Wednesday, January 13, 2016

LINTAS BANYUWANGI

Prestasi Tinggalkan Luka, Ambil Ijazah Gadai Sepeda Motor

“Mereka itu bohong semua !” 
KETIKA menyebut nama Yulistianis, orang akan mengingat prestasi gadis kelahiran Banyuwangi, 30 Oktober 1988, tersebut di bidang catur. Tidak hanya di level lokal Banyuwangi, namun hingga ke level provinsi dan nasional.
Kepada FAKTA, ungkapan polos begitu saja mengalir, antara duka dan prestasi yang terakumulasi keinginan yang begitu kuat untuk mengharumkan nama kota tercinta Banyuwangi yang menasbihkan sebagai Sunrise of Java.
Yulisiatin sempat berprestasi dengan segudang piala, medali, piagam seperti juara 1 Porprov Putri tahun 2007, juara Yunior A Putri di Bojonegoro 2007, juara 2 Senior Putri di Tulungagung 2010, juara 2 Senior Putri di Blitar 2008 dan Kejuaraan catur lainnya yang ia miliki.
Sayangnya prestasi yang diraihnya itu tak sesuai dengan perhatian yang ia dapatkan, perlakuan tak sebanding. Menggadaikan HP, makan seadanya dalam perjalanan, tidur tidak layak, untuk menutup kebutuhan perjalanan keluar daerah mengejar prestasi membawa nama Banyuwangi. “Itu pangalaman pahit saya, sehingga saat ini memilih off dulu,” kata Yulis.
Tak memungkiri perjuangannya untuk berprestasi dengan dengan jerih-payah yang tak mungkin dilupakan menjadi kenangan pahit yang diharapkan tidak terjadi kepada atlit lainnya. “Saya ikut orangtua, Mas. Jerih-payah saya mengangkat nama daerah tak pernah dihargai, tapi saya coba ikhlas saja, saya berharap adik-adik (atlet) saya yang berprestasi tak mengalami seperti saya,” katanya kepada Hayatul Makin dari FAKTA.
Bercerita saat bergelut dengan perjuangan merebut prestasi membawa nama Banyuwangi, Yulis tak bisa menyembunyikan emosi keprihatinannya. “Saya terkadang minta uang kepada ibu untuk tambahan ongkos ikut kejuaraan sampai ke luar daerah. Pernah panas-panas ibu saya pernah jalan kaki dari rumah ke kantor dispenduk hanya untuk meminta surat kartu keluarga,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.
Saat ini Yulis juga masih banting tulang untuk pendidikannya yang sebelumnya pernah dijanjikan akan dibiayai gratis tapi harus menerima kenyataan dibohongi oleh janji-janji. “Sebenarnya saya ingin bekerja, namun saya disuruh kuliah hingga lulus S1 di UNIBA. Katanya ada yang membiayai, tapi nyatanya dibantu cuma semester 1 saja. Mereka itu bohong semua,” akunya.
Ditemui FAKTA di kediamannya, Jalan Raden Wijaya tepat di samping perlintasan rel kereta api, segudang prestasi yang ditunjukkan sangat tak sebanding dengan kondisinya sekarang. Saat ini Yulis harus berjuang mencari uang untuk mengambil ijazahnya yang ditahan pihak UNIBA karena masih ada uang kuliah yang belum dibayar. “Saya mau gadaikan sepeda motor untuk mengambil ijazah,” tuturnya.
Gadai sepeda motor itu terpaksa dia lakukan agar tanggungannya kepada UNIBA tidak membengkak. “Kalau tidak segera diambil, kita ditambah biaya tiap bulan Rp 50 ribu. Harapan saya ijazahnya bisa diambil, itu saja, buat cari kerja yang layak,” terangnya sambil memaksa tersenyum kepada FAKTA. (F.512) web majalah fakta / majalah fakta online


No comments:

Post a Comment