Thursday, January 14, 2016

DRESTA BALI

BANGLI
10 Warga Langkaan ‘Diadili’ Punya Ilmu Hitam

10 Warga Desa Langkaan saat 'diadili' secara adat
KAPOLRES Bangli, AKBP Danang Benny Kusprihandono, sangat menyesalkan tindakan warga Dusun Langkaan, Desa Landih, Bangli, yang kembali ‘mengadili’ sepuluh warganya yang dituduh memiliki ilmu hitam atau pengeleakan. Pasalnya, kasus tersebut sudah dianggap selesai setelah dilakukan penandatanganan kesekapatan damai di Polres Bangli yang melibatkan Tim Penyelesaian Kasus Sosial Pemkab Bangli yang diketuai Pj Bupati Bangli, Dewa Gede Mahendra Putra, beberapa waktu lalu.
Menurut Kapolres Bangli, AKBP Danang Benny Kusprihandono, pasca kesepakatan damai seharusnya tidak ada lagi surat pernyataan yang justru terkesan dipaksakan oleh prajuru adat setempat. Karena itu, polres melihat ada indikasi oknum-oknum tertentu yang tidak baik terhadap kesepuluh warga tertuduh. “Saya melihat itu ada niat tidak baik dari orang-orang tertentu,” tegas kapolres di Mapolres Bangli, Selasa (20/10/).
Surat pernyataan yang ditandatangani para tertuduh, isinya mereka tidak akan melakukan tuntutan secara hukum. Hanya saja, penandatanganan dilakukan sebelum surat pernyataan dibacakan. Kata kapolres, hal semacam itu sebenarnya tidak boleh. “Ada kesan pemaksaan kehendak. Mestinya dibaca dulu baru ditandatangani,” jelasnya.
Meski demikian, terhadap berlanjutnya kembali persoalan tersebut, kapolres mengaku masih melihat perkembangannya lebih lanjut. Sebab, lanjut kapolres, seharusnya mereka bisa menyelesaikan sendiri persoalan itu. “Untuk antisipasi, anggota kami masih tetap akan melakukan patroli di Dusun Langkaan,” sebutnya. 
Lebih lanjut, kapolres kembali menekankan dan menyayangkan persoalan tersebut masih berlanjut. Padahal sesuai kesepakatan damai di polres, kasus tersebut sudah dianggap selesai. Apalagi saat memulangkan para tertuduh, muspida ikut ke sana. “Harusnya itu dihargai. Jangan terus membikin malu desa sendiri. Jangan bikin aturan sendiri, jangan mau-maunya sendiri saja. Jangan sampai ada negara di atas negara,” sesalnya.  
Untuk itu, kapolres kembali mengingatkan kalau warga mau hidup tenteram harus mengikuti kesepakatan damai tersebut.
Sebelumnya, pada Senin (19/10), paruman khusus dipimpin Bendesa Adat Langkaan, Wayan Sudarsa, bersama Kadus, Nyoman Sunarsa, dan Kelian Subak, Wayan Bered, bersama warga digelar untuk ‘mengadili’ kesepuluh warga yang sempat diungsikan ke kantor polisi. Ironisinya, warga tertuduh tersebut justru terkesan ‘dipaksa’ untuk mengakui kebenaran ilmu hitam yang mereka miliki. Saat itu, paruman juga dihadiri sejumlah peduluan, dan pemangku desa setempat serta mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian yang diback up pasukan Kodim 1626/Bangli.  
Dalam paruman tersebut Panit I Reskrim Polsek Bangli, Nyoman Edi Suarya, seizin Kapolsek, Kompol Ketut Widia, sempat mengingatkan kepada prajuru dan warga agar tidak melenceng dari kesepakatan damai. Pihaknya pun mengultimatum kepada semua warga dan prajuru bahwa jika kesepakatan damai yang ditandatangani di Polres Bangli beberapa waktu lalu dilanggar, maka pihaknya tidak segan-segan menindak tegas. “Apabila ada yang melakukan pelanggaran kesepakatan damai itu, maka kami akan bertindak tegas. Karena tidak ada satu perbuatan pun yang tidak dapat dihukum. Kedudukan semua orang sama di mata hukum,” tegasnya.
Meski demikian, dalam paruman tersebut para prajuru terus meminta kesepuluh warga yang tertuduh itu untuk berterus terang mengakui memiliki ilmu hitam. Beberapa warga yang tertuduh memang ada yang mengakui pernah memiliki “barang” yang dimaksud. Alasan mereka pun beragam, Ada yang beralasan barang tersebut dimiliki untuk tujuan menjaga uangnya agar tidak hilang. Dan, ada juga yang mengaku memiliki barang magic itu untuk tujuan memisahkan hubungan. Selain itu, ada juga yang mengaku tidak tahu apa-apa.
Salah seorang warga tertuduh bahkan mengaku tidak pernah bersentuhan dengan barang magic yang dimaksud. Bahkan untuk membuktikannya, salah seorang warga tertuduh itu pun bersedia bersumpah dan menantang prajuru untuk menggeledah rumahnya kembali. Kendati sudah tak mengakui, namun dalam pertemuan itu salah seorang oknum kelian justru terkesan memaksakan agar warga tersebut mengaku memiliki ilmu hitam. Setelah melalui proses yang cukup alot, paruman yang berlangsung dari pukul 13.00 Wita hingga pukul 17.30 Wita tersebut akhirnya menyepakati bahwa kesepuluh warga tertuduh diterima sebagai krama banjar. Akan tetapi secara niskala warga tersebut diminta mempertanggungjawabkan perbuatan mereka masing-masing. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment