BERMULA dari keluhan
masyarakat tentang penarikan retribusi parkir ganda, di mana untuk penarikan retribusi
parkir kendaraan roda dua dan roda empat di Kabupaten Ngawi, Jatim, diterapkan
sistem parkir berlangganan yang dalam penarikannya ndompleng dengan pembayaran pajak kendaraan. Hal itu sesuai dengan
Perda Kabupaten Ngawi No.23 Tahun 2011 di mana untuk mendapatkan stiker parkir
berlangganan yang berlaku satu tahun sesuai masa berlakunya STNK yang sedang
diurus masa perpanjangannya di Samsat. Namun kenyataan di lapangan berkata
lain, pemilik kendaaran roda dua dan roda empat yang sedang parkir di pinggir
jalan masih juga dikutip biaya parkir antara Rp 500 – Rp 1.000 dan umumnya
tidak diberikan karcis parkir. Padahal dalam pengurusan pembayaran pajak
kendaraan juga sudah diberikan stiker parkir berlangganan senilai Rp 15.000,- untuk
sepeda motor dan mobil Rp 30.000,- khusus untuk plat nomer AE. Dalam keterangan
di stiker itu tertulis berlaku untuk parkir di tepi jalan umum.
Dalam kupon Bukti Pelunasan Retribusi Parkir
Berlangganan jelas tercetak a/n Dinas Perhubungan Komunikasi Dan Informatika
Kabupaten Ngawi. Dengan kata lain, penarikan retribusi parkir berlangganan itu
resmi diketahui dinas yang bersangkutan.
Dan
petugas penarik retribusi yang berseragam putih-hitam itu ditengarai sebagai
tenaga yang direkrut Dishub setempat dengan sendirinya hasil kutipan retribusi
parkir ganda itu dikelola Dishub setempat sehingga hasil kutipan uang parkirnya
kurang bisa dipertanggungjawabkan.
Masyarakat dan anggota dewan menghendaki agar
pelaksanaan parkir berlangganan ditinjau ulang atau direvisi karena di lapangan
ada penarikan parkir ganda.
Pertanyaannya, siapa yang menginstruksikan petugas
parkir yang tiba-tiba ganti seragam seperti pakaian yang dipakainya sehari-hari
? Menurut sumber di lapangan, hal itu hanya siasat Dishub yang ingin menunjukkan
bahwa itu petugas parkir swasta, bukan petugas Dishub. Namun kenyataannya,
petugas parkir itu banyak yang muka lama yang dulu mendapat tugas dari Dishub
setempat untuk menjadi petugas parkir dan dikelola oleh Dishub setempat. Tidak
terima dengan perlakuan dari Dishub setempat, akhir tahun 2013 ada 7 orang
petugas parkir yang ditempatkan di Terminal Notonegoro, Ngawi, melaporkan
kasusnya ke Polres Ngawi.
Menurut salah satu korban yang tak mau
disebut namanya kepada Kasmijanto dari FAKTA bahwa dia dengan teman-teman yang
lain tergiur menjadi petugas parkir karena selain mendapatkan SK dari oknum Ka
UPT Terminal, juga waktu itu mereka mendapat seragam seperti PNS Dishub. Namun mereka
juga diwajibkan setor uang antara Rp 10 juta – Rp 15 juta per orang dengan
janji nanti akan diangkat sebagai CPNS lewat seorang perantara. “Waktu itu saya
setor uang Rp 15 juta, Pak, dan mendapat Surat Perintah Tugas ditempatkan di
jalan sekitar Ngrambe,” jelas CT, salah seorang korban, kepada FAKTA.
SPT (Surat Perintah Tugas) itu ditandatangani
Ka UPT Terminal Ngrambe, AS. Menurut informasi sudah purna tugas tanggal 22
Maret 2010 dan dalan penugasan itu disebutkan tanggal mulai melaksanakan tugas
terhitung tanggal 1 April 2010 s/d 31 Desember 2010. Menurut keterangan yang
mereka terima, setelah menjalani akhir tugas mereka akan diangkat menjadi CPNS,
ternyata tidak.
Nasib
yang sama juga dialami sekitar 100-an orang dengan membayar bervariasi mulai
dari Rp 5 juta – Rp 15 juta dan umumnya lewat perantara/calo.
Dengan
tidak adanya kejelasan, ditambah adanya PP 48 Tahun 2005 di mana sejak
diterbitkannya PP tersebut semua Dinas/Instansi tidak diperkenankan mengangkat
tenaga kontrak/honorer maka mereka ada yang menuntut dikembalikannya uang
mereka ke perantara. Namun di antaranya ada yang pilih keluar dan mencari kerja
ke Jakarta. Dan kini permasalahan adanya uang sogokan yang diduga diberikan
petugas parkir kepada pejabat UPT Terminal itu sedang ditangani pihak
kepolisian setempat. Beberapa orang sudah dimintai keterangan, termasuk Kadishub
Ngawi yang baru maupun lama. Bagaimana kelanjutan kasus di atas, kita tunggu
perkembangan selanjutnya. (F.219)R.26
No comments:
Post a Comment