SOAL besarnya biaya dan
lamanya waktu pengurusan sertifikat tanah
menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat Kabupaten Sumenep. BPN (Badan
Pertanahan Nasional) Kabupaten Sumenep dinilai tutup mata terhadap ulah oknum-oknumnya yang bekerja dan berbuat tidak sesuai dengan
ketentuan. Seharusnya BPN transparan tentang rincian biaya sertifikat tanah dan tata cara pengurusannya agar penyelesaiannya sesuai dengan harapan.
Di antara sekian banyak kasus terdapat
pengurusan 2 bidang tanah di Kampung Laok Sok-sok, Desa Pandian, Kecamatan Kota Sumenep, yang tidak
jelas. 1 bidang tanah seluas 110 m2 (pembelian) a/n Dina dengan rincian biaya;
pengukuran peta bidang sebesar Rp 800.000,- ke BPN, akte jual beli sebesar Rp
600.000,- ke PPAT (Kecamatan), pengesahan dan balik nama Rp 1.300.000,- ke BPN,
PPH Final Rp 1.500.000,- ke kantor pajak (ada bukti pembayaran dari bank). Dan,
1 bidang tanah/bangunan seluas 200 m2 (pemisahan) a/n Hafid, dipisahkan menjadi
2 bidang , dengan biaya Rp 5.200.000,-
diterima oleh oknum desa berinisial DS, dengan rincian untuk biaya 3 peta bidang
(termasuk 1 peta bidang a/n Dina tersebut di atas) dan untuk biaya 2 akte
pemisahan (ada copy tanda terima uang). Kejelasan rinciannya adalah 1
bidang tanah a/n Dina, biaya peta
bidang dan akte jual sebesar Rp 1.400.000,- (Rp 800.0000,- + Rp 600.000,-).
Untuk 1 bidang tanah a/n Hafid biaya peta bidang dan akte pemisahan sebesar Rp
4.400.000,- (Rp 5.200.000,- - Rp 800.000,-). Biaya pengesahan dan balik nama
a/n Dina sebesar Rp 1.300.000,-(Terbit sertifikat bulan Januari 2014) a/n Hafid sebesar Rp 3.500.000. Kata Hafid, menurut DS, karena belum dibayar maka tidak terbit
sertifikatnya.
Konfirmasi terhadap DS bahwa uang yang
diterimanya itu sesuai dengan keputusan desa dan sesuai dengan permintaan. Selanjutnya
diserahkan kepada orang BPN berinisial HR yang
telah melakukan pengukuran sekitar bulan Juni 2012. diduga HR tidak
dilengkapi Surat Tugas dari Kepala BPN Sumenep
dan tidak berkapasitas sebagai Juru Ukur.
Kades
Pandian (Totok) menyatakan bahwa tidak ada keputusan desa, jika DS ngomong demikian,
itu ulahnya.
Penelusuran
lebih lanjut yang dilakukan Amin Djakfar
dan R M Farhan Muzammily dari FAKTA ke BPN Sumenep, ternyata tidak dapat menemui
langsung Kepala BPN. Walaupun yang bersangkutan ada akan tetapi FAKTA diantar
oleh petugas ke Kasubag BPN, Ahmad Mukim
Haryono. Mukim yang masih baru menyatakan
bahwa hal ini disebabkan karena ulah
oknum-oknum seperti dari BPN yang masih
dicermati dan oknum-oknum perangkat desa
serta oknum-oknum lembaga terkait lainnya.
Ketika
ditanya soal tata cara pengurusan tanah dan daftar biaya penyelesaian sertifikat
tanah, dengan rasa enggan Mukim menyatakan bahwa petugasnya tidak ada.
“Sebaiknya dilihat di luar”. (Tim) majalah fakta onlineKantor BPN Kabupaten Sumenep |
No comments:
Post a Comment