Wednesday, January 13, 2016

LINTAS BANYUWANGI

Tambang Emas Tumpang Pitu, Kontroversi IMN Berlanjut BSI

Lokasi penambangan emas PT BSI di Gunung Tumpang Pitu,
merusak lingkungan ! 
PENAMBANGAN emas di Gunung Tumpang Pitu, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, masih menuai protes dari masyarakat sekitar penambangan di Dusun Pancer, Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi.
           Selain demo, masyarakat juga hadir dalam undangan audiensi antara masyarakat yang kontra terhadap penambangan emas dengan PT Bumi Sukses Indo (BSI) pada Senen (19/10).
Seperti diduga sebelumnya, audiensi yang bertempat di Mapolres Banyuwangi dan dipimpin Kapolres Banyuwangi, AKBP Bastoni Purnama Sik, serta dihadiri pula pihak terkait seperti Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), Khusnul Khotima, Kadis Perhubungan dan Informatika, Suprayogi SH, Kepala Kantor Pelayanan Perijinan, Abdul Kadir, dan Perhutani itu tanpa hasil kesepakatan yang jelas.
           Padahal, demonstrasi masyarakat sempat nekad melempari pesawat helikopter yang biasa digunakan PT BSI untuk mengangkut hasil tambang. Dari demonstrasi tersebut 3 warga diamankan aparat keamanan namun dilepas kembali.
Ini merupakan konsekwensi lanjutan dari ekplorasi yang hanya menomorsatukan keuntungan daripada dampak sosial dan kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari penambangan tersebut.
          Topik masyarakat masih sama ketika PT Indo Multi Niaga (IMN) beroperasi,  menyayangkan atas adanya pertambangan PT BSI yang dianggapnya dapat merusak ekosistim alam sekitar yang berdampak buruk di kemudian hari. Namun PT BSI mengklaim pihaknya tidak merusak dan tidak mau merusak alam Indonesia.
          Masyarakat hanya ingin semua pihak melihat fakta di lapangan, Gunung Tumpang Pitu yang dulu asri dan menjulang tinggi serta sebagai pelindung alam dari ancaman tsunami dan sebagai penyerap air hujan, sekarang bernasib tragis, hampir rata dengan tanah dengan sisa-sisa galian.
          Kehadiran PT BSI merupakan kelanjutan dari penambangan yang dilakukan PT IMN yang sudah beroperasional sejak 2007 dan sejak 2012 sudah tak lagi melakukan galian dengan meninggalkan kerusakan lingkungan serta luka di hati masyarakat Banyuwangi.       
         Dampak posisif bagi masyarakat juga tak seimbang sama sekali, kecuali meninggalkan sebagian rakyat yang apes ditangkap dan dipenjara karena ngiler ingin menikmati kandungan emas dengan melakukan penggalian liar mengandalkan peralatan seadanya.
         Memang, beberapa tahun terakhir, Gunung Tumpang Pitu layaknya primadona desa berlevel metropolis. Bukan hanya perusahaan emas raksasa yang mengadu peruntungan di hutan jati itu. Perebutan emas Tumpang Pitu membuat para penambang liar juga kian bersemangat. Ratusan bahkan ribuan penambang liar bekerja berkelompok, sebanyak 5-10 orang, di lobang-lobang galian beratapkan terpal. Sebagian penambang itu datang dari Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara Barat.
         Memahat dinding batu diceruk sedalam lebih dari 20 meter dan mesin blower mini memompa oksigen lewat selang ke dasar lobang. Itu hal biasa walau terkadang nyawa jadi taruhan ketika lobang galian ambrol.
         “Kalau yang mati akibat lobang galian ambrol atau kehabisan oksigen memang biasa, tapi kami sepakat untuk tidak terlalu mempersoalkan karena resiko itu sudah kami sadari sejak awal,” aku istri dari penambang liar, Gf, 28, sambil menambahkan, delapan bulan suaminya menggali bersama sembilan rekannya pernah mendapat 1,7 kilogram bijih emas. Hasilnya dijual kepada seorang penadah di Pesanggaran seharga Rp 350 ribu per gram. “Dua pertiga hasil penjualan emas itu jatahnya bos yang selama ini memodali berbagai alat tambang tradisional. Sisanya dibagi rata dengan kelompoknya. Pernah juga suami saya hampir tiap hari bawa uang Rp 2 juta kadang lebih,” katanya.
         Anehnya, PT IMN atau saat ini PT BSI yang menggunakan peralatan modern masih berkutat terhadap eksplorasi kajian mencari simple kandungan emas, sementara masyarakat yang menggunakan alat tradisional sekedarnya justru sudah menemukan kandungan emas yang diperkirakan sejumlah 2 juta ons, perak 80 juta ons yang diperkirakan bila diuangkan mencapai US $ 5 M.
         Padahal, seperti rilis sumber terpercaya, sejak eksplorasi pertama kali pada 20 September 2007 sampai 29 Februari 2012, IMN sudah membor di 367 titik dengan kedalaman total 116.495 meter. Terdiri atas 16 titik sedalam 4.172 m yang dikerjakan PT Hakman Platina Metalindo dan IMN 351 titik dengan kedalaman 112.322 m.
         PT IMN pun sudah mendapat izin eksploitasi dari Bupati Banyuwangi melalui SK 188/10/KEP/429.011/2010 dengan luas 4.998 Ha.
         Bagaimana dengan izin kontroversial PT BSI dengan konsekwensi dampak lingkungannya serta perlawanan masyarakat.? “Sementara ini belum ada perkembangan. Kami juga tak mau terlalu berkomentar banyak, karena kami masih merasa dalam pengawasan aparat,” kata Reke kepada Hayatul Makin dari FAKTA. (F.512) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment