Sekda Kota Jayapura, RDS, saat akan ditahan di LP Abepura |
SEKRETARIS Daerah (Sekda) Kota Jayapura
berinisial RDS akhirnya ditahan di Lapas Abepura oleh Kejaksaan Negeri
Jayapura, Kamis (10/7).
RDS
ditahan karena diduga kuat bersalah dalam kasus pengadaan batik PNS Pemkot
Jayapura senilai Rp 1,7 miliar untuk anggaran daerah tahun 2012. Pemeriksaan
terhadap RDS sendiri dilakukan oleh tim penyidik sejak pukul 09.30 WIT hingga
pukul 15.00 WIT. RDS tampaknya enggan keluar dari kantor Kejaksaan Negeri
(Kejari) Jayapura karena telah ditunggu oleh belasan wartawan di luar ruangan. Hingga
pukul 16.00 WIT, RDS baru mau keluar dari ruangan pemeriksaan dan berlari
menuju belakang kantor Kejari untuk meninggalkan lokasi dengan menggunakan
mobil DS 1668 AN.
“Hari
ini Kejari Jayapura resmi menahan RDS terhitung mulai tanggal 10 Juni 2014
sampai 29 Juli 2014, dua puluh hari pertama, di Rutan Kelas II Abepura,” kata
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jayapura, Fudhoil Yamin SH, kepada wartawan di
ruang kerjanya usai RDS meninggalkan kantor Kejari untuk selanjutnya ditahan di
Lapas Abepura.
Kajari
menjelaskan, mengenai kerugian negara dari dugaan korupsi pengadaan batik
senilai Rp 1,7 miliar tersebut masih dihitung oleh tim dari kejaksaan. Namun
perkiraan kerugian negaranya adalah sekitar Rp 700 juta. “Beliau aktif
mengeluarkan dokumen untuk pencairan dana tersebut. Jadi ada beberapa dugaan
kami mengenai keterlibatan beliau,” kata Fudhoil.
Kajari
juga menjelaskan bahwa motif dari kasus korupsi tersebut adalah Sekda RDS aktif
mengeluarkan dokumen-dukumen yang digunakan untuk pencairan dana pembelian
batik. “Kejari memiliki beberapa dugaan mengenai keterlibatan beliau. Tersangka
sendiri mengaku tak pernah melihat jenis barang atau kain batik itu,” tuturnya.
Begitu
juga dengan kontraktornya, lanjut Kajari, RDS mengaku tak pernah bertemu dengan
yang bersangkutan. “Di samping penerimaan barang, ada juga penandatanganan si
kontraktor itu yang dia tidak kenal. Kemudian juga tanda tangan beliau yang di
Surat Perintah Pembayaran (SPM) disebut beliau sebagai PPTK (Pejabat Pelaksana
Teknis Kegiatan) padahal beliau mengaku bahwa PPTK ini tidak ada SK, tidak
ada,” lanjut Kajari.
Dikatakannya,
di samping Sekda RDS tanda tangan sebagai PPTK, Sekda RDS juga tanda tangan
selaku Kuasa Pengguna Anggara (KPA), karena anggaran ini ada di Sekda maka
dialah pengelolanya dan KPA-nya.
Menurut
Kajari, secara administrasi hal ini tidak dibenarkan dan Sekda sendiri menurut
Kajari, sadar bahwa hal itu salah. “Mestinya beliau tidak tanda tangan itu. Nah
akhirnya uang keluar berdasarkan pada dokumen-dokumen yang dia tanda tangani.
Beliau mengakui itu tadi, dan menyadari bahwa ada kesalahan di administrasi
itu,” lanjut Kajari.
Kajari
mengatakan bahwa masih terbuka kemungkinan akan adanya tersangka lain, dan
pihaknya nanti akan membuat strategi apakah akan mengungkap kasus itu mulai
dari hilir atau hulunya. Sementara dua tersangka lainnya, masih digunakan
sebagai saksi untuk memperkuat kasus itu.
“Nanti
kita lihat perkembangannya seperti apa. Kalau beliau sendiri akan dikenakan
pasal 2 dan pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001,”tegas Kajari.
Sementara
kuasa hukum RDS, Yohanes Bonay SH, mengatakan bahwa kliennya tidak bersalah
dalam kasus tersebut. Sekda sendiri, kata Yohanes, tidak tahu sama sekali
mengenai pengadaan batik itu. Menurutnya, RDS hanyalah korban dari stafnya
sehingga proses penetapan RDS sebagai tersangka juga terlalu dini. “Ini kan
proyek tahun 2012 dan beliau tidak tahu apa-apa, jadi ini hanya soal
administrasi karena beliau dianggap menandatangani SPM, dan bahwa beliau juga
ditulis PPTK tetapi beliau tidak tahu bahwa ada PPTK, padahal PPTK harus
terjadi di tahun 2012, dan beliau menjabat tahun 2013,” tegasnya.
Yohanes sendiri mengklaim bahwa seharusnya yang
layak dijadikan tersangka adalah Sekda sebelumnya karena proyek tersebut adalah
tahun 2012. “Kajari bilang ini kita jalani dulu, tapi sebenarnya ini tidak pada
tempatnya,” sambung Yohanes. (Edi
Sasmita) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment