WALIKOTA Surabaya, Ir Tri Rismaharini MT yang
dikenal tegas, disiplin, cermat dan cerdas serta mendapatkan segudang penghargaan
termasuk penghargaan sebagai walikota terbaik sedunia, sepertinya lupa untuk
melakukan penertiban terhadap pelanggaran Perda No.10 Tahun 2000 tentang
pembuatan tanggul pengaman jalan (speedtrap)
yang dikenal masyarakat sebagai “polisi tidur” dan pintu penutup jalan.
Seperti
diketahui bahwa di perumahan-perumahan dan perkampungan-perkampungan di Kota
Surabaya pembuatan “polisi tidur” menjamur dengan alasan sarana pengaman agar
kendaraan bermotor melaju dengan pelan sehingga tidak mengganggu warga. Selain
itu juga dibuat pintu penutup jalan.
Namun
semua itu malah meresahkan pengguna jalan karena kendaraan bermotornya bila
melintasi “polisi tidur” itu dapat dipastikan bagian bawahnya akan nggasrek/nggaduk. Begitu juga dengan
becak yang muatannya cukup banyak tidak sedikit yang pelegnya melengkung/peyok akibat terganjal “polisi tidur”
yang dilewatinya.
Ketua
DPRD Kota Surabaya, Mahmud SSos, saat dikonfirmasi FAKTA mengatakan bahwa tujuan
peraturan daerah (perda) dibuat untuk kebaikan warga kota sehingga sudah
selayaknya masyarakat mematuhinya, termasuk dalam pembuatan tanggul pengaman
jalan (“polisi tidur”) dan pintu penutup jalan. Diharapkan juga kepada
Pemerintah Kota Surabaya untuk tidak segan-segan menertibkannya sebagai wujud
penegakan hukum agar tidak meresahkan masyarakat luas/pengguna jalan. Bila
dengan alasan untuk pengamanan, perlu dicarikan solusinya yang terbaik sehingga
tidak merugikan masyarakat yang lain.
Sedangkan
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya dari Fraksi PKB, K H Moch Naim Ridwan, mengatakan
bahwa pada prinsipnya pelanggaran perda atau yang melanggar hukum perlu
ditertibkan sebagaimana yang diatur dalam perda tersebut. Diharapkan warga
masyarakat untuk mematuhinya.
Ir
Masduki Toha dari Fraksi PKB DPRD Kota
Surabaya mengatakan bahwa pembuatan tanggul pengaman jalan (“polisi tidur”) dan
pintu penutup jalan jelas melanggar perda yang dapat merugikan masyarakat luas.
FAKTA mempertanyakan mengapa tidak ditertibkan ? Masduki menjelaskan, mungkin
saja karena walikota masih sibuk menangani yang lain maka terlupakan. “Seharusnya
aparat penegak perda yakni Satpol PP yang tanggap dan eksen untuk melakukan
penertiban, tidak hanya menunggu perintah walikota saja. Bila kita amati Satpol
PP gencar menertibkan tempat ijin usaha bangunan liar dan PK5 tapi mengapa
pelanggaran perda lainnya tidak ditertibkan ? Itu juga tidak kalah pentingnya. Makanya,
diharapkan Satpol PP segera melakukan penertiban pembuatan tanggul pengaman
jalan (“polisi tidur”) dan pembuatan pintu penutup jalan yang melanggar Perda
No.10 Tahun 2000 tersebut. Bila dikatakan untuk sarana pengamanan perlu
dicarikan solusinya, tidak serta merta harus melanggar hukum (perda), itu tidak
dibenarkan”.
Saat
ini warga perumahan elit ataupun di kampung-kampung menganggap jalan itu milik kampung
mereka sehingga mau dibuat apa saja terserah apa mau mereka, semaunya sendiri
tanpa memikirkan akibatnya pada pengguna jalan lainnya. Begitu juga dengan pintu
penutup jalan, seharusnya bisa ditutup setelah pukul 24.00 atau jam 12 malam
sampai Subuh, tetapi kenyataannya pintu penutup jalan ada yang hanya dibuka 1 jam
kurang dan tidak sedikit pintu penutup jalan yang malah ditutup rapat-rapat selama
24 jam. Sepertinya kampung/jalan itu miliknya sendiri saja. Itu semua tidak lepas
dari tidak tegasnya Pemerintah Kota Surabaya dalam menegakkan perda. Apabila
menertibkan permasalahan tersebut apakah takut nantinya bila mencalonkan walikota
khawatir tidak dipilih lagi oleh masyarakat yang membangun tanggul pengaman jalan
(“polisi tidur”) dan pintu penutup jalan itu ? Padahal tidak semua masyarakat
setuju jalan diberi “polisi tidur”, hanya sebagian kecil saja yang setuju yaitu
orang-orang yang memiliki jiwa egois, mengutamakan kepentingan sendiri, tidak
mau melihat kepentingan umum. Apalagi saat ini tidak sedikit Ketua RT dan Ketua
RW merasa sebagai penguasa di kampungnya yang bisa berbuat apa saja yang
diinginkan. Mereka sering lupa fungsi Ketua RT dan Ketua RW yang sebenarnya
yakni menyelesaikan setiap permasalahan di kampungnya dengan baik, memberikan pelayanan
administrasi kependudukan kepada warganya. Tetapi tidak sedikit dari mereka
yang melakukan sesuatu melampaui kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Kota
Surabaya. Ada yang menganggap jalan di kampungnya sebagai kewenangan dan
kekuasannya seperti miliknya sendiri saja. Hingga menyebabkan terjadinya
pelanggaran perda.
Dari
hasil wawancara FAKTA dengan warga kampung, perumahan dan pengendara kendaraan
bermotor serta tukang becak, dari 200 orang yang diwawancarai terdapat 165 orang (82,5%) menyatakan tidak setuju
adanya tanggul pengaman jalan (speedtrap/”polisi tidur”) dan pintu penutup
jalan tersebut.
Menurut
penuturan warga, pada saat ada rapat warga di RT ada salah seorang yang usul
pemasangan “polisi tidur” dan pintu penutup jalan tersebut dan warga yang lain
mengamini saja karena sungkan dan ada yang takut. Ada pula inisiatif dari
pengurus RT sendiri, namun sebenarnya sebagian besar warganya tidak setuju.
Mengapa
demikian ? Karena kurangnya pemahaman yang dimiliki warga dan kurangnya
sosialisasi dari aparat Pemerintah Kota Surabaya dalam hal ini camat, lurah dan
penegakan pelanggaran perda oleh Satpol PP. Apa pekerjaan Satpol PP hanya
menertibkan PK5, bangunan liar dan tempat usaha yang tidak memiliki ijin saja ?
Apakah bila menertibkan pelanggaran perda tentang pembuatan tanggul jalan (“polisi
tidur”) dan pintu penutup jalan kampung itu tidak ada “sawerannya” sehingga ogah-ogahan
untuk melakukan penertiban ? Pasalnya, selama ini yang FAKTA amati, Satpol PP
gencar melakukan penutupan tempat usaha yang tak berijin kemudian “dilakukan
nego” bisa dibuka kembali.
Pakar
hukum dari Fakultas Hukum UNAIR Surabaya, DR Sukardi SH MH, mengatakan bahwa hal
itu merupakan pelanggaran hukum dalam hal ini perda tentang pembangunan tanggul
pengaman jalan (“polisi tidur”) dan pintu penutup jalan atau berupa apa pun.
Maka, Pemerintah Kota Surabaya harus segera melakukan penindakan agar warga kota
taat dan tertib hukum. Seharusnya Satpol PP melakukan penertiban dan sebaiknya
RT dan RW diberitahu terlebih dahulu atau diberi surat edaran melalui camat dan
lurah agar bangunan tanggul pengaman jalan (“polisi tidur”) di kampungnya dibongkar
dan pintu penutup jalan tidak ditutup 24 jam dan ada yang jaga bila dibuka dan
ditutup, karena melanggar Perda No.10 Tahun 2000. Soal warga ingin rasa aman
dan pengendara bermotor tidak kebut-kebutan di kampungnya maka perlu ada solusi
yang lain. Apabila sangat diperlukan oleh masyarakat maka perlu diadakan
penelitian yang cermat dan teliti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya
bersama kepolisian.
Diharapkan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini,
dapat mendengarkan keluhan masyarakat tentang masalah tersebut dan dapat segera
dilakukan penertiban secara menyeluruh agar tidak dikatakan tebang pilih. (F.809) majalah fakta online
No comments:
Post a Comment