Sunday, February 23, 2014

OPINI

ATASI BANJIR DI JAKARTA, JOKOWI – AHOK JANGAN MALU BELAJAR KEPADA WALIKOTA SURABAYA
PADA masa jabatan Jokowi - Ahok ± 1 tahun, tepatnya bulan Januari 2014, DKI Jakarta kembali dilanda banjir. Ada 26 titik lokasi banjir. Nampaknya, siapa pun yang menjadi Gubernur – Wakil Gubernur DKI Jakarta tidak akan mungkin bisa mengatasi banjir. Namun, mengapa sejak Jokowi – Ahok memimpin DKI Jakarta lokasi banjir tambah lebih banyak ? Di sana-sini tanggul jebol, dikhawatirkan ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menenggelamkan DKI Jakarta dengan berbagai cara. Antara lain tanggulnya sengaja diberi zat kimia agar menjadi lunak sehingga bisa cepat jebol. Pintu air dipermainkan, siang hari pintu air dibuka sedikit dan pada sore dan malam hari debit air menjadi tinggi kemudian dibuka selebar-lebarnya sehingga debit air yang terlalu deras membuat sungai yang melewati DKI Jakarta tidak mampu lagi menampungnya dan meluber ke mana-mana yang mengakibatkan DKI Jakarta tenggelam. Mungkin saja hal itu dilakukan untuk mempermalukan pemerintah pusat agar segera turun tangan turut ambil tindakan dengan menggelontorkan dana untuk biaya normalisasi sungai yang melewati DKI Jakarta dan membebaskan tanah serta pembangunan rusun untuk melokalisasi warga yang terkena proyek tersebut. Karena bila tidak dengan cara seperti itu pemerintah pusat akan diam terus seakan tidak mau tahu. Bila hal itu benar adanya maka cara seperti itu memang cerdik tetapi licik karena sangat menyusahkan dan merugikan orang banyak yang jadi korbannya.
Jokowi – Ahok sebenarnya sudah banyak berupaya untuk mengatasi banjir di wilayah DKI Jakarta dengan cara melakukan normalisasi waduk, pengerukan saluran, pembuatan pengeboran untuk resapan air dan lainnya. Semua itu bertujuan mengurangi banjir sehingga warga DKI Jakarta tidak menderita, susah dan sedih karena rumahnya tenggelam.
Bahkan Jokowi – Ahok berencana membangun dua mega proyek yang memerlukan dana ratusan triliun, yaitu membuat terowongan air dan jalan di bawah tanah. Logikanya, saluran di atas tanah saja bila musim hujan dan dapat kiriman banjir dari Bogor dan Depok, sungai di Jakarta sudah tidak mampu menyalurkan air ke laut, apalagi terowongan air tersebut di bawah permukaan laut, bagaimana bisa mengalir ke laut ? Ya, percuma saja kalau hanya akan membuat waduk berupa terowongan untuk menampung air yang tidak akan bermanfaat banyak dan hanya membuang-buang dana ratusan triliun saja. Itu ide dari siapa ? Semua itu akan mubadzir dan sia-sia saja bila tidak ditunjang/diimbangi dengan jumlah pompa air yang cukup banyak. Jokowi - Ahok kelihatannya kebingungan karena pada saat kampanye dulu berjanji akan segera mengatasi banjir di DKI Jakarta.
Menurut penulis, untuk dapat segera mengatasi banjir lakukan dengan cara sederhana saja antara lain :
1.    Normalisasi sungai yang melewati DKI Jakarta dengan cara :
a.    Dilebarkan mencapai 40-60m.
b.    Dikeruk sedalam mungkin.
c.    Diplengseng/ditanggul permanen.
d.    Diberi jaring/penyaring sampah agar tidak menumpuk dan merambah ke mana-mana.
2.    Saluran dalam kota di jalan protokol maupun di perumahan diperlebar dan diperdalam.
3.    Membuat sungai baru/sudetan untuk memecah aliran air sungai.
4.    a. Buat waduk baru dan normalisasi waduk yang ada diperluas
    dan diperdalam.
b. Sediakan pompa air yang cukup banyak untuk menyedot air dari
    waduk ke tempat saluran pembuangan. Pada musim
    hujan atau kemarau, waduk tersebut selalu disedot agar debit air
    yang ada di waduk menyusut. Bila hujan dan dapat kiriman air dari
    Bogor atau Depok akan dapat menampung air yang cukup banyak.
5.    Buatkan rusun yang memadai untuk menampung warga yang terkena normalisasi sungai dan waduk.
6.    Segera lakukan pembebasan lahan dan relokasi warga yang terkena proyek normalisasi sungai dan waduk.
7.    Lakukan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota Penyangga (Bogor, Depok, dan lain-lain) untuk pembuatan waduk dan dam untuk menghambat jalannya air sungai yang menuju DKI Jakarta.
8.    Adakan dana patungan Pemerintah Kabupaten Bogor dan Depok, DKI Jakarta dan Pusat.
9.    Setiap sungai yang menghubungkan dengan laut diberi pintu air otomatis, bila air laut pasang pintu air tertutup dan bila surut pintu air membuka dengan sendirinya. Selain itu juga diberi pompa air yang cukup memadai/banyak disesuaikan dengan volume/debit air yang ada pada sungai tersebut.
Dengan cara tersebut dapat dipastikan DKI Jakarta akan bebas banjir.
Bila ingin tahu lebih detil cara mengatasi banjir contohlah Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, yang sudah berpengalaman dan terbukti membuat Kota Surabaya bebas banjir. Air hujan yang turun dengan lebat dalam sekejap lenyap, tidak berbekas. Pembuatan saluran dan pelebaran serta pengerukan di kanan-kiri jalan protokol maupun di jalan penghubung serta gorong-gorong dilakukan sejak Tri Rismaharini menjadi Kepala Bappeko Surabaya sampai terpilih jadi Walikota Surabaya. Sebelumnya, setiap musim hujan tiba hampir seluruh wilayah Kota Surabaya selalu kebanjiran sampai berhari-hari, Warga kota merasa gerah dan gelisah, transportasi tersendat, ekonomi terhambat, gara-gara di sana-sini banjir yang tidak ada henti-hentinya dan tidak cepat surut. Bila hanya mengandalkan pengerukan got saja tidak akan membawa dampak yang signifikan terhadap banjir.
Saat Purnomo Kasidi menjabat Walikota Surabaya dijuluki

Walikota Got karena sangat rajin melakukan pengerukan got/selokan untuk mengatasi banjir di Surabaya. Tetapi ternyata hasilnya masih belum maksimal, di sana-sini masih tetap kebanjiran. Hingga disempurnakan oleh Tri Rismaharini melalui middle project/langit-langit proyek, dapat menanggulangi banjir yang dirasakan hasilnya oleh warga Kota Surabaya. Sekarang Surabaya sudah bebas dari banjir dan menjadi tujuan utama bagi daerah-daerah lain di Indonesia untuk ngangsu kaweruh/menimba ilmu mengatasi banjir. Maka, penulis menyarankan pada Jokowi – Ahok untuk tidak malu ngangsu kaweruh/menimba ilmu mengatasi banjir juga kepada Tri Rismaharini agar DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara RI dapat segera bebas dari banjir. (R.26)
Oleh :











Drs H Imam Djasmani SH
Pengamat Sosial dan Politik    

No comments:

Post a Comment