Pengakuan
Hutang tersebut yang namanya tercantum dalam sertifikat datang dan dijelaskan
keempat sertifikat adalah sertifikat sah rumah tersebut. Sedang duit Rp 100 juta
kemudian diberikan untuk menebus sertifikat
karena Herry meminjam duit dengan jaminan sertifikat tersebut.
Uang kemudian ditransfer oleh Liana
kepada Agus Halim atas dasar utang Herry Robert sama Agus Halim. Melalui telepon,
dirinya kemudian menghubungi Notaris R Herry Sartana SH yang kemudian mengecek
kuitansi ke Herry Robert dan Surat Pengakuan Utang pun selesai tanggal 12 Maret 2010. Namun setelah tiga
bulan berlalu, tanggal 12 Juni 2010, Herry Robert menyangkal semua itu, bahkan
mengaku tidak terima uang dan merasa tidak punya hutang. Baru tahun 2012 soal
itu dilaporkan ke Direktorat Kriminal Umum Polda DIY. Herry Robert sempat ditangkap anggota Polda DIY di Lounch Cafe
komplek Bandara Adi Sucipto. Saat itu Herry Robert mengaku mengeluarkan sertifikat
tapi tidak terima uangnya. Bahkan nangis-nangis dan minta maaf. Notaris R Hery Sartana
kemudian dikejar soal keberadaan jaminan sertifikat tersebut. Hingga ada upaya
penyelesaian secara kekeluargaan, namun lagi-lagi Herry Robert kembali
mengingkari setelah pergi, hingga tertangkap di Bali setelah di-DPO-kan oleh polisi.
Ebben di muka sidang mengaku
menyerahkan sertifikat tanah ke polisi buat barang bukti setelah sebelumnya
tidak bisa dibalik nama, karena masih terganjal Perikatan Jual Beli yang lama (PPJB
Herry dengan pemilik lama) yang selama ini ternyata disembunyikan.
Sedang Agus Halim Prananta dalam
kesaksiannya mengaku Herry Robert punya pinjaman pada dirinya dengan total
hutang Rp 1,8 M. Berupa pinjaman mengambil mobil atas namanya di leasing
sebanyak 17 unit. Namun setelah turun, tanpa sepengetahuannya, ternyata mobil
ini oleh Herry Robert kemudian dijual.
Secara terpisah, penasehat hukum
korban, Dyah Setyanwati SH dan Nunuk Nurwahyuni SH menjelaskan, sertifikat
tersebut tidak bisa dibaliknamakan karena belum pernah ada pembatalan PPJB dan
soal ini disembunyikan oleh terdakwa. Untuk itu pihaknya juga menggugat Herry
Robert dan pihak terkait dalam upaya mendapatkan keadilan.
Tanpa didampingi penasehat hukum kini
Herry Robert menghadapi persidangan tersebut sendirian. Pada FAKTA, Toto
Sunyoto SH MM dan Ery Dwi S SH yang semula mendampingi Herry Robert saat diperiksa
di Polda DIY dan persidangan pertama kali (agenda pembacaan dakwaan) mengaku bahwa
hak-haknya selama ini ternyata juga diingkari oleh Herry Robert. “Sebagai pengacara
profesional tentu kami akan menentukan langkah,” pungkas keduanya. (F.883)R.26
Terdakwa Herry Robert (pakai kaca mata) |
No comments:
Post a Comment