Thursday, January 14, 2016

DRESTA BALI

TABANAN
Sehari Tiga Kebakaran

Pelinggih yang terbakar disemprot dengan air
SEBUAH pelinggih Dukuh dan Meru milik Sri Empu Jaya Manikan (70) di Banjar Buahan Utara, Desa Buahan, Tabanan, ludes terbakar. Selain pelinggih juga terjadi kebakaran ilalang di Desa Gubug dan kebakaran bengkel las di Banjar Gadungan Pondok, Desa Gadungan, Selemadeg Timur. Beruntung dari tiga kebakaran dalam sehari itu, Senin (19/10), tidak ada korban jiwa.
Untuk kebakaran pelinggih di Buahan, Kapolsektif Tabanan, Kompol IB Putra, seijin kapolres mengatakan, rumah itu memang tidak ditinggali oleh Sri Empu, namun yang menunggunya adalah Ni Wayan Werda ( 78). “Sekitar pukul 10.00 Wita, saksi (Werda) mengaku sempat sembahyang di pelinggih tersebut,” ucapnya.
Namun saat itu semak-semak di dekat pelinggih diduga sudah terbakar, yang kemudian membakar daun mambu. “Kita belum tahu pasti apa penyebab api bisa membakar semak-semak itu, yang jelas api kemudian merembet ke pelinggih,” ucapnya.
Api membakar pelinggih kali pertama diketahui oleh saksi I Wayan Supartha, warga Tunjuk Kelod yang bekerja sebagai penjaga Dam Bendungan Barat.
Dia mengaku melihat api di sebelah pelinggih kemudian membakar daun bambu dan merembet ke pelinggih. “Tidak ada korban jiwa, namun kerugian diperkirakan mencapai Rp 30 juta, dan penyebabnya masih dalam penyelidikan,” jelas I B Putra.
Selain pelinggih terbakar, pada hari yang sema sekitar pukul 15.10
Wita sebuah ilalang di Banjar Tanah Pegat, Desa Gubug, yang dekat pemukiman terbakar. Beruntung api dapat segera dipadamkan setelah dua unit mobil pemadam kebakaran tiba di lokasi. “Untuk ilalang, tidak ada kerugian, dan api diduga dari percikan api pada ilalang akibat terik matahari,” jelasnya.
Sementara sekitar pukul 16.00 Wita sebuah bengkel las mandiri milik I Made Ekayasa, 45, warga Banjar Gadungan Pondok, Desa Gadungan, Selemadeg Timur, juga terbakar. Kebakaran itu diduga akibat percikan api mesin gerinda yang digunakan I Wayan Suwindra untuk memotong besi. Percikan api gerinda itu diduga menyambar selang gas asitelin/karbit bocor. Akibatnya, 2 buah tabung gas 40 kg yang bertekanan 200 amper terbakar beserta selang dan blander. Kerugiannya diperkirakan kurang lebih Rp 8 juta. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

DRESTA BALI

BANGLI
10 Warga Langkaan ‘Diadili’ Punya Ilmu Hitam

10 Warga Desa Langkaan saat 'diadili' secara adat
KAPOLRES Bangli, AKBP Danang Benny Kusprihandono, sangat menyesalkan tindakan warga Dusun Langkaan, Desa Landih, Bangli, yang kembali ‘mengadili’ sepuluh warganya yang dituduh memiliki ilmu hitam atau pengeleakan. Pasalnya, kasus tersebut sudah dianggap selesai setelah dilakukan penandatanganan kesekapatan damai di Polres Bangli yang melibatkan Tim Penyelesaian Kasus Sosial Pemkab Bangli yang diketuai Pj Bupati Bangli, Dewa Gede Mahendra Putra, beberapa waktu lalu.
Menurut Kapolres Bangli, AKBP Danang Benny Kusprihandono, pasca kesepakatan damai seharusnya tidak ada lagi surat pernyataan yang justru terkesan dipaksakan oleh prajuru adat setempat. Karena itu, polres melihat ada indikasi oknum-oknum tertentu yang tidak baik terhadap kesepuluh warga tertuduh. “Saya melihat itu ada niat tidak baik dari orang-orang tertentu,” tegas kapolres di Mapolres Bangli, Selasa (20/10/).
Surat pernyataan yang ditandatangani para tertuduh, isinya mereka tidak akan melakukan tuntutan secara hukum. Hanya saja, penandatanganan dilakukan sebelum surat pernyataan dibacakan. Kata kapolres, hal semacam itu sebenarnya tidak boleh. “Ada kesan pemaksaan kehendak. Mestinya dibaca dulu baru ditandatangani,” jelasnya.
Meski demikian, terhadap berlanjutnya kembali persoalan tersebut, kapolres mengaku masih melihat perkembangannya lebih lanjut. Sebab, lanjut kapolres, seharusnya mereka bisa menyelesaikan sendiri persoalan itu. “Untuk antisipasi, anggota kami masih tetap akan melakukan patroli di Dusun Langkaan,” sebutnya. 
Lebih lanjut, kapolres kembali menekankan dan menyayangkan persoalan tersebut masih berlanjut. Padahal sesuai kesepakatan damai di polres, kasus tersebut sudah dianggap selesai. Apalagi saat memulangkan para tertuduh, muspida ikut ke sana. “Harusnya itu dihargai. Jangan terus membikin malu desa sendiri. Jangan bikin aturan sendiri, jangan mau-maunya sendiri saja. Jangan sampai ada negara di atas negara,” sesalnya.  
Untuk itu, kapolres kembali mengingatkan kalau warga mau hidup tenteram harus mengikuti kesepakatan damai tersebut.
Sebelumnya, pada Senin (19/10), paruman khusus dipimpin Bendesa Adat Langkaan, Wayan Sudarsa, bersama Kadus, Nyoman Sunarsa, dan Kelian Subak, Wayan Bered, bersama warga digelar untuk ‘mengadili’ kesepuluh warga yang sempat diungsikan ke kantor polisi. Ironisinya, warga tertuduh tersebut justru terkesan ‘dipaksa’ untuk mengakui kebenaran ilmu hitam yang mereka miliki. Saat itu, paruman juga dihadiri sejumlah peduluan, dan pemangku desa setempat serta mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian yang diback up pasukan Kodim 1626/Bangli.  
Dalam paruman tersebut Panit I Reskrim Polsek Bangli, Nyoman Edi Suarya, seizin Kapolsek, Kompol Ketut Widia, sempat mengingatkan kepada prajuru dan warga agar tidak melenceng dari kesepakatan damai. Pihaknya pun mengultimatum kepada semua warga dan prajuru bahwa jika kesepakatan damai yang ditandatangani di Polres Bangli beberapa waktu lalu dilanggar, maka pihaknya tidak segan-segan menindak tegas. “Apabila ada yang melakukan pelanggaran kesepakatan damai itu, maka kami akan bertindak tegas. Karena tidak ada satu perbuatan pun yang tidak dapat dihukum. Kedudukan semua orang sama di mata hukum,” tegasnya.
Meski demikian, dalam paruman tersebut para prajuru terus meminta kesepuluh warga yang tertuduh itu untuk berterus terang mengakui memiliki ilmu hitam. Beberapa warga yang tertuduh memang ada yang mengakui pernah memiliki “barang” yang dimaksud. Alasan mereka pun beragam, Ada yang beralasan barang tersebut dimiliki untuk tujuan menjaga uangnya agar tidak hilang. Dan, ada juga yang mengaku memiliki barang magic itu untuk tujuan memisahkan hubungan. Selain itu, ada juga yang mengaku tidak tahu apa-apa.
Salah seorang warga tertuduh bahkan mengaku tidak pernah bersentuhan dengan barang magic yang dimaksud. Bahkan untuk membuktikannya, salah seorang warga tertuduh itu pun bersedia bersumpah dan menantang prajuru untuk menggeledah rumahnya kembali. Kendati sudah tak mengakui, namun dalam pertemuan itu salah seorang oknum kelian justru terkesan memaksakan agar warga tersebut mengaku memiliki ilmu hitam. Setelah melalui proses yang cukup alot, paruman yang berlangsung dari pukul 13.00 Wita hingga pukul 17.30 Wita tersebut akhirnya menyepakati bahwa kesepuluh warga tertuduh diterima sebagai krama banjar. Akan tetapi secara niskala warga tersebut diminta mempertanggungjawabkan perbuatan mereka masing-masing. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

DRESTA BALI

DENPASAR
Pembangunan RS Pratama Mandeg

Gubernur Bali, Made Mangku Pastika
KONDISI keuangan dan penggunaan anggaran di Provinsi Bali dalam keadaan stabil dan tidak terdapat kendala yang berarti. Khusus soal penyerapan anggaran Provinsi Bali baru mencapai 53 persen hingga bulan ini. Hal tersebut disebabkan adanya beberapa proyek pembangunan fisik pemerintah yang tidak bisa dilaksanakan di tahun anggaran 2015. Misalnya, proyek pembangunan fisik Rumah Sakit (RS) Pratama yang bernilai sekitar Rp 30 miliar, serta beberapa proyek fisik lain yang pengerjaannya terhambat karena terbentur beberapa faktor, seperti waktu realisasi yang terlalu sempit serta masih sulitnya mencari rekanan yang memiliki keahlian khusus.
Demikian disampaikan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, saat menerima kunjungan Kepala Kantor Wilayah Direktur Jenderal Perbendaharaan Provinsi Bali, R Wiwin Istanti, di ruang kerjanya, Senin (19/10). Pada kesempatan tersebut, Wiwin Istanti yang baru menjabat di pos barunya tersebut memperkenalkan diri kepada Gubernur Pastika.
"Sebagai contoh, pada pembangunan rumah sakit tidak bisa diambil oleh sembarang pemborong karena pembangunan rumah sakit hanya bisa dikerjakan oleh pemborong khusus," kata Gubernur Pastika.
Beberapa pembangunan fisik yang tidak terealisasi ini, kata gubernur, membawa dampak terjadinya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA). Akibatnya, SILPA terkesan tinggi dan penyerapan anggaran rendah.
Menurut Gubernur Pastika, saat ini Pemprov Bali tengah menunggu turunnya hasil proses verifikasi Peraturan Gubernur (Pergub) dari Kementerian Dalam Negeri mengenai pencairan dana hibah bansos. Dana hibah Pemprov Bali yang jumlahnya mencapai Rp 200 miliar lebih tersebut meliputi kurang lebih 12.000 proposal. "Dikhawatirkan akan sedikit lambat dalam pelaporan di akhir tahun, mengingat jumlahnya yang relatif banyak dan hingga Oktober payung hukum yang mengatur (masalah dana hibah) belum turun,” tegas Gubernur Pastika.
Sementara itu, Wiwin Istanti menyampaikan bahwa secara umum lembaga yang ia pimpin memiliki tugas untuk mendistribusikan dana APBN. Selain itu, Direktur Jenderal Perbendaharaan mengontrol pelaksanaan sistem akuntansi yang terkait laporan keuangan dengan melakukan sinergi dengan BPKP.
Ia juga memaparkan bahwa pihaknya sudah mengatur langkah-langkah dan upaya menghadapi pelaporan di akhir tahun anggaran 2015 dengan menginformasikan Satuan Kerja (Satker) untuk melakukan penyetoran Surat Perintah Membayar (SPM) terakhir per tanggal 23 Desember 2015. "Banyak satker yang pengerjaannya sudah selesai namun belum melakukan penagihan sehingga terkesan penyerapan dana belum maksimal," ucapnya.
Pada kesempatan tersebut, Wiwin Istanti juga menyampaikan bahwa penyerapan dana desa yang dianggarkan pemerintah pusat untuk Provinsi Bali sudah mencapai 80 persen. "20 persen sisanya akan dicairkan pada bulan Oktober ini," kata Wiwin Istanti. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

DRESTA BALI

DENPASAR
Satu Tahun Jokowi-JK, Nawacita Jadi Duka Cita

Made Mudarta
TANGGAL 20 Oktober 2015 tepat satu tahun Jokowi-JK memimpin negeri ini. Ada banyak hal yang disoroti publik. Tak hanya pada satu sektor, namun secara keseluruhan, Jokowi-JK dianggap belum mampu mengelola negara dengan baik.
Ketua DPD Partai Demokrat Propinsi Bali, I Made Mudarta, menuturkan, revolusi mental yang diagung-agungkan oleh Jokowi justru menjadi perubahan yang berjalan lambat. "Revolusi mental berubah menjadi evolusi mental. Lambat pergerakannya. Nawacita tinggal duka cita," kata Mudarta di Denpasar, Selasa (20/10).
Ia mengambil contoh mengatasi kabut asap akibat kebakaran hutan di beberapa daerah. Meski sudah banyak korban, namun hingga kini kabut asap tak kunjung dapat diatasi. "Sekarang asap tak hanya di Sumatera, tapi juga menyebar ke Sulawesi, Kalimantan, Maluku bahkan Papua," papar dia.
Alih-alih mengatasi asap, Mudarta menilai justru pemerintah merendahkan harga dirinya sendiri di mata negara tetangga dengan meminta bantuan untuk mengatasi masalah tersebut. "Harga diri kita jatuh di mata negara tetangga, mengatasi asap saja tidak bisa. Sementara korban terus berjatuhan, sekolah diliburkan, generasi kita tidak sehat," terang Mudarta.
Padahal, masih kata dia, pada saat yang sama dalam situasi demikian publik membutuhkan kehadiran negara secara cepat. "Yang dibutuhkan itu strong leadership," tegas dia.
Pada sisi lain, kondisi ekonomi Indonesia makin terpuruk. "Meluncur ke bawah secara drastis. Dolar meledak, pengangguran makin banyak. Yang bekerja menjadi pengangguran akibat marak PHK, apalagi yang menganggur," tutur pengusaha muda asal Jembrana ini.
Pada sisi penegakan hukum, Mudarta menilai KPK justru dilemahkan posisinya. "KPK itu jungkir balik. Ketuanya dikriminalisasi, posisinya sekarang akan dilemahkan. Begitu juga Ketua Komisi Yudisial yang dijadikan tersangka. Sementara korupsi makin marak," ulas Mudarta.
Pada sisi perlindungan anak dan perempuan, Mudarta menyoroti kasus kekerasan yang menimpa anak. "Banyak sekali kasus pembantaian terhadap anak. Itu terjadi karena penegakan hukum kita lemah," tuturnya.
Pada saat yang sama, Mudarta melihat janji kampanye Jokowi-JK sama sekali belum memiliki fondasi untuk dijalankan. "Bagaimana mau dijalankan, fondasinya dibentuk saja belum. Harapan kita segera dibangun fondasinya untuk merealisasikan janji-janji kampanye beliau dulu," sarannya.
Mudarta mendesak agar Jokowi-JK benar-benar bekerja cepat merealisasikan janji-janji politiknya dan mendorong kesejahteraan rakyat. "Sekarang ini kan yang gembira baru koalisi partai dan relawannya saja akibat bagi-bagi jabatan. Yang lain masih pada menderita. Jokowi-JK harus segera memberikan pengamanan dan mendorong kesejahteraan rakyat," pungkas Mudarta. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

DRESTA BALI

DENPASAR
KPK Optimalkan Berantas Korupsi Di Daerah

Taufiqurrahman Ruki
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) berkomitmen untuk mengoptimalkan pemberantasan korupsi di daerah. Salah satu upaya yang dilakukan KPK adalah dengan menggelar pelatihan bersama aparat penegak hukum di Bali.
Kegiatan ini diikuti 180 peserta, yang terdiri dari penyidik Polda Bali, penyidik dan jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi, Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barat.
Menurut Ketua Sementara KPK, Taufiqurrahman Ruki, kerja sama pelatihan ini dijalin lantaran hingga kini banyak kalangan yang menilai pemberantasan korupsi di Indonesia belum maksimal. Dengan pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas aparat penegak hukum dalam penanganan perkara mulai dari tingkat penyelidikan dan penyidikan hingga penuntutan.
"Bahkan kerja sama ini diharapkan berjalan hingga pada penyelamatan aset negara hasil tindak pidana korupsi,” kata Taufiqurrahman Ruki dalam keterangan persnya di Denpasar, Senin (19/10).
Pelatihan ini, imbuhnya, sesungguhnya telah berlangsung sejak 2006 lalu. Intensitas kerja sama lintas institusi ini makin menguat lantaran pemerintah memiliki alokasi dana untuk peningkatan kapasitas aparatur penegak hukum. "KPK memiliki agenda pelatihan semacam ini yang digelar tiap tahun. Sesuai alokasi anggaran, kami melaksanakan setiap tahun hampir enam provinsi dalam tiga even,” paparnya.
Taufiqurrahman Ruki berharap aparatur penegak hukum dapat menjalin kerja sama secara berkesinambungan. Bahkan, ia sedikit memberi tips agar hubungan kerja sama juga dilakukan secara informal. "Hubungan informal bukan dalam rangka mempengaruhi putusan, tetapi dalam rangka memperlancar semua putusan,” saran Taufiqurrahman Ruki. "Yang terpenting, sinergisitas aparat penegak hukum harus berorientasi untuk makin memperkuat pemberantasan korupsi," sambungnya.
Ia mengingatkan, lembaga yang dipimpinnya bukan kompetitor bagi institusi lain. Sebaliknya, KPK merupakan pelengkap bagi lembaga lainnya untuk pemberantasan korupsi. "KPK bukan kompetitor. KPK itu komplementer,” tegas Taufiqurrahman Ruki.
Seperti disaksikan, pelatihan ini juga diisi kuliah umum oleh sejumlah pimpinan lembaga tinggi negara. Seperti Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), R Widyo Pramono, Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Anang Iskandar, Kepala BPKP, Ardan Adiperdana, Anggota III BPK, Eddy Mulyadi Soepardi, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, dan Ketua Sementara KPK, Taufiqurrahman Ruki. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

Wednesday, January 13, 2016

LINTAS BANYUWANGI

Prestasi Tinggalkan Luka, Ambil Ijazah Gadai Sepeda Motor

“Mereka itu bohong semua !” 
KETIKA menyebut nama Yulistianis, orang akan mengingat prestasi gadis kelahiran Banyuwangi, 30 Oktober 1988, tersebut di bidang catur. Tidak hanya di level lokal Banyuwangi, namun hingga ke level provinsi dan nasional.
Kepada FAKTA, ungkapan polos begitu saja mengalir, antara duka dan prestasi yang terakumulasi keinginan yang begitu kuat untuk mengharumkan nama kota tercinta Banyuwangi yang menasbihkan sebagai Sunrise of Java.
Yulisiatin sempat berprestasi dengan segudang piala, medali, piagam seperti juara 1 Porprov Putri tahun 2007, juara Yunior A Putri di Bojonegoro 2007, juara 2 Senior Putri di Tulungagung 2010, juara 2 Senior Putri di Blitar 2008 dan Kejuaraan catur lainnya yang ia miliki.
Sayangnya prestasi yang diraihnya itu tak sesuai dengan perhatian yang ia dapatkan, perlakuan tak sebanding. Menggadaikan HP, makan seadanya dalam perjalanan, tidur tidak layak, untuk menutup kebutuhan perjalanan keluar daerah mengejar prestasi membawa nama Banyuwangi. “Itu pangalaman pahit saya, sehingga saat ini memilih off dulu,” kata Yulis.
Tak memungkiri perjuangannya untuk berprestasi dengan dengan jerih-payah yang tak mungkin dilupakan menjadi kenangan pahit yang diharapkan tidak terjadi kepada atlit lainnya. “Saya ikut orangtua, Mas. Jerih-payah saya mengangkat nama daerah tak pernah dihargai, tapi saya coba ikhlas saja, saya berharap adik-adik (atlet) saya yang berprestasi tak mengalami seperti saya,” katanya kepada Hayatul Makin dari FAKTA.
Bercerita saat bergelut dengan perjuangan merebut prestasi membawa nama Banyuwangi, Yulis tak bisa menyembunyikan emosi keprihatinannya. “Saya terkadang minta uang kepada ibu untuk tambahan ongkos ikut kejuaraan sampai ke luar daerah. Pernah panas-panas ibu saya pernah jalan kaki dari rumah ke kantor dispenduk hanya untuk meminta surat kartu keluarga,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.
Saat ini Yulis juga masih banting tulang untuk pendidikannya yang sebelumnya pernah dijanjikan akan dibiayai gratis tapi harus menerima kenyataan dibohongi oleh janji-janji. “Sebenarnya saya ingin bekerja, namun saya disuruh kuliah hingga lulus S1 di UNIBA. Katanya ada yang membiayai, tapi nyatanya dibantu cuma semester 1 saja. Mereka itu bohong semua,” akunya.
Ditemui FAKTA di kediamannya, Jalan Raden Wijaya tepat di samping perlintasan rel kereta api, segudang prestasi yang ditunjukkan sangat tak sebanding dengan kondisinya sekarang. Saat ini Yulis harus berjuang mencari uang untuk mengambil ijazahnya yang ditahan pihak UNIBA karena masih ada uang kuliah yang belum dibayar. “Saya mau gadaikan sepeda motor untuk mengambil ijazah,” tuturnya.
Gadai sepeda motor itu terpaksa dia lakukan agar tanggungannya kepada UNIBA tidak membengkak. “Kalau tidak segera diambil, kita ditambah biaya tiap bulan Rp 50 ribu. Harapan saya ijazahnya bisa diambil, itu saja, buat cari kerja yang layak,” terangnya sambil memaksa tersenyum kepada FAKTA. (F.512) web majalah fakta / majalah fakta online


LINTAS BANYUWANGI

Pungli Sekolah Tak Pernah Ditangani, Wali Murid Takut Anaknya Diisolasi

Kepala SMKN 1 Kalipuro, Drs Yus Kardiman MPd
ENTAH sampai kapan bisa diakhiri ? Dunia pendidikan lagi-lagi dirasuki pungli yang beralibi berdasarkan rapat komite yang terkesan dipaksakan. Modus punglinya sama, berdasarkan rapat kesepakatan dan berbagai argumen lainnya mengalahkan larangan dalam UU No.20 Tahun 2003, PP No.66 Tahun 2010 dan Permendikbud No.44 Tahun 2012.
Pemerintah juga sudah menyiapkan dana agar tak membebani wali murid yaitu dana yang disalurkan ke SD dan SMP yang disebut dana bantuan operasional sekolah (BOS) Rp 650 ribu/siswa, sedangkan untuk sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) disebut Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM).
Sebelumnya pihak Diknas Banyuwangi pun telah mengantisipasi pungutan liar di sekolah dengan membuat surat edaran No.900/1677/429.101/2015.
Namun semua peraturan yang ada itu kalah dengan rasa takur wali kalau anaknya dikucilkan oleh sekolah bila tak memenuhi pungli tersebut. Di SMP I Glagah, misalnya, dugaan pungli berargumen dana pengembangan sekolah. Untuk siswa kelas 1 diminta bayar Rp 500 ribu. Naik kelas 2 dana pengembangan sekolahnya Rp 225 ribu. Padahal pembangunan gedung sekolah sudah diatur oleh permendagri melalui proyek pembangunan. “Pihak sekolah membuat alibi bahwa sumbanga itu keikhlasan wali murid. Padahal kenyataannya wali murid harus bayar pada batas waktu sampai dengan kenaikan kelas masing-masing,” kata salah satu wali murid kepada Hayatul Makin dari FAKTA.
Modus pungli yang sama diduga juga terjadi di SMKN 1 Kalipuro. Tarikan dengan jumlah cukup fantastis, Rp 5,5 juta per siswa. Untuk mengelabuhi nama komite disebut sebagai pihak penentu. Pembayaran uang gedung sebesar Rp 3 juta serta pembelian seragam dan atribut lainnya sebesar Rp 2,5 juta. Seperti biasa, untuk mengelabui kemauan dan pihak oknum tertentu, seragam dikelola oleh koperasi sekolah. Untuk dana pembangunan atau uang gedung dikonotasikan ditangani oleh komite. Dasar dari tarikan bermodus uang gedung.
Saat dikonfirmasi, Kepala SMKN 1 Kalipuro, Drs Yus Kardiman MPd, mengatakan, pungutan sekolah dilakukan hanya berdasarkan rapat wali murid atau komite sekolah. ’’Ini sudah ada rapat komitenya,” kata Yus.
Ironisnya, mantan Kasek SMKN I Glagah itu menyebutkan Ketua DPRD Banyuwangi, Made Cahyana, dan Mantan Anggota DPRD Banyuwangi dari Partai Golkar yang kini menjadi politikus PDIP, Eko Sukartono, sebagai komite sekolah tanpa memberi alasan kenapa yang bersangkutan dimasukkan ke dalam komite sekolah atau hanya sekedar menjadi tameng sekolah. “Kalau soal pembangunan urusan Pak Eko (Eko Sukartono),” katanya tidak jelas apa maksudnya.
Nur Hakim dari LSM Minakjinggo menegaskan bahwa pihaknya telah melaporkan adanya pungli di SMKN 1 Kalipuro itu ke aparat hukum.
Sedangkan Kepala Diknas Banyuwangi berjanji akan memanggil Kasek SMKN 1 Kalipuro. “Karena pungutan itu tidak dibenarkan, apa pun alasannya,” katanya. (F.512) web majalah fakta / majalah fakta online

LINTAS BANYUWANGI

Tambang Emas Tumpang Pitu, Kontroversi IMN Berlanjut BSI

Lokasi penambangan emas PT BSI di Gunung Tumpang Pitu,
merusak lingkungan ! 
PENAMBANGAN emas di Gunung Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, masih menuai protes dari masyarakat sekitar penambangan di Dusun Pancer, Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
           Selain demo, masyarakat juga hadir dalam undangan audiensi antara masyarakat yang kontra terhadap penambangan emas dengan PT Bumi Sukses Indo (BSI) pada Senen (19/10).
Seperti diduga sebelumnya, audiensi yang bertempat di Mapolres Banyuwangi dan dipimpin Kapolres Banyuwangi, AKBP Bastoni Purnama Sik, serta dihadiri pula pihak terkait seperti Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), Khusnul Khotima, Kadis Perhubungan dan Informatika, Suprayogi SH, Kepala Kantor Pelayanan Perijinan, Abdul Kadir, dan Perhutani itu tanpa hasil kesepakatan yang jelas.
           Padahal, demonstrasi masyarakat sempat nekad melempari pesawat helikopter yang biasa digunakan PT BSI untuk mengangkut hasil tambang. Dari demonstrasi tersebut 3 warga diamankan aparat keamanan namun dilepas kembali.
Ini merupakan konsekwensi lanjutan dari ekplorasi yang hanya menomorsatukan keuntungan daripada dampak sosial dan kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari penambangan tersebut.
          Topik masyarakat masih sama ketika PT Indo Multi Niaga (IMN) beroperasi,  menyayangkan atas adanya pertambangan PT BSI yang dianggapnya dapat merusak ekosistim alam sekitar yang berdampak buruk di kemudian hari. Namun PT BSI mengklaim pihaknya tidak merusak dan tidak mau merusak alam Indonesia.
          Masyarakat hanya ingin semua pihak melihat fakta di lapangan, Gunung Tumpang Pitu yang dulu asri dan menjulang tinggi serta sebagai pelindung alam dari ancaman tsunami dan sebagai penyerap air hujan, sekarang bernasib tragis, hampir rata dengan tanah dengan sisa-sisa galian.
          Kehadiran PT BSI merupakan kelanjutan dari penambangan yang dilakukan PT IMN yang sudah beroperasional sejak 2007 dan sejak 2012 sudah tak lagi melakukan galian dengan meninggalkan kerusakan lingkungan serta luka di hati masyarakat Banyuwangi.       
         Dampak posisif bagi masyarakat juga tak seimbang sama sekali, kecuali meninggalkan sebagian rakyat yang apes ditangkap dan dipenjara karena ngiler ingin menikmati kandungan emas dengan melakukan penggalian liar mengandalkan peralatan seadanya.
         Memang, beberapa tahun terakhir, Gunung Tumpang Pitu layaknya primadona desa berlevel metropolis. Bukan hanya perusahaan emas raksasa yang mengadu peruntungan di hutan jati itu. Perebutan emas Tumpang Pitu membuat para penambang liar juga kian bersemangat. Ratusan bahkan ribuan penambang liar bekerja berkelompok, sebanyak 5-10 orang, di lobang-lobang galian beratapkan terpal. Sebagian penambang itu datang dari Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat.
         Memahat dinding batu diceruk sedalam lebih dari 20 meter dan mesin blower mini memompa oksigen lewat selang ke dasar lobang. Itu hal biasa walau terkadang nyawa jadi taruhan ketika lobang galian ambrol.
         “Kalau yang mati akibat lobang galian ambrol atau kehabisan oksigen memang biasa, tapi kami sepakat untuk tidak terlalu mempersoalkan karena resiko itu sudah kami sadari sejak awal,” aku istri dari penambang liar, Gf, 28, sambil menambahkan, delapan bulan suaminya menggali bersama sembilan rekannya pernah mendapat 1,7 kilogram bijih emas. Hasilnya dijual kepada seorang penadah di Pesanggaran seharga Rp 350 ribu per gram. “Dua pertiga hasil penjualan emas itu jatahnya bos yang selama ini memodali berbagai alat tambang tradisional. Sisanya dibagi rata dengan kelompoknya. Pernah juga suami saya hampir tiap hari bawa uang Rp 2 juta kadang lebih,” katanya.
         Anehnya, PT IMN atau saat ini PT BSI yang menggunakan peralatan modern masih berkutat terhadap eksplorasi kajian mencari simple kandungan emas, sementara masyarakat yang menggunakan alat tradisional sekedarnya justru sudah menemukan kandungan emas yang diperkirakan sejumlah 2 juta ons, perak 80 juta ons yang diperkirakan bila diuangkan mencapai US $ 5 M.
         Padahal, seperti rilis sumber terpercaya, sejak eksplorasi pertama kali pada 20 September 2007 sampai 29 Februari 2012, IMN sudah membor di 367 titik dengan kedalaman total 116.495 meter. Terdiri atas 16 titik sedalam 4.172 m yang dikerjakan PT Hakman Platina Metalindo dan IMN 351 titik dengan kedalaman 112.322 m.
         PT IMN pun sudah mendapat izin eksploitasi dari Bupati Banyuwangi melalui SK 188/10/KEP/429.011/2010 dengan luas 4.998 Ha.
         Bagaimana dengan izin kontroversial PT BSI dengan konsekwensi dampak lingkungannya serta perlawanan masyarakat.? “Sementara ini belum ada perkembangan. Kami juga tak mau terlalu berkomentar banyak, karena kami masih merasa dalam pengawasan aparat,” kata Reke kepada Hayatul Makin dari FAKTA. (F.512) web majalah fakta / majalah fakta online

LINTAS BANYUWANGI

Perkara Korupsi RSUD Genteng Masih Lanjut

dr Nanang Sugiyanto
PERKARA korupsi pembangunan RSUD Genteng Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, yang menggunakan dana APBD 2010 Rp 40 milyar ternyata masih dalam proses hukum. Kabar terkini hasil putusan banding perkara tersebut tetap menghukum tiga terdakwanya yaitu Mantan Direktur RSUD Genteng, Nanang Sugianto, Dwinta Indrawati, dan Riskiyanto Dodik yang dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Dan sekarang perkara korupsi itu masih dalam proses hukum kasasi yang dimungkinkan akan menambah jeratan hukum kepada tiga terdakwanya. Sebelumnya pada tingkat pengadilan tipikor, ketiga terdakwa masing-masing dihukum 1 tahun penjara, namun pada tingkat pengadilan tinggi masing-masing dihukum 1,5 tahun penjara.
             Terdakwa dr Nanang teregister pada No.53/Pidsus/2013/PN.Sby. Terdakwa lainnya, Dwinta Indrawati dan Riskiyanto Dodik terdaftar pada No.54/Pidsus/2013/PN.Sby. ”Kalau hasil bandingnya tetap menghukum kepada tiga terdakwanya. Sekarang ini baru kasasi, kita tunggu saja,” kata Kasipidsus Kejari Banyuwangi, Arief Abdillah SH, di Jakarta kepada Hayatul Makin dari FAKTA (27/10).
             Arief menjelaskan, terkait waktu eksekusi hukuman pidana penjara dan yang lainnya kepada tiga terdakwa akan segera dilakukan ketika proses hukumnya mencapai inkrach (berkekuatan hukum tetap).
            Terkait status ketiga terdakwa yang masih dalam masa tahanan sehingga putusan hukum mereka akan terkurangi, bahkan akan habis dipotong masa tahanannya terdakwa, Arief mengatakan,”Gak ada itu, ketiga tedakwa kan tidak ditahan, kalaupun pernah dalam tahanan kota, itu kan tidak lama. Hitungan tahanan kota juga berbanding 1 banding 5 dari masa tahanan biasa”.
            Ditanya kapan proses hukum ketiga tersangka lainnya dilaksanakan, Arief menjelaskan, akan segera ditindaklnajuti usai ketiga terdakwa.
           Seperti diketahui bahwa selain ketiga terdakwa yang kini masih proses kasasi, perkara korupsi RSUD Genteng masih menyisakan 3 tersangka lainnya yaitu Bambang Prayitno selaku PPK, Sinta Agung Sasongko, Mukhlisin selaku konsultan pengawas.
           Informasi di lapangan menyebutkan, berlarut-larutnya proses hukum korupsi pembangunan RSUD Genteng itu tak lepas dari upaya ketiga tersangka lainnya tersebut. Mereka disebut-sebut mendorong agar proses hukum ketiga terdakwa sebelumnya terus berjalan dan lama dieksekusi sehingga mereka mempunyai waktu yang panjang bebas dari jeratan hukum.
           Kontroversi kasus ini diawali saat ketiga terdakwa masih jadi tersangka Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi dikeluarkan dari tahanan untuk menjadi tahanan kota karena satu tersangka, Dwinta Indrawati, sakit. Dengan alasan demi keadilan, akhirnya 2 tersangka lainnya yaitu Nanang Sugianto dan Riskiyanto Dodik, pun dikeluarkan dari sel tahanan Kejari Banyuwangi untuk menjadi tahanan kota.
           Bahkan saat ini digiring asumsi bahwa ketiga terdakwa itu akan habis masa hukumannya saat mencapai putusan hukum terakhir karena habis dipotong masa tahanannya.
Advokat senior yang juga Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia Cabang Banyuwangi, Misnadi SH, mengatakan, ketiga terdakwa bisa saja dimasukkan dalam tahanan bila dalam putusan hukuman yang masih berjalan sekarang ada amar para pelaku untuk ditahan. “Bisa dilakukan penahanan sambil menunggu proses hukum, namun harus dinyatakan dalam putusan bahwa mereka harus ditahan,” katanya. (F.512) web majalah fakta / majalah fakta online