BEBERAPA waktu lalu Kejaksaan Tinggi Daerah
Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) menetapkan empat dosen Universitas Gadjah Mada
sebagai tersangka dalam kasus penjualan aset UGM di Dusun Plumbon, Banguntapan,
Bantul.
Hal
itu terjadi setelah penyidik Kejati DIY menemukan adanya indikasi korupsi atas
lahan yang semula diperuntukan bagi praktik mahasiswa kehutanan dan pertanian
UGM. Menurut pihak Kejati DIY, lahan
seluas 4.000 m2 itu dianggap menjadi milik UGM atau sebagai aset negara dibeli
pada tahun 1963 seharga Rp 1,6 juta dari seseorang yang bernama Mbok Jayong.
Namun saat UGM melakukan penelusuran aset universitas tahun 2000 ternyata lahan
tersebut tidak dilaporkan sehingga tidak masuk dalam daftar aset UGM. Bahkan
justru diklaim sebagai aset milik Yayasan Pembina Faperta UGM yang didirikan
sejumlah dosen Faperta UGM.
Di
lain waktu, kisaran 2003-2007, Yayasan Fapertagama (dulu Yayasan Pembina
Pertanian) menjual tanah tersebut ke pengembang senilai Rp 1,2 M. Padahal
berdasar laporan pajak, nilai tanah itu seharusnya di atas Rp 2 M. Namun dalam
laporan kuitansi yang telah disita kejaksaan tercatat hanya senilai Rp 1,2
miliar.
Hasil
penyidikan Kejati DIY kemudian menyatakan menemukan bukti unsur melawan hukum
atas penjualan lahan seluas 4.000 meter persegi itu kepada pengembang.
"Keempat orang itulah yang harus bertanggung jawab dalam kasus penjualan
aset UGM," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Purwanto Sudarmadji,
pada sejumlah wartawan pertengahan bulan lalu.
Keempat
tersangka korupsi penjualan aset UGM ini adalah Prof Ir S MSc, Dr Ty MSi, Ir KS
MS dan Ir TK. "Prof S ini dulu mantan Ketua Yayasan Pembina Fakultas
Pertanian UGM (Fapertagama)," terang Purwanto.
Informasi
yang beredar di kalangan wartawan, inisial yang disebut Purwanta itu diduga
adalah Profesor Ir Susamto MSc. Susamto adalah mantan Ketua Yayasan Fakultas
Pertanian Gadjah Mada yang juga Ketua Majelis Guru Besar (MGB) UGM. Sedangkan
Dr Ty adalah Triyanto, Wakil Dekan Fakultas Pertanian UGM, dan KS adalah Dosen
Sosial Ekonomi Pertanian, Ken Suratiyah, sedangkan Tk adalah Toekijo, dosen
aktif Fakultas Pertanian UGM.
Tapi
Purwanta belum menjelaskan lebih jauh peran Susamto dalam kasus penjualan tanah
yang dinyatakan kejaksaan sebagai tanah negara itu. Pihak Yayasan Fapertagama sendiri mengklaim
lahan yang dijual seharga Rp 1,2 miliar itu milik yayasan, bukan milik UGM atau
masuk aset negara. Hal itu berdasarkan surat keterangan Rektor UGM yang kala
itu dijabat Profesor Ikhlasul Amal. "Surat dari rektor menyatakan lahan tersebut
bukan milik universitas," kata pengacara Yayasan Fapertagama, Heru
Lestarianto SH.
Menurut
keterangan Heru, lahan tersebut dibeli oleh Profesor Soedarsono pada 1963
dengan dana dari sejumlah dosen Fakultas Pertanian. Tapi Kejati menemukan bukti
yang menunjukkan tanah itu dibeli oleh Profesor Probodiningrat selaku panitia
pembangunan gedung UGM saat itu. “Tanah itu dibeli dengan uang negara,” ujar
Purwanta. Dalam kasus ini penyidik telah melakukan pemeriksaan saksi dari
beberapa pihak, terdiri dari Yayasan Fapertagama dan dosen, pejabat bagian aset
UGM, pejabat BPN, pemerintahan Desa Banguntapan.
Tak
pelak berbagai reaksi kemudian bermunculan. PUKAT (Pusat Kajian Antikorupsi)
Fakultas Hukum UGM bahkan mengeluarkan pernyataan sikap atas status para tersangka
yang dijerat pasal 2 ayat 1 subsidair poasal 3 Undang-undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi No.31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah Undang-undang
No.20/2001 junto pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Ini sangat ironis, kasus tindak pidana korupsi terjadi di UGM.
Padahal UGM sangat komitmen turut serta memerangi tindak pidana korupsi. Kasus
ini menjadi contoh buruk dan mencoreng nama baik UGM, baik di dunia pendidikan
maupun di mata masyarakat," terang Direktur Eksekutif Pukat FH UGM,
Hifdzil Alim, dalam keterangan persnya.
PUKAT
bahkan menyarankan Profesor Dr Ir Susamto MSc yang saat ini menjabat sebagai
Ketua Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada mundur dari jabatannya karena
berstatus tersangka. Begitu pula Dr Triyanto MSi yang kini menjabat Wakil Dekan
III Fakultas Pertanian Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia, lantaran
dosen adalah profesi terhormat yang seharusnya bisa menjadi contoh. PUKAT,
jelas Hifdzil, secara tegas mendukung langkah Kejati menuntaskan dugaan kasus
korupsi yang menyeret internal dan civitas UGM. Mendorong UGM agar lebih
meningkatkan kerja sama (kooperatif) dengan Kejati DIY dalam menuntaskan kasus
ini. Mendesak UGM melakukan pencatatan dan pemisahan semua aset sebagai bentuk
pencegahan tindak pidana korupsi. Serta meminta publik yang mengetahui atau
menemukan dugaan korupsi yang melibatkan internal dan civitas akademika UGM untuk
melaporkan ke penegak hukum.
Sampai berita ini dikirim ke meja redaksi,
berbagai informasi terus berkembang. Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY menyebutkan
adanya dugaan tersangka baru dalam kasus penjualan lahan milik UGM yang kini
telah berdiri perumahan mewah bernama Cipta Jogja Elegance di atasnya. “Tidak
menutup kemungkinan muncul tersangka baru, tapi saat ini masih dalam proses
penyidikan,” tandas Azwar SH, Asisten Pidana Khusus Kejati DIY. (F.883) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment