Warga Tawangsari Dan Nguter Protes Pendirian Tower
Kapolsek Nguter, AKP Didik Noertjahjo SH |
WARGA Dusun Nguter, Desa Nguter, Kecamatan Nguter,
menyegel tower Base Transceiver Station (BTS) milik salah satu provider telekomunikasi di Indonesia.
Hal ini dikarenakan belum ada kesepakatan nilai kompensasi antara warga dengan provider telekomunikasi tersebut. Protes
serupa juga terjadi di Dukuh Watulumbung, Desa Watubonang, Kecamatan
Tawangsari.
Data
yang berhasil dikumpulkan Majalah FAKTA, tower
itu berdiri di tengah-tengah permukiman penduduk di RT 002/RW 007, Dusun
Nguter, Desa Nguter, Kecamatan Nguter, sejak 2005. Kala itu setiap keluarga
mendapat kompensasi senilai Rp 500.000. Ada sekitar 30 keluarga yang
berdomisili di sekitar tower mendapat
kompensasi.
Izin
operasional tower itu selama 10 tahun
mulai awal 2005-2015. Saat awal 2015, warga setempat tak dilibatkan dalam
perpanjangan izin operasional tower. Mereka
menuntut diberi kompensasi senilai kurang lebih Rp 410 juta. Sementara pihak provider telekomunikasi hanya bersedia
membayar kompensasi senilai Rp 10 juta untuk 30 keluarga.
Salah
satu warga setempat, Haryono, mengatakan, penyegelan tower dilakukan sejak akhir Juni lalu. Mereka sepakat menyegel tower setelah melakukan pertemuan untuk
membahas permasalahan tersebut. Warga bersikukuh harus mendapat kompensasi dari
pihak provider telekomunikasi. “Setelah
tak ditanggapi, kami menurunkan nilai kompensasi dari semula senilai Rp 410
juta menjadi Rp 268 juta untuk 30 keluarga. Namun hingga sekarang juga belum
ada kejelasan,” katanya.
Warga
telah melaporkan permasalahan tersebut ke pemerintah desa, pemerintah kecamatan
maupun pihak kepolisian. Namun, hingga kini juga belum ada respon baik dari
pemerintah desa maupun pemerintah kecamatan dan pihak kepolisian.
Warga
mengancam bakal membongkar tower itu
apabila tak ada kejelasan kompensasi dari pihak provider telekomunikasi hingga akhir Juli. Menurut mereka, nilai
kompensasi yang ditawarkan kepada warga terlalu kecil. “Kami akan membongkar tower apabila tak ada kejelasan mengenai
ganti rugi. Ini sudah kesepakatan warga,” paparnya.
Hal
senada diungkapkan warga setempat, Agus. Menurut dia, warga tak pernah diajak
berunding saat izin operasional tower
diperpanjang. Warga setempat semula tidak mengetahui izin operasional tower yang habis pada awal 2015. Setelah
ditelusuri ternyata izin operasional tower
itu telah diperpanjang.
Masalah
yang sama juga dialami warga Watubonang, Kecamatan Tawangsari, terkait
pendirian tower salah satu perusahaan
seluler. “Pasalnya, warga di lingkungan
tempat tower berdiri tidak pernah
diajak musyawarah. Mendadak, tower berdiri
dan ketika ditanya katanya sudah mendapat izin warga sekitar,” kata salah
seorang warga, Basuki.
Terkait
masalah itu, warga protes dan dikumpulkan, akhirnya diproleh keterangan bahwa tanda
tangan warga dipalsu. Karena mendapat protes warga, Muspika Tawangsari dipimpin
langsung Camat Suyatman mengumpulkan warga. Namun, sejauh ini belum ada
kepastian dan lokasi tower diberi
garis polisi.
Sementara
itu, Kapolsek Nguter, AKP Didik Noertjahjo SH, mewakili Kapolres Sukoharjo,
AKBP Andy Rifai, mengungkapkan unsur musyawarah pimpinan kecamatan (Muspika)
Nguter belum dilibatkan untuk merampungkan permasalahan itu. Menurut kapolsek,
pertemuan hanya dilakukan oleh warga setempat.
Kendati
demikian, pihaknya tetap akan memfasilitasi pertemuan antara warga dengan pihak
provider telekomunikasi agar
permasalahan itu rampung secepatnya. “Tuntutan nilai kompensasi warga terlalu
tinggi, jadi tak ada titik temu,” katanya. (F.921) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment