Tuesday, July 15, 2014

INFO JATIM : PEMPROV JATIM SUPPORT DANA PEMBERDAYAAN PSK DOLLY

Soekarwo alias Pakde Karwo,
Gubernur Jatim
PENUTUPAN lokalisasi Dolly dan Jarak pada 18 Juni 2014 menuai pro dan kontra. Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur bergandengan tangan tetap menutup lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu. Sebagai bentuk dukungan, Gubernur Jatim, Dr H Soekarwo, akan mensupport dengan memberikan bantuan dana untuk pemberdayaan para Pekerja Seks Komersial (PSK) Dolly dan Jarak. Pakde Karwo, panggilan akrab Gubernur Jatim, mengatakan, penutupan lokalisasi Dolly dan Jarak sebagai salah satu upaya memperkuat tegaknya hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, dengan menutup lokalisasi, pemerintah justru berupaya memperkuat HAM, yakni terwujudnya pembangunan manusia yang bermartabat.
"Mereka (PSK) ke situ (Dolly) kan bukan cita-cita. Nah, kalau membiarkan mereka tetap di situ, maka saya sebagai Gubernur malah bisa dianggap melanggar HAM," tegasnya, Kamis (12/6) di Gedung Negara Grahadi.
Persoalan dan perspektif terkait HAM, kata Pakde Karwo, sejatinya sangat luas. Bagi pemerintah, tidak memberikan kehidupan yang layak bagi orang miskin juga melanggar HAM. "Makanya, menurut saya, pentupan Dolly itu untuk pembangunan kehidupan manusia yang bermartabat dan merupakan upaya memperkuat HAM," tandasnya.
Mantan Sekdaprov Jatim ini lantas memberikan contoh, bagaimana seorang Walikota di Belanda yang didenda, setelah Mahkamah Agung setempat memutuskan bahwa dia dinilai melanggar HAM warganya, setelah ada warganya yang sedang jalan di trotoar terjerembab terkena lobang di tengah-tengah trotoar. "Pelanggaran HAM-nya, si Walikota dinilai tidak menyediakan trotoar atau pedestrian yang layak untuk warganya itu," imbuhnya. Untuk itu, pihaknya mendukung penuh upaya Pemkot Surabaya menutup lokalisasi Dolly pada 18 Juni 2014.
Tiga anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Kamis (12/6) turun ke lokalisasi Dolly untuk melakukan investigasi. Saat datang ke komplek lokalisasi, mereka disambut ratusan PSK, mucikari dan pemilik wisma yang mengenakan penutup muka yang sudah berkumpul memenuhi gang Dolly. Di sana, tiga anggota Komnas HAM tersebut menggelar dialog langsung dengan pekerja Dolly.
Prinsip dasarnya, tambah Pakde Karwo, pemerintah tidak bisa menolerir maksiat di Jatim dan menyetujui serta memastikan rencana penutupan lokalisasi Dolly oleh Pemerintah Kota Surabaya itu benar-benar dilaksanakan. “Prinsip dasarnya, kita tidak bisa tolerir maksiat, perkara ada problem sosial kita pecahkan,” ujarnya pada wartawan di Gedung Dewan usai menghadiri Rapat Paripurna.
Penutupan lokalisasi yang diklaim terbesar se-Asia Tenggara tersebut, menurut Soekarwo, kontruksinya jangan terbalik, yaitu karena problem sosial lalu lokalisasi tidak jadi ditutup. “Saya punya tanggung jawab sebagai seorang gubernur bahwa problem maksiatnya harus dikurangi terus. Jadi, kontruksinya jangan kebalik, karena problem sosial terus kita tidak jadi menutupnya, jangan,” katanya.
Sementara itu, Soekarwo juga mengaku bahwa dirinya dalam mengambil sikap setuju terhadap penutupan lokalisasi yang ada di Jatim itu berdasarkan analisa data yang sudah dilakukannya dan bukan berdasarkan rumor. Tim verifikasi sendiri sudah terbentuk yakni dari Biro Kesra Pemprov Jatim, Dinas Sosial Pemkot Surabaya, Bagian Kesra Pemkot, kemudian Camat dan Lurah setempat. “Yang kita bicarakan data dianalisa, pemerintah kan tidak bisa bicara dengan mengambil keputusan berdasarkan rumor,” ujarnya.
Ia menjelaskan, sebelumnya ada pendekatan secara spiritual terlebih dahulu kepada para PSK oleh Da’i Ideal atau khusus di lokalisasi tersebut dengan cara mereka dilatih lalu diberikan pesangon, sehingga mereka akan betul-betul sadar. “Bahkan mucikari dan PSK-nya serta dampak bagi mereka yang bukan mucikari dan PSK yang ada di situ dan ada nilai tambah ekonominya pun oleh Bu Walikota, oleh kita dan oleh Menteri Sosial diberikan modal,” kata Pakde.
Selain bantuan untuk mucikari, dari Kementerian Sosial juga akan ada bantuan modal usaha untuk para wanita tunasusila sebesar Rp 3 juta per orang. Di luar dana bantuan usaha tersebut, masih ada bantuan lain untuk transport dan jatah hidup. Namun berapa jumlah persisnya, belum tahu pasti, tapi dipastikan dana itu ada.
Masih menurut Pakde Karwo, semua usulan Walikota Surabaya tentang permasalahan lokalisasi di Surabaya, Pemprov Jatim setuju. Pakde tidak mau membicarakan tentang program dan uang, tetapi baginya yang terpenting programnya harus jalan terlebih dahulu, dan ditegaskannya kalau untuk bantuan pasti disetujui.
Sedangkan untuk rencana penutupan 25 lokalisasi di Jatim diakuinya ada yang sudah siap dan ada yang tidak siap sehingga dipastikannya tidak bisa serentak. “Saya kira yang harus diapresiasi pendekatan kemanusiaan, ndak bisa atas nama melanggar peraturan terus digusur gitu aja,” ujarnya.
Jadi, sudah dapat dipastikan untuk skema penutupan lokalisasi di Jatim secara serentak dalam tahun ini tidak bisa direalisasikan. Namun, penutupan lokalisasi se-Jatim akan tetap dilakukan meskipun tidak bisa serentak, jadi tidak ada justifikasi atas nama ekonomi. ”Jangan melakukan justifikasi atas nama ekonomi terus kemudian dibiarkan, ada solusilah di bidang ekonomi,” tegasnya.
Semua pendekatan, katanya, secara kemanusiaan dan bukan pendekatan secara hukum meskipun sebenarnya undang-undangnya prostitusi itu ada. Bila pendekatannya hanya dengan hukum, lokalisasi yang ada di Jatim sudah ditutup  karena menurut undang-undang hal itu sudah melanggar. “Kita juga mendapat saran dari Kementerian Kesehatan yang katanya jangan dululah, tapi jangan karena permasalahan kesehatan kemudian tidak jadi ditutup. Ya kesehatan kita selesaikan dengan kesehatan,” pungkasnya. (F.835) majalah fakta online


No comments:

Post a Comment