Sunday, May 18, 2014

MAKASSAR RAYA : DEWAN SEBUT ANJAL DAN GEPENG TERORGANISIR



POTRET suram terlihat di sejumlah perempatan jalan di Kota Makassar. Upaya Pemkot Makassar untuk menekan jumlah anak jalanan (anjal) dan gelandangan dan pengemis (gepeng) sejauh ini masih jauh dari harapan. Seolah tak berpengaruh dengan perhelatan politik, mereka memilih beraktifitas hanya dengan alasan untuk menyambung hidup. Optimalisasi pembinaan anjal melalui tim terpadu dengan mendirikan posko di titik-titik rawan kehadiran anjal, juga mulai tak beroperasi lagi. Posko terpadu pun tidak berfungsi maksimal, bahkan menjadi tempat berteduh anjal dan gepeng.
Menanggapi hal itu Anggota Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Makassar, Stafuns Swardi Hiong, mengungkapkan, persoalan anjal tidak lagi berakar pada aspek sosial. Namun menjadi mata pencaharian terorganisir yang dimanfaatkan oleh kelompok tertentu. Jadi, soal anjal dan gepeng ternyata bukan lagi faktor sosial tapi sudah bergeser pada upaya kejahatan, khususnya perlindungan anak. Karena mulai terorganisir oleh jaringan dari kelompok tertentu. Untuk itu, menurutnya, Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar diharapkan tidak hanya melakukan pembinaan terhadap anjal namun mengungkap para pelaku yang mengorganisir para anjal tersebut. Fakta yang ia temukan, beberapa anjal dan gepeng kebanyakan berasal dari luar Kota Makassar yang notabene memilih profesi meminta-minta karena alasan keuntungan yang besar.
“Jadi, kebanyakan dari mereka adalah masyarakat urban dari sejumlah daerah di Sulsel. Mereka datang menyewa tempat kemudian beraktifitas menggunakan pakaian layaknya pengemis lalu meminta-minta di jalanan Kota Makassar. Padahal sebagian besar dari mereka punya handphone dan motor. Jadi, ada kecenderungan kalau pengemis menjadi profesi alternatif mereka,” ucap Swardi.
Anjal yang setiap hari mengemis di warung kopi wilayah Panakukkang, Rendi, Sinta dan Sitti (samaran) memilih profesi ini lantaran desakan dari orangtua mereka. “Kalau tidak mau disuruh begitu saya dipukuli,” aku mereka. Mereka pun mengaku mulai beraktifitas dari pagi hingga malam. Biasanya hasil dari mengemis itu mereka antarkan ke orangtuanya yang berprofesi sama. Mereka biasanya berkelompok dan biasanya bertempat di areal pelataran Mall Panakukkang atau perempatan lampu merah.
Begitu juga dengan kelompok lainnya. Sebagian teman mereka memilih tempat beroperasi di setiap pembayaran loket parkir keluar Mal Panakukkang atau mengikuti ibu-ibu yang ada uang kembaliannya. 
Sebelumnya, Dinsos Kota Makassar memprediksi ada 100 lebih titik potensi aktifitas anjal dan pengamen di Makassar. Namun pada tahun 2013 Dinsos hanya mampu mengoptimalkan 10 posko tim terpadu pembinaan anjal. Dinsos sebelumnya mengaku melakukan tim penindakan yang terdiri dari Satpol PP dan Tripika setiap kecamatan. Faktanya, upaya Dinsos belum memberikan dampak positif terhadap punurnan jumlah anjal di Makassar. (Tim) majalah fakta online

No comments:

Post a Comment