KASUS BBM ilegal Serangan yang diduga dilakukan
Nyoman Turut dan Wayan Pasek Wijaya masih menjadi topik pembicaraan hangat
masyarakat Serangan. Masih menjadi misteri, sehingga semakin menarik diangkat
ke ranah publik mengingat ragam kejanggalan dan pertanyaan yang belum
terjabarkan hingga kini. Surat verifikasi dan rekomendasi pembelian BBM,
contohnya, yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Peternakan Kota Denpasar
diperuntukkan bagi kelompok nelayan Serangan yang diwakili I Nyoman Turut.
Menurut
Ida Bagus Suanda, Kasi Pengembangan Usaha Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Kota Denpasar, mewakili Drh IGA Astiwati, Kepala Bidang P2HP, dan seizin kepala
dinas, menuturkan bahwa surat verifikasi dan rekomendasi pembelian BBM untuk
Nyoman Turut hanya sekali diberikan. Yakni, surat tertanggal 15 Januari 2013,
perihal surat untuk usaha mikro bernomor 523.3/2555/DPPK yang hanya berlaku
hingga 3 bulan terhitung sejak 2 April 2013. Jumlah BBM bersubsidi dalam surat
itu sebanyak 27.000 liter jenis premium dan sebanyak 12.000 liter jenis solar,
bukan sebanyak 900 liter per bulan seperti dikatakan sebelumnya.
“Surat
itu hanya berlaku hingga 15 Juli 2013. Dan, itu surat rekomendasi pertama sekaligus
terakhir kami untuk kelompok nelayan Serangan yang diwakili Nyoman Turut. Sejak
surat itu kami tidak lagi mengeluarkan rekomendasi pembelian BBM untuk yang bersangkutan,”
ujar Suanda.
Aneh,
jika surat rekomendasi yang dikeluarkan pihak Dinas Peternakan, Perikanan dan
Kelautan Kota Denpasar itu berakhir hingga 15 Juli 2013, besar kemungkinan
surat yang dimiliki Nyoman Turut itu Aspal alias asli tapi palsu. Asli surat
rekomendasi namun palsu karena tidak diakui pihak Dinas Peternakan, Perikanan
dan Kelautan Kota Denpasar yang disebut-sebut sebagai pihak pemberi
rekomendasi.
Lalu
surat apakah yang diamankan pihak Polresta Denpasar sebagai barang bukti atas
kasus BBM ilegal yang disangkakan terhadap I Nyoman Turut ?
Itulah
salah satu tanda tanya besar yang harus diungkap para penegak hukum. Pasalnya, pengungkapan
hingga penangkapan tersangka berikut pengamanan barang bukti kasus yang telah
di-SP3-kan itu, sekitar September 2013. Atau, tepatnya pada Kamis, 12 September
2013, sementara surat verifikasi dan rekomendasi yang dikeluarkan pihak Dinas
Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar itu diakui berakhir hingga 15
Juli 2013. Padahal salah satu barang bukti yang diamankan pihak Polresta
Denpasar sendiri, saat itu, adalah surat verifikasi dan rekomendasi pembelian
BBM bersubsidi dari Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar. Lo kok
???
Pihak
PT (Persero) Pertamina Unit Pemasaran V Cabang Denpasar di Jalan Sugianyar,
Denpasar, melalui M Ivan Syuhada, ditemui FAKTA secara terpisah, bahkan mengaku
hingga kini pihaknya belum menerima tembusan surat verifikasi dan rekomendasi yang
dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Peternakan Kota Denpasar yang ditujukan
kepada SPBU 54.801.16 di Jalan By Pass Ngurah Rai – (Makro), Pesanggaran,
Denpasar, itu. Kendati mengaku pernah melihatnya di SPBU dimaksud, dirinya
beserta staf bagian surat-menyurat atau pihak administrasi kantornya justru
mengaku belum pernah melihat surat yang katanya ditembuskan terhadap kantornya
itu.
Hal
yang tak kalah mencengangkan adalah pengakuan para anggota Kelompok Nelayan
Cipta Karya 1 Serangan. Mereka mengaku tidak pernah sekali pun sejak menjadi
nelayan mendapat jatah BBM bersubsidi yang dialokasikan oleh pemerintah melalui
surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Peternakan Kota Denpasar itu.
Pembelian BBM untuk kebutuhan mesin boat mereka hanya dilakukan pada SPBU di
Serangan. Pembeliannya tidak pernah dilakukan pada SPBU di By Pass Ngurah Rai –
Makro, Pesanggaran, sebagai pihak yang ditunjuk dalam surat rekomendasi itu untuk
melayani pembelian BBM bersubsidi anggota kelompok nelayan Serangan. “Dan bahan
bakar mesin boat kami, premium, Pak. Bukan BBM solar seperti yang diberitakan
di media,” ujar pria 48 tahun yang meminta supaya namanya ditulis inisial WS,
diamini tujuh nelayan lain, dua di antaranya berinisial MW (52) dan NU (45).
Jika
pengakuan itu benar, ke manakah BBM bersubsidi itu disalurkan Nyoman Turut ?
Bahkan, jika benar demikian, dipastikan terdapat kerugian uang negara dengan
angka fantastis yang penyalurannya tidak jelas atau tidak tepat sasaran. Uang
sebesar Rp 526.500.000,- (lima ratus dua puluh enam juta lima ratus ribu rupiah)
itu menguap tanpa jelas peruntukannya dan siapa yang menikmatinya. Uang sejumlah
itu terakumulasi jika harga satuan liter BBM non-subsidi diambil kisaran Rp 11
ribuan dan harga setelah subsidi sebesar Rp. 6.500,- sehingga besaran subsidi dalam
setiap liternya senilai Rp 4.500. Nilai subsidi sebesar itu dikalikan dengan
total jumlah BBM yang didapat melalui rekomendasi itu selama 3 bulan, yakni
sebanyak 39.000 X 3 = 117.000 liter premium dan solar.
Untuk diketahui, kelompok nelayan di Serangan
sendiri sebanyak 2 kelompok. Kelompok pertama bernama Nelayan Cipta Karya 1,
dan kelompok kedua bernama Nelayan Cipta Karya 2. Jumlah anggota masing-masing
kelompok berkisar 35 orang dan menurut WS, MW dan NU, pada kelompok Nelayan
Cipta Karya 1 anggota aktif atau yang masih beraktivitas sebagai nelayan hanya
sekitar 65 %-nya saja. (F.915) majalah fakta online
No comments:
Post a Comment