DALAM Pemilu Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota 2014, Partai
Demokrat mengalami penurunan suara yang sangat tajam dan dahsyat. Dalam Pemilu
2009, Partai Demokrat meraih ± 20.85% suara untuk DPR RI, dan sekarang Partai
Demokrat hanya memperoleh 9,70% suara menurut perhitungan cepat LSI.
Ini
semua tidak lepas dari ulah para petinggi partai yang menggarong uang rakyat
alias koruptor, setiap hari masyarakat dicekoki kebejatan para petinggi Partai
Demokrat melalui media cetak maupun media elektronik khususnya TV One dan Metro
TV, bagaimana masyarakat tidak galau ? Partai Demokrat tidak memenuhi janjinya
untuk menolak pemberian berupa apa pun yang tidak sah/halal atau ternyata para
petinggi Partai Demokrat berbuat sebaliknya. Dengan adanya kejadian itu membawa
imbas ke daerah-daerah pemilihan, sebagian besar pemilih sudah tidak percaya
lagi dengan Partai Demokrat. SBY maunya memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh
namun malah kader partainya sendiri korupsi, SBY pun jadi serba salah.
Sebenarnya SBY orangnya baik dan jujur tetapi para pendampingnya yang
menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan SBY.
Di
sisi lain, menurut pengamatan penulis, Soekarwo alias Pakde Karwo jauh hari
sebelum Pileg 2014, sudah mengantisipasi yang akan terjadi. Partai Demokrat
dipastikan akan jatuh tersungkur maka Pakde Karwo sudah mengambil langkah
strategis. Pakde Karwo mengantisipasi dengan cerdik, cermat dan cerdas agar
nantinya dalam memimpin Provinsi Jawa Timur tidak mendapat hambatan, ganjalan
maupun tantangan dari rival politiknya dengan cara sekali melangkah
menginjakkan 3 (tiga) kaki atau dapat dikatakan berpijak pada tiga partai :
·
Yang
pertama, Pakde Karwo menginjakkan kakinya pada Partai Demokrat
·
Yang
kedua, Pakde Karwo menginjakkan kakinya pada Partai Golkar
·
Yang
ketiga, Pakde Karwo menginjakkan kakinya pada PDIP
Pakde Karwo ibarat jasadnya memiliki tiga (3)
makna yaitu :
1.
Roh
Pakde Karwo berada dalam kandungan PDIP
2.
Raga/jasmani
Pakde Karwo berada dalam naungan Partai Golkar
3.
Baju/busana
gebyarnya Pakde Karwo berada pada Partai Demokrat karena Pakde Karwo pada saat
dicalonkan Gubernur Jatim bukan merupakan kader dari Partai Demokrat hanya kebetulan
saja memanfaatkan popularitas Pakde Karwo.
Bagaimanapun juga, diakui
atau tidak, yang dapat dipastikan
bahwa
Pakde Karwo adalah kader Golkar, PDIP/PNI dan GMNI. Itu semua tidak lepas dari makna
jiwa dan raga Pakde Karwo seperti yang diuraikan di atas.
Mengapa
dikatakan roh/jiwa Pakde Karwo adalah PDIP ? Karena sejak dalam kandungan
sampai lahir Pakde Karwo dibesarkan dalam lingkungan PNI dalam hal ini PDIP,
yang kedua raga/jasmani Pakde Karwo dalam pekerjaan, karier ke jenjang jabatan
di pemerintahan tidak lepas dari Partai Golkar, bagaimanapun masih mempunyai
ikatan yang erat dengan Golkar, paling tidak masih memiliki balas budi, karena
yang membesarkan dalam jabatan adalah Golkar. Sedangkan di Partai Demokrat,
Pakde Karwo datang tiba-tiba karena mukjizat dari Tuhan gara-gara menang konvensi
calon Gubernur Jatim dari PDIP tetapi didepak oleh Ir Sucipto, diambil alih
oleh Sucipto yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Jatim namun gagal. Dengan
adanya kejadian itulah Partai Demokrat, PKS dan PAN memanfaatkan sesuatu yang
baik yakni Pakde Karwo kelihatan melayang di udara ditangkaplah dalam genggaman
Partai Demokrat kemudian dicalonkan jadi Gubernur Jatim. Ibaratnya bila status
tanah belum memiliki status atas hak sebagai hak milik dalam arti di Partai
Demokrat, Pakde Karwo belum memiliki jiwa dan raga karena belum merupakan kader
Partai Demokrat tetapi pendatang baru dari kader partai lain. Namanya juga sudah
pulungnya, sudah garisnya jadi meskipun dicegah, dijegal ataupun diapakan saja
tetap jadi Gubernur.
Pakde
Karwo dengan PDIP tidak bermusuhan, yang berlawanan adalah dengan Soecipto,
Sekjen PDIP, secara privat. Namun Megawati sebagai Ketua Umum PDIP tidak bisa
berbuat apa-apa menghadapi Ir Sucipto, karena bagaimanapun Ir Sucipto memiliki
jasa yang sangat besar pada PDIP/Megawati yang tidak dapat dilupakan sepanjang
masa. Maka hutang budi yang harus dilakukan. Maka Pakde Karwo dengan PDIP
sampai saat ini tetap mesra-mesra saja dan tidak ada masalah.
Kader Partai Demokrat
masih berpeluang untuk jadi Wapres.
Melihat
peta politik saat ini, walaupun Partai Demokrat terjungkal masih memiliki
kekuatan yang bisa diandalkan. SBY masih mempunyai wibawa, analisa, prediksi
kekuatan Calon Presiden melalui koalisi sebagai berikut :
Putaran
kesatu (1);
I.
PDIP 19.73% + Nasdem 6,70% = 26,43%
II.
Golkar 14,56% + Hanura 5,23% + PKS 6,61%
= 26,4%
III.
Partai Demokrat 9,70% + Partai Gerindra
11,88% + PAN
7,43% + PPP 7,01% + PKB 9,70% = 45,72%
Putaran kedua (2)
I.
PDIP
19,73% + Nasdem 6,70% = 26,43%
II.
Partai
Demokrat 9,70% + Partai Gerindra 11,58% + PAN 7,43 +
PKB 9,70% + PPP 7,01% + Golkar 14,56% + Hanura
5,23% +
PKS 6,61% = 71,82%
Dengan
demikian dapat dipastikan koalisi kelompok kedua menjadi pemenang dan dapat
dimungkinkan Prabowo Subianto yang jadi Presiden dan Hatta Rajasa sebagai Wakil
Presiden.
Mengapa
Golkar bergabung dengan Demokrat Cs ? Karena Golkar berpikir rasional, cerdik
dan cerdas. Bila bergabung dengan PDIP, Golkar tidak akan bisa banyak berperan,
tidak memiliki kekuatan yang lebih besar karena sama-sama partai besar memiliki
suara terbanyak kesatu dan kedua. Sedangkan bila bergabung dengan Partai Demokrat,
maka Golkar akan memperoleh kekuasaan yang lebih besar dan tidak bisa didikte,
bisa-bisa malah jadi penguasa dan menjadi penentu karena Golkar memiliki suara
terbanyak di antara koalisi yang lainnya. Itulah kemungkinan pertimbangan
Golkar. Kalau PKS dan Hanura masih belum jelas arahnya, karena dengan Demokrat
dan Gerindra kurang sejalan.
Namun demikian kelompok fungsionaris Golkar dari
sebagian DPC menginginkan Ketua Umumnya, Aburizal Bakri, agar mengundurkan diri
dari pencalonan presiden dan nantinya Golkar cukup mengajukan calon wapres
saja, yang dicalonkan Yusuf Kalla atau Akbar Tanjung. Melihat dari peta
politik, Golkar dapat dianalisa Golkar nantinya akan berkoalisi dengan PDIP.
Apa yang terjadi, barang tentu Abu Rizal Bakri yang telah mati-matian berjuang
demi Golkar dan mengeluarkan dana ratusan milyar mungkin sampai triliunan
rupiah akan dikorbankan begitu saja. Apa kiranya Abu Rizal Bakri mau mundur
begitu saja, kok enak, apa Abu Rizal Bakri itu orang bodoh, mungkin akan
terjadi pertumpahan darah bila benar-benar Abu Rizal Bakri dilengserkan dari
Ketum dan Calon Presiden dari Golkar. Maka, diharapkan para fungsionaris Golkar
lebih berhati-hati untuk mewujudkan keinginannya agar tidak timbul perpecahan
di tubuh Golkar. Sangat disayangkan, jangan-jangan nantinya akan terjadi
kehancuran. (R.26) majalah fakta online
Drs Imam Djasmani SH
Pengamat Politik
|
No comments:
Post a Comment