Akang (tengah) diapit Advokat Heru Lestarianto SH (kiri) dan Sam Sianata (kanan) |
DENGAN suara terbata-bata, Chia
Nay Tjiang alias Akang Sadikin (72) mulai berbicara. Bibirnya terlihat bergetar
saat diberi kesempatan oleh penasehat hukumnya,
Heru Lestarianto SH, untuk
memberikan keterangan pada sejumlah wartawan di Ruko Gading Mas Jalan Godean, Kamis
(12/6). Mungkin masih terbawa emosi atau bahkan perasaan trauma,
perkataannya kadang menjadi kurang begitu jelas. Sehingga beberapa saat Sam
Sianata, salah satu aktifis LSM yang
memberikan pendampingan, terpaksa membantu menjelaskan maksud ucapan
Akang.
Di depan sejumlah awak media, Akang
(sapaan akrab Akang Sadikin) menceritakan kronologis hingga
dirinya ingin memperkarakan kejadian ini. Tanggal
28
Juni 1981 dirinya menikah dengan Sri Indah dan tercatat di Kantor Catatan
Sipil Kotamadya Yogyakarta, Nomor Akte Perkawinan 35/1981. Saat itu Akang
berstatus duda beranak empat, sedangkan Sri Indah merupakan
janda satu anak bernama Yohanes Samodra atau Yohanes. Sri Indah meninggal dunia
di Rumah Sakit Gleneagle Singapura 9
Agustus 2004. Jenasahnya kemudian dibawa pulang oleh Akang dan
disemayamkan di Toko Dwidaya Jl Adi Sucipto. Akang
juga telah memiliki Akta Kematian Sri Indah dari
Negara Singapura.
Selang dua jam sepulang dari upacara
pemakaman
jenazah istrinya di Gunung Sempu, di Toko Dwidaya Yohanes
dan sejumlah orang meminta Akang untuk menandatangani surat
pernyataan penyerahan harta di hadapan Notaris Jenni Setiawati (isteri Yohanes) yang isinya tidak
diketahuinya. Malam itu juga Akang yang dalam kondisi sakit
meninggalkan toko yang kemudian dia gembok pulang ke Solo. Tiga hari kemudian, menurut Akang, sebanyak 8 unit motor baru dan satu motor inventaris
yang berada di Toko Dwidaya Jalan Adi Sucipto serta 1 unit mobil pick up merek
Suzuki AB 9622 H telah diambil
oleh Yohanes dan dibawa ke bengkel
miliknya di Kadipiro Yogyakarta. Tidak hanya itu, Akang mendapatkan ancaman dari
Yohanes yang memaksanya untuk menyerahkan kunci almari Schubb
yang
berada di Toko Dwijaya Jalan Adi Sucipto. Selain itu juga menyetujui untuk menyerahkan
uang sebanyak Rp 500 juta yang berasal dari pencairan deposito Standarchaart
Singapore yang totalnya berjumlah Rp 1,2 milyar serta menyerahkan emas sebanyak
1,170 kg beserta perhiasan emas milik Sri Indah. Setelah penyerahan sejumlah uang Rp 500 juta,
pihak Yohanes tidak ada itikad baik untuk
menyelesaikan permasalahan pembagian harta warisan. “Padahal, sebelumnya, paman
Yohanes yang bernama Suharto berjanji dan menjamin akan melaksanakan pembagian waris
termasuk emas sebanyak 18,262 kg dengan adil
setelah penyerahan uang tersebut,” kata Akang Sadikin.
Lanjut
Akang mengaku dirinya pernah membuat laporan di Polda DIY atas tindak pidana
Pemalsuan Surat yang dilakukan oleh Yohanes dengan modus
memalsukan surat kematian Sri Indah dengan status janda. “Padahal kami telah memiliki
surat kematian dari rumah sakit di Singapura dan sebelumnya telah dilakukan
perkawinan secara sah pada tahun 1981”.
Dengan
laporan polisi bernomor STBL/463/VII/2012/DIY/Ditreskrim tanggal 6 Juli 2012 dengan
Yohanes Samodra sebagai terlapor, Akang berharap
pihak berwajib dapat memproses laporan ini. Namun apa yang diharapkan ternyata
pupus. Pada tanggal 7 Maret 2013 Polda DIY mengeluarkan Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil
Penyidikan bahwa sejak tanggal 20 Februari 2012 penyidik telah mengeluarkan
Surat Ketetapan Penghentiaan Penyidikan (SP3) dengan dasar tidak cukup bukti
atau peristiwanya bukan tindak pidana.
Bahkan Akang justru pernah dipidanakan
pada tahun 2006 ketika mengambil sejumlah uang di rekening salah satu BPR.
Akang sempat ditahan semalam di Polda, empat malam di Rutan Pajangan Bantul dan ujungnya disidangkan di Pengadilan Negeri Bantul dengan nomor perkara
No.50/Pid.B/2006 PN Bantul dengan vonis hukuman percobaan.
“Setelah nikah buka usaha toko emas dengan modal patungan masing-masing 4 kg emas dan 25 tahun berumah
tangga dengan Sri Indah juga tidak ada masalah sama Yohanes, masak ambil uang
sendiri justru ditahan, bahkan tidak mendapat hak keuntungan dari bisnis saya selama kurun waktu
segitu,” keluh
Akang lirih.
No comments:
Post a Comment