UPAYA pedagang asongan
untuk bisa berjualan di dalam gerbong Kereta Api (KA) Ekonomi terus dilakukan,
terutama di wilayah DAOP VII Madiun. Mereka melakukan demo di kawasan stasiun
KA. Seperti yang dilakukan pada akhir Februari 2014, para pedagang asongan yang
tergabung dalam Paguyuban Pedagang Asongan Kereta Api Indonesia (PASKI) melakukan
unjuk rasa damai di Stasiun Walikukun, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi,
Jatim.
Sekitar 200 orang pedagang asongan
melakukan unjuk rasa dan orasi yang intinya mengecam tindakan kasar dari
petugas polsuska dan aparat marinir dalam menghadapi kenekatan pedagang asongan
selama ini. Beberapa poster dibentangkan, di antaranya bertuliskan,”TNI Dari
Rakyat Untuk Rakyat”, ”TNI Manunggal Dengan Rakyat”, ”Neraka Bagi Pedagang
Asongan”, ”Kami Butuh Makan PAK!!” dan masih banyak lagi tulisan yang mengecam
tindakan pelarangan jualan di atas KA.
Unjuk rasa damai itu dimulai pukul
13.00 Wib. Setelah sholat Jum’at, mereka berkumpul di halaman depan Stasiun
Walikukun. Ternyata di situ juga sudah dijaga petugas dari Polsek Walikukun, Koramil
dan Polres Ngawi. Untuk mengantisipasi para pendemo masuk kawasan stasiun, maka
semua pintu ditutup dan dijaga personil petugas keamanan sehingga pedagang asongan
tidak bisa memasuki area Stasiun Walikukun.
Riyanto, salah satu korlap unjuk rasa,
dalam orasinya di atas meja yang dipakai sebagai mimbar, memohon kepada pihak
KAI untuk lebih berpikir manusiawi serta selalu mendengar tuntutan pedagang
asongan untuk bisa berjualan lagi di atas KA.
Pihaknya juga menolak keras tindakan kekerasan yang dilakukan
petugas polsuska dan marinir dalam menghadapi para pedagang asongan. Intinya,
ia dan rekan-rekan pedagang asongan hanya ingin mencari nafkah demi mencukupi
kebutuhan keluarga.
Para pedagang asongan tak lupa juga membawa anak-anak
mereka. Sambil mengacung-acungkan poster, anak-anak itu berteriak-teriak mendukung
upaya yang dilakukan orangtua mereka.
Mendekati pukul 13.30 Wib para unjuk
rasa masuk area Stasiun KA Walikukun melalui jalan perumahan penduduk yang
berada di pinggir rel KA dan ternyata di situ sudah dihadang puluhan petugas
polsuska dibantu aparat marinir. Pendemo berusaha untuk menemui Kepala Stasiun
Walikukun dengan tujuan mengadakan dialog guna mencari solusi agar pedagang asongan
diperbolehkan lagi berjualan. Sempat terjadi keributan kecil, saling dorong
antara pedagang dengan pihak aparat keamanan dan itu segera bisa diatasi,
akhirnya para pendemo hanya duduk-duduk di pinggir rel KA.
Aris (50), salah satu pendemo yang
berasal dari pedagang asongan Purwodadi, Jateng, saat ditemui Kasmijanto dari FAKTA
mengaku bahwa kedatangannya ke Ngawi merupakan bentuk solidaritas sesama pedagang
asongan dalam memperjuangkan tuntutannya. “Sejak pedagang asongan tidak
diperkenankan jualan di atas KA, penghasilan kami tidak ada karena kami hanya
mengandalkan jualan di dalam KA,” ujarnya berapi api. Menurutnya, semua cara
sudah mereka lakukan, mulai mengadu ke Dewan, Bupati sampai menemui pimpinan
KAI di Bandung tapi semuanya tidak menemukan hasil alias buntu.
Sekitar pukul 14.30 Wib, KA Brantas
dari Madiun masuk Stasiun Walikukun dan di sinilah mulai terjadi keributan.
Para pendemo nekat ramai-ramai menaiki KA yang sudah berhenti lewat pintu
gerbong KA tetapi petugas KA sudah mengantisipasinya dengan menutup semua pintu
gerbong. Menjaga agar tidak terjadi korban maupun kerusakan fasilitas KA maka
polsuska dibantu marinir mencoba menghalau pedagang asongan hingga terjadi saling
dorong. Bahkan ada beberapa pedagang asongan yang terjatuh. Keributan baru mereda
setelah KA Brantas melanjutkan perjalanannya, tetapi beberapa perempuan pedagang
asongan nekat berteriak-teriak memaki petugas sehingga mereka harus dikeluarkan
dari area Stasiun Walikukun.
Sampai kapan polemik pedagang asongan
dengan pihak PT KAI ini berakhir serta menemukan jalan keluar terbaiknya ?
Sepertinya memang sulit diwujudkan karena masing-masing pihak saling
mempertahankan argumennya. Pihak perwakilan PT KAI Daop VII Madiun saat
beraudiensi dengan para pedagang asongan yang melakukan demo di halaman DPRD
Ngawi beberapa waktu yang lalu menjelaskan bahwa pelarangan itu berdasarkan
pada Keputusan Direksi KAI Pusat (Bandung) serta adanya UU No.32 Tahun 2007
pasal 38 tentang perkeretaapian yang menyebutkan manfaat jalan KA diperuntukkan
bagi pengoperasian KA dan merupakan daerah yang tertutup untuk umum.
Ditambah lagi UU No.32/2007 pasal 173
yang menyebutkan bahwa masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban, keamanan
dan keselamatan penyelenggaraan perkeretaapian. Serta masih ada lagi PP No.72
Tahun 2009 pasal 124 tentang Lalin dan Angkutan KA.
Sedangkan pihak pedagang asongan mengatakan,
larangan berjualan di dalam gerbong KA merupakan bentuk kesewenang-wenangan KAI
serta mematikan profesi dan penghasilan mereka. “Ini urusan perut Pak dan untuk
menghidupi anak-isteri, mestinya kan
dicarikan solusinya,” ucap Agus, salah seorang pedagang asongan, kepada FAKTA.
Dan, upaya pedagang asongan yang
tergabung dalam PASMA (Pedagang Asongan Madiun) sejak 19 Maret 2014 mendirikan
tenda keprihatinan dan aksi protes di trotoar depan Stasiun KA Madiun, setelah
sebelumnya mereka melakukan unjuk rasa serta menduduki halaman stasiun tapi
belum membawa hasil. (F.219)R.26
Ibu-ibu dan anak-anak pedagang asongan saat demo di Stasiun Walikukun |
No comments:
Post a Comment