PENYAKIT malaria tidak dikenal di
Kalimantan. Akan tetapi penyakit malaria ini merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat dunia, di mana penyakit malaria ini dengan penularan melalui
vektor nyamuk Anopheles atau dikenal dengan plosmodium menginfeksi sel-sel
darah merah dengan ditandai siklus menggigil, demam, sakit dan berkeringatan.
Namun masyarakat Kotawaringin Barat bisa bernapas lega setelah mendapatkan Sertifikat
Eliminasi dari Kementerian Kesehatan RI.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi
Kalimanatan Tengah, terus meningkatkan dan menggalakkan pemberantasan terhadap
ancaman malaria yang bisa muncul setiap saat. Kementerian Kesehatan meminta Pemkab
Kobar menyusun tata laksana pasca eliminasi malaria dan mensurvei kondisi penanganan
malaria di wilayah Kotawaringin Barat. Hal ini disampaikan Kepala Bidang Pengendalian
Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat, dr
Syamsudin, seusai menghadiri Sidang Paripurna DPRD Kotawaringin Barat, kepada
sejumlah wartawan termasuk Abd Hamid dari FAKTA.
Masih menurut Syamsudin, kita dituntut lebih intens
dan serius dalam menangani masalah penyebaran kasus malaria. Hal ini hasus
segera dicegah kemungkinan meluasnya. “Kita juga diminta menyiapkan peralatan
penanggulangan malaria. Selain itu mensurvei daerah serta melakukan kros cek di
daerah-daerah. Sampai sekarang Dinas
Kesehatan Kotawaringin Barat terus berupaya mengantisipasi supaya tidak ada
lagi penularan ke desa-desa sekitar pertambangan serta sejauh mana penanganan
eliminasi malaria di kabupaten sekitar”.
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Sukamara dan Kabupaten
Seruyan belum mendapatakan asesmen eliminasi malaria dari Kementerian Kesehatan
dan Provinsi Kalimantan Tengah pun menargetkan eliminasi malaria 2018 khususnya
Kalteng. “Target Kotawaringin Barat sebenarnya tahun 2015, tapi tahun ini kita
sudah mendapatkan assesment eliminasi dari Kementerian Kesehatan”.
Adapun upaya pencegahan malaria dengan
mendistribusikan kelambu secara masal di semua desa dan kelurahan. Itu telah
dilakukan secara intensif secara masal. Di samping itu juga dilakukan
penyemprotan rumah (IRS) di kabupaten secara integrasi program kesehatan ibu
dan anak. Namun pembagian kelambu tersebut prioritas, di mana untuk daerah yang
dianggap endemisitas penularan malarianya tinggi.
Hasil penelusuran di lapangan menyatakan bahwa faktor
resiko bekerja dekat dengan hutan seperti menambang merupakan resiko pekerjaan
yang mendapatkan resiko terbesar penularan malaria. Sementara itu masyarakat
yang bekerja tambang diduga tidak melakukan upaya pencegahan (preventif) dengan
maksimal.
Tantangan ini tentunya memerlukan perhatian,
komitmen, keseriusan dan kerja keras semua pihak, baik pemerintah provinsi, kabupaten/kota,
masyarakat dan dunia usaha serta pihak lain yang
berperan. (F.651) majalah fakta online
No comments:
Post a Comment