ATASI BANJIR DI JAKARTA, JOKOWI – AHOK JANGAN
MALU BELAJAR KEPADA WALIKOTA SURABAYA
PADA masa jabatan Jokowi - Ahok ± 1 tahun,
tepatnya bulan Januari 2014, DKI Jakarta kembali dilanda banjir. Ada 26 titik
lokasi banjir. Nampaknya, siapa pun yang menjadi Gubernur – Wakil Gubernur DKI Jakarta
tidak akan mungkin bisa mengatasi banjir. Namun, mengapa sejak Jokowi – Ahok memimpin
DKI Jakarta lokasi banjir tambah lebih banyak ? Di sana-sini tanggul jebol, dikhawatirkan
ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menenggelamkan DKI Jakarta dengan
berbagai cara. Antara lain tanggulnya sengaja diberi zat kimia agar menjadi
lunak sehingga bisa cepat jebol. Pintu air dipermainkan, siang hari pintu air
dibuka sedikit dan pada sore dan malam hari debit air menjadi tinggi kemudian
dibuka selebar-lebarnya sehingga debit air yang terlalu deras membuat sungai
yang melewati DKI Jakarta tidak mampu lagi menampungnya dan meluber ke mana-mana
yang mengakibatkan DKI Jakarta tenggelam. Mungkin saja hal itu dilakukan untuk
mempermalukan pemerintah pusat agar segera turun tangan turut ambil tindakan
dengan menggelontorkan dana untuk biaya normalisasi sungai yang melewati DKI Jakarta
dan membebaskan tanah serta pembangunan rusun untuk melokalisasi warga yang
terkena proyek tersebut. Karena bila tidak dengan cara seperti itu pemerintah pusat
akan diam terus seakan tidak mau tahu. Bila hal itu benar adanya maka cara seperti
itu memang cerdik tetapi licik karena sangat menyusahkan dan merugikan orang
banyak yang jadi korbannya.
Jokowi
– Ahok sebenarnya sudah banyak berupaya untuk mengatasi banjir di wilayah DKI Jakarta
dengan cara melakukan normalisasi waduk, pengerukan saluran, pembuatan pengeboran
untuk resapan air dan lainnya. Semua itu bertujuan mengurangi banjir sehingga warga
DKI Jakarta tidak menderita, susah dan sedih karena rumahnya tenggelam.
Bahkan
Jokowi – Ahok berencana membangun dua mega proyek yang memerlukan dana ratusan
triliun, yaitu membuat terowongan air dan jalan di bawah tanah. Logikanya,
saluran di atas tanah saja bila musim hujan dan dapat kiriman banjir dari Bogor
dan Depok, sungai di Jakarta sudah tidak mampu menyalurkan air ke laut, apalagi
terowongan air tersebut di bawah permukaan laut, bagaimana bisa mengalir ke
laut ? Ya, percuma saja kalau hanya akan membuat waduk berupa terowongan untuk
menampung air yang tidak akan bermanfaat banyak dan hanya membuang-buang dana
ratusan triliun saja. Itu ide dari siapa ? Semua itu akan mubadzir dan sia-sia
saja bila tidak ditunjang/diimbangi dengan jumlah pompa air yang cukup banyak. Jokowi
- Ahok kelihatannya kebingungan karena pada saat kampanye dulu berjanji akan
segera mengatasi banjir di DKI Jakarta.
Menurut
penulis, untuk dapat segera mengatasi banjir lakukan dengan cara sederhana saja
antara lain :
1.
Normalisasi
sungai yang melewati DKI Jakarta dengan cara :
a.
Dilebarkan
mencapai 40-60m.
b.
Dikeruk
sedalam mungkin.
c.
Diplengseng/ditanggul
permanen.
d.
Diberi
jaring/penyaring sampah agar tidak menumpuk dan merambah ke mana-mana.
2.
Saluran
dalam kota di jalan protokol maupun di perumahan diperlebar dan diperdalam.
3.
Membuat
sungai baru/sudetan untuk memecah aliran air sungai.
4.
a.
Buat waduk baru dan normalisasi waduk yang ada diperluas
dan diperdalam.
b.
Sediakan pompa air yang cukup banyak untuk menyedot air dari
waduk ke tempat saluran pembuangan. Pada musim
hujan atau kemarau, waduk tersebut selalu disedot
agar debit air
yang ada di waduk menyusut. Bila hujan dan
dapat kiriman air dari
Bogor atau Depok akan dapat menampung air
yang cukup banyak.
5.
Buatkan
rusun yang memadai untuk menampung warga yang terkena normalisasi sungai dan
waduk.
6.
Segera
lakukan pembebasan lahan dan relokasi warga yang terkena proyek normalisasi
sungai dan waduk.
7.
Lakukan
kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota Penyangga (Bogor, Depok, dan lain-lain)
untuk pembuatan waduk dan dam untuk menghambat jalannya air sungai yang menuju
DKI Jakarta.
8.
Adakan
dana patungan Pemerintah Kabupaten Bogor dan Depok, DKI Jakarta dan Pusat.
9.
Setiap
sungai yang menghubungkan dengan laut diberi pintu air otomatis, bila air laut
pasang pintu air tertutup dan bila surut pintu air membuka dengan sendirinya. Selain
itu juga diberi pompa air yang cukup memadai/banyak disesuaikan dengan
volume/debit air yang ada pada sungai tersebut.
Dengan cara tersebut
dapat dipastikan DKI Jakarta akan bebas banjir.
Bila
ingin tahu lebih detil cara mengatasi banjir contohlah Walikota Surabaya, Tri
Rismaharini, yang sudah berpengalaman dan terbukti membuat Kota Surabaya bebas
banjir. Air hujan yang turun dengan lebat dalam sekejap lenyap, tidak berbekas.
Pembuatan saluran dan pelebaran serta pengerukan di kanan-kiri jalan protokol
maupun di jalan penghubung serta gorong-gorong dilakukan sejak Tri Rismaharini
menjadi Kepala Bappeko Surabaya sampai terpilih jadi Walikota Surabaya. Sebelumnya,
setiap musim hujan tiba hampir seluruh wilayah Kota Surabaya selalu kebanjiran sampai
berhari-hari, Warga kota merasa gerah dan gelisah, transportasi tersendat,
ekonomi terhambat, gara-gara di sana-sini banjir yang tidak ada henti-hentinya
dan tidak cepat surut. Bila hanya mengandalkan pengerukan got saja tidak akan membawa
dampak yang signifikan terhadap banjir.
Saat Purnomo Kasidi
menjabat Walikota Surabaya dijuluki
Walikota
Got karena sangat rajin melakukan pengerukan got/selokan untuk mengatasi banjir
di Surabaya. Tetapi ternyata hasilnya masih belum maksimal, di sana-sini masih
tetap kebanjiran. Hingga disempurnakan oleh Tri Rismaharini melalui middle
project/langit-langit proyek, dapat menanggulangi banjir yang dirasakan hasilnya
oleh warga Kota Surabaya. Sekarang Surabaya sudah bebas dari banjir dan menjadi
tujuan utama bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk ngangsu kaweruh/menimba ilmu mengatasi banjir. Maka, penulis
menyarankan pada Jokowi – Ahok untuk tidak malu ngangsu kaweruh/menimba ilmu mengatasi banjir juga kepada Tri
Rismaharini agar DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara RI dapat segera bebas dari
banjir. (R.26)
Oleh :
Drs H Imam Djasmani SH
Pengamat Sosial dan Politik