Warga terkena
ganggungan saluran pernafasan (ISPA),
PT Merak Jaya Beton dapat dijerat UU
No.32 Tahun 2009
AKSI demo ratusan warga RT 04, RW 07 Kemlaten, Kelurahan
Kebraon, Kecamatan Karangpilang, Kota Surabaya, yang dilakukan tengah malam
pukul 23.00 Wib, Sabtu (19/4) sempat membuat lalin arus jalan Mastrip macet. Hal
ini dilakukan lantaran warga Kelurahan Kebraon kesal atas tindakan PT Merak
Jaya Beton yang beroperasi sejak tahun 2002 bergerak dalam bidang jasa persewaan
readymix pengecoran untuk konstruksi bangunan gedung, telah melakukan usaha
tanpa menghiraukan warga sekitarnya atas dampak yang ditimbulkannya.
Pabrik
beton yang dipimpin Hengky tersebut menghasilkan debu pekat hingga mencemari
pemukiman warga. Bahkan mengganggu kesehatan warga berupa gangguan saluran
pernafasan (ISPA) serta mengganggu jarak pandang pengguna kendaraan bermotor.
Belum lagi suara bising yang ditimbulkan perusahaan itu. Bahkan sebelum aksi
tersebut dilakukan sempat terdengar suara keras seperti ledakan. Menurut sumber
di lokasi, ledakan tersebut berasal dari kompresor saat membersihkan mesin
molen (readymix).
Aksi
warga yang diwakili oleh Siti Mariyam, calon jadi Anggota Legeslatif DPRD Kota
Surabaya dari PDI Perjuangan, yang didampingi Ketua RT 04 maupun Ketua RW 07, ditemui
Hengky, Dirut PT Merak Jaya Beton, dan disaksikan puluhan warga menghasilkan
kesepakatan yang ditandatangani di atas materai bahwa segala aktifitas
perusahaan akan dihentikan. Namun, faktanya, setelah massa aksi bubar keesokan
harinya PT Merak Jaya Beton tetap beroperasi seperti semula.
Sebelumnya,
tanggal 7 Mei 2013 warga pernah membuat surat penolakan dan keberatan atas
keberadaan PT Merak Jaya Beton yang disampaikan 100 orang warga dengan
menyampaikan keluhan di antaranya; a) sesuai UU No.32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan, kapasitas debu yang
ditimbulkan maximal 0,26 mg/m3, namun kenyataannya melebihi baku mutu kadar debu
pabrik yaitu sebesar 0,6305 mg/m3, b) pengaruh debu semen yang ditimbulkan
perusahaan sangat membahayakan dan sangat mengganggu bagi kesehatan warga di antaranya
anak-anak. Hal tersebut bisa dilihat dari warga yang terkena dampak sakit
saluran pernafasan (ISPA), penyakit kulit dan gatal-gatal, c) pengaruh debu
semen yang ditimbulkan perusahaan sangat meresahkan warga karena rumah, tempat
ibadah (masjid) jadi kotor dan kumuh, d) meminta kepada Kelurahan Kebraon dan
Camat Karang Pilang untuk segera menghentikan segala aktifitas/kegiatan PT
Merak Jaya Beton.
Aksi
demo yang dilakukan warga Kemlaten (19/4) kepada PT Merak Jaya Beton yang
diketahui pabrik tersebut menyewa tanah milik Haji Muhammad itu akibat dari
kekecewaan warga yang tidak dapat ditolelir lagi, karena sudah dilakukan
berulang kali namun PT Merak Jaya Beton tetap beroperasi tanpa memikirkan
keselamatan warga sekitarnya. Bahkan sesuai laporan hasil pengujian yang
dilakukan mahasiswa FKM Unair pada tanggal 29 Oktober 2012 di lokasi Kelurahan
Kebraon RT 04 RW 07 tentang kadar debu lingkungan diketahui pada halaman belakang
Masjid Agung Kemlaten kadar debunya mencapai 0,7265 mg/m3 dan depan rumah Ibu Mujiati
kadar debunya mencapai 0,5352 mg/m3.
Kepada
Sudarmanto dari FAKTA, Sukardi, Ketua RW 07 Kelurahan Kebraon, mengatakan, warga
sudah pernah berkomunikasi dengan pihak pabrik pada 2005, dan tak pernah
ditanggapi. Bahkan sebelumnya warga sudah
melakukan pengaduan ke instansi terkait hingga pernah hearing di Komisi A
(16/9/2013), namun hingga saat ini tidak ada tindakan. Dan, katanya, Komisi
A mau inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pabrik, tapi nyatanya hingga saat ini
tidak pernah dilakukan. “Ada apa ?” jelasnya.
Sementara itu menurut Siti Mariyam,
Koordinator Aksi, dengan adanya asap yang mengganggu pernafasan serta suara
bising yang ditimbulkan PT Merak Jaya Beton tersebut, warga menginginkan pabrik
itu segera ditutup agar tidak mengganggu warga. Karena dengan adanya asap
pabrik ini, selain mengakibatkan gangguan saluran pernafasan, juga menimbulkan
suara bising dan selalu beroperasi 24 jam non stop. Maka warga sepakat ingin
menutup pabrik tersebut.
“Satpol PP pernah memberikan
peringatan melalui surat nomor 503/4007/436.8/2013 tertanggal 3 September 2013,
toh sampai sekarang tetap saja beroperasi, seolah hanya gertak sambal saja, karena
tidak ada tindakan serius, sehingga membuat kecurigaan warga,” tegasnya.
Sedangkan menurut Yanto, Ketua
LSM LPPJT (Lembaga Pemantau Pembangunan Jawa Timur), mengatakan, PT Merak Jaya
Beton harus bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan, karena pengamatan
di lokasi menunjukkan bahwa pabrik itu telah melakukan kegiatan yang
mengakibatkan masyarakat di sekitar pabrik terkena dampak pencemaran udara,
karena debu yang ditimbulkan menyebabkan lingkungan di sekitarnya menjadi
kotor. Bahkan penduduk banyak yang terkena penyakit sesak napas. Apalagi sejak
beroperasi tahun 2002 sampai sekarang pabrik itu sama sekali belum memiliki
izin maupun dokumen lainnya, seperti HO, IMB, UKL, UPL, maupun Amdal sehingga
harus dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Sebab sesuai dengan UU
No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 98 ayat (1) mengatakan,”Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya
baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,-
(sepuluh miliar rupiah). Lalu ayat
(2) mengatakan,”Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp 12.000.000.000,- (dua belas miliar rupiah). Kemudian ayat (3) mengatakan,”Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat
atau mati, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah).
Sementara pasal 99 ayat (1) mengatakan,”Setiap
orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara
ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,-
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).
Dan, pada ayat (2)
mengatakan,”Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
sedikit Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp
6.000.000.000,- (enam miliar rupiah). (F.568) majalah fakta online
Siti Mariyam saat dialog dengan Hengky, Dirut PT Merak Jaya Beton |
No comments:
Post a Comment