DIDUGA melakukan penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi, Pengelola Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU)
24.307.160 diadukan ke Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri)
oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Anti Korupsi Indonesia (LSM GAKI).
Melalui
surat pengaduan No.104/GAKI/P/SS/IV/2014 disebutkan, SPBU 24.307.160 milik
pengusaha dari Jambi bernama Joni, namun sebagai pengelola di lokasi adalah
Robi. SPBU yang berlokasi di Kecamatan Sungai Lilin, Desa Sukamaju, Kabupaten
Musi Banyuasin, itu diduga telah menyalahi ijin operasionalnya. Berdasarkan
undang-undang migas, BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang
kurang mampu atau ekonomi lemah, bukan untuk diperjualbelikan kepada industri.
Dalam
surat pengaduannya itu, LSM GAKI menyebutkan jumlah minyak premium dan solar
setiap harinya 2 tangki (16.000 liter) lebih kurang 32 ton, dan jumlah dokumen
resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Musi
Banyuasin (Disperindag) sebanyak 40 surat izin atau sama dengan untuk 40
orang yang masing-masing surat maksimal
untuk 300 liter solar dan 250 liter premium. Jadi, jumlah kuota lebih kurang 12
ton dengan harga untuk premium Rp 6.500/liter dan solar Rp 5.500/liter dan
diperuntukkan wilayah yang susah dijangkau dengan pendistribusian SPBU yang
disalurkan melalui koperasi atau kelompok yang mempunyai surat izin resmi yang
orientasinya usaha kecil dan menengah, dan itu telah memenuhi aturan serta benar.
Namun, jumlah kuota yang disalurkan dan
dikeluarkan ternyata melebihi kuota yang ditentukan, bisa mencapai 20-25 ton
hampir 80 % yang dikeluarkan untuk membeli pakai jerigen (tempat untuk
menampung minyak yang besar) rata-rata 1 mobil yang pakai jerigen 1 ton (1.000
liter) setiap harinya bisa mencapai 20 sampai 25 mobil. Ini jelas jumlahnya
melebihi kuota yang ditentukan.
Selanjutnya
dalam surat itu disebutkan bahwa untuk harga dari SPBU ke konsumen dikenakan tarif
rata-rata untuk solar Rp 5.800/liter yang seharusnya Rp 5.500/liter, dan
premium Rp 6.800/liter yang seharusnya
Rp 6.500/liter. Jadi, rata-rata keuntungan dari harga yang sebenarnya kalau dikonversikan
adalah 25 ton x Rp 300 = Rp 7.500.000,- ditambah lagi dengan yang membeli pakai
jerigen, setiap jerigen dikenakan Rp 5.000/jerigen. Sedangkan jumlah jerigennya
lebih kurang 625 buah x Rp 5.000 = Rp 3.125.000 + Rp 7.500.000 = Rp 10.625.000
setiap malam. Kalau dikalikan dengan 30 malam atau 30 hari = Rp 318.750.000,-
keuntungan dari pengelolaan SPBU yang
diduga menyalahi aturan tersebut.
Sedangkan
menurut undang-undang migas pasal 94 ayat 3 bahwa setiap orang atau badan usaha
yang menyalahgunakan pengangkutan atau niaga bahan bakar minyak yang disubsidi
oleh pemerintah maka dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda
paling tinggi Rp 60 milyar.
Namun
pelaksanaan pengelolaan SPBU tersebut telah berjalan cukup lama, sementara
peruntukannya dibagikan kepada orang atau kelompok yang mempunyai kepentingan
pribadi seperti banyak dibeli untuk industri atau dijual kepada industri dengan
cara dikumpulkan kepada pengepul illegal, ditambah lagi dengan mobil yang
mengisi berulang-ulang tetapi tidak ditegur oleh pengelolanya. Jelas ini sudah
ada kerja sama. Oleh karena itu LSM GAKI meminta kepada Mabes Polri untuk
menurunkan anggotanya agar dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan di
tempat. Karena, pihak penegak hukum yang ada di Sumsel diduga tutup mata.
Sementara itu, Pengelola SPBU 24.307.160 yang
dihubungi FAKTA melalui wawancara tertulis, sampai berita ini dikirim ke
redaksi belum memberikan jawaban, sedangkan di sana telah disebutkan bahwa apabila
surat tersebut tidak dijawab berarti data tersebut benar adanya. (F.601) majalah fakta online
No comments:
Post a Comment