KUD Serangan atau Koperasi Unit Desa Mina Cipta
Karya kini jadi sorotan warga sekitar. Pasalnya, koperasi dengan anggota
kelompok nelayan Serangan itu dinilai telah melanggar aturan. Dianggap sebagai
koperasi yang tidak lagi menjalankan kepentingkan anggota, melainkan hanya
mengutamakan kepentingan pengurusnya, dalam hal ini ketua.
Betapa
tidak, warga sekitar menuturkan, koperasi yang hingga kini diketuai Nyoman
Turut itu sudah 4 tahun tidak melaksanakan RAT (Rapat Anggota Tahunan). Padahal
RAT merupakan amanat undang-undang yang wajib dijalankan koperasi mengingat
rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi di tata kehidupan koperasi.
Berbagai persoalan di antaranya kemajuan dan kemunduran koperasi termasuk
mengenai pengangkatan pengurus hanya bisa diketahui dan ditetapkan oleh rapat
anggota.
Celakanya,
Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kota Denpasar justru berdiam diri.
Seolah tidak berkutik, tidak bernyali, dan hanya menatap sebelah mata
menghadapi kasus yang terjadi pada KUD Mina Cipta Karya. Padahal persoalan
koperasi merupakan tanggung jawabnya. Dinas koperasi diwajibkan melakukan
pembinaan terhadap koperasi yang dianggap melanggar aturan seperti yang dilakukan
KUD Mina Cipta Karya. Itu seperti dijelaskan Undang-Undang Republik Indonesia
No.17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, menegaskan bahwa koperasi tidak RAT
hingga 2 tahun dapat dijatuhkan sanksi administratif di antaranya pencabutan
badan hukum koperasi. “Mengapa amanat UU itu tidak dijalankan pihak Dinas
Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kota Denpasar ? Ada apa di balik semua ini ?”
tanya pria swasta yang meminta agar namanya ditulis dengan inisial KM.
Kondisi
itu dianggap pria 50 tahun warga Serangan ini sebagai bentuk tindakan tebang
pilih yang dilakukan pihak Dinas Koperasi dalam menegakkan aturan. Dianggap
tidak wajar, mengingat kasus yang dialami KUD Mina Cipta Karya tidak hanya
terkait RAT, melainkan indikasi jual beli BBM ilegal yang diduga dilakukan
Nyoman Turut sebagai ketua koperasi.
Menurutnya,
dugaan itu perlu diusut tuntas. Dugaan kasus jual beli BBM ilegal yang menyeret
nama baik koperasi pun harus dituntaskan, bahkan hingga persidangan. Apalagi
pihak Polresta Denpasar, kata dia, telah menetapkan bahwa Nyoman Turut dan
Wayan Pasek Wijaya sebagai tersangka. Serta telah mengamankan barang bukti di antaranya
berupa 35 buah jerigen plastik berisi BBM solar dengan jumlah total sebanyak
875 liter, 1 unit kendaraan Suzuki pick up box tahun 2007 warna hitam beserta
STNK DK 9101 CA, serta lembar surat verifikasi dan rekomendasi untuk usaha
mikro dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar.
“Penanganan
kasus yang dilakukan Polresta Denpasar ini pun, menurut saya, patut
dipertanyakan. Kasus ini telah bergulir sejak September 2013, bahkan Anda di
Majalah FAKTA juga telah memuat beritanya. Tapi, kenapa kok tidak diproses
hukum lebih lanjut ? Penahanan kedua tersangka bahkan hanya selama 3 hari saja.
Ada apa ini ?” tegas KM, sembari terus bertanya.
Hal
senada terkait pembinaan yang patut dilakukan pihak Dinas Koperasi Usaha Kecil
dan Menengah Kota Denpasar, turut dilontarkan Wayan Mudri (66), pria swasta
yang juga sebagai warga Serangan. Menurutnya, itu termasuk proses hukum tindak
pidana yang disangkakan atau diduga dilakukan Nyoman Turut dan Wayan Pasek
Wijaya, juga harus dituntaskan. Supaya kepercayaan publik terhadap aparat atau
para penegak hukum negara ini benar-benar nyata. “Jika para penegak hukum malah
bermain-main dengan hukum, lantas kepada siapa lagi rakyat mengharapkan
keadilan hukum ?” tanya Mudri.
Terkait
surat verifikasi dan rekomendasi pembelian BBM bersubsidi yang turut diamankan
pihak Polresta Denpasar, Drh IGA Astiwati, Kepala Bidang P2HP Dinas Peternakan,
Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar, didampingi Ida Bagus Suanda, Kasi
Pengembangan Usaha kantor setempat, menjelaskan bahwa surat rekomendasi itu
diberikan oleh pihaknya bukan atas nama koperasi. Rekomendasi pembelian BBM
bersubsidi itu diberikan atas nama kelompok nelayan Serangan yang pengajuan
permohonanannya diwakili Nyoman Turut. Batas maksimal pembelian BBM dalam
rekomendasi itu sebanyak 900 liter per bulan. Asumsinya, untuk melayani
kebutuhan perahu motor berkapasitas di bawah 10 GT anggota kelompok nelayan
Serangan hingga 30 liter BBM per hari.
“Dan,
sejak kasus ini bergulir, rekomendasi terhadap yang bersangkutan kami stop.
Jika nanti mereka kembali mengajukan permohonan, kami akan kaji dan evaluasi
kebenarannya. Itu agar kasus serupa tidak terulang,” ujar Astiwati, diamini
Suanda.
Sementara
terkait kasus hukum yang ditangani pihak Polresta Denpasar, AKP Ida Bagus Made
Sarjana, Kasubag Humas Polresta Denpasar, menerangkan bahwa jual beli BBM ilegal
yang diduga dilakukan Nyoman Turut dan Wayan Pasek Wijaya itu tidak terbukti.
Keduanya tidak terbukti melanggar pasal yang disangkakan. Dan, kasus tersebut
telah di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). “Itu (jual beli BBM yang diduga ilegal) sudah
SP3. Nyoman Turut dan Wayan Pasek Wijaya tidak terbukti melanggar pasal yang
disangkakan. Pembelian dan niaga BBM yang dilakukan keduanya, memang untuk
anggota nelayan,” jelas Sarjana. (F.915)R.26
No comments:
Post a Comment