Melihat kejanggalan-kejanggalan di persidangan,
akankah terdakwa
dibebaskan oleh Majelis Hakim
?
TINDAK pidana
pencucian uang (TPPU)
biasanya ada perbuatan asal, yakni tindak pidana korupsi. “Jadi, menurut aturan
hukum tidak bisa serta merta seseorang dituduh dan dijaring dengan pasal tindak
pidana pencucian uang, sebagaimana diatur dalam pasal 3 jo pasal 2 ayat (1) UU.No.8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” kata Advokat
Mohammad Umar SH dan Agung Nugraha SH, kuasa
hukum yang mendampingi dan membela terdakwa Rahim Bin DG Mamala yang diadili di
Pengadilan Negeri Selayar, Provinsi Sulawesi Selatan. Dan
saking uniknya perkara yang
baru pertama kali terjadi
ini, maka persidangannya pun langsung dipimpin
Haryanta SH MH yang notebene sebagai
Ketua Pengadilan Negeri Selayar.
Majelis hakim PN Selayar yang diketuai Haryanta SH MH dan dua advokat dari Surabaya yang mendampingi terdakwa dalam persidangan |
Sebelum perkara tersebut digelar di pengadilan, pihak kepolisian Selayar
dipraperadilankan oleh dua
advokat dari
Surabaya tersebut, karena penangkapan dan penahanan tersangka/terdakwa dianggap
tidak sah. Yakni, tidak
melalui Surat Panggilan,
baik sebagai saksi terlebih dahulu ataupun sebagai tersangka.
“Dijemput, diajak ke kantor polisi, disidik dan
langsung ditetapkan sebagai tersangka”.
Akan tetapi praperadilan tersebut
gugur sebab sehari sebelum sidang digelar berkas perkaranya dilimpahkan ke
Pengadilan Negeri Selayar.
Terungkap dalam persidangan, dalam dakwaan disebutkan
bahwa pada hari Jumat,
tanggal 3 Januari 2014,
bertempat di Pelabuhan
Rauf Rahman Kabupaten Selayar terdakwa membawa pupuk cap Matahari, dibeli dari
Malaysia yang tidak dilengkapi dengan surat izin (penyelundupan).
Kata JPU, pupuk tersebut dibawa dan
diangkut dengan kapal melalui Pulau Batam dibawa ke Pulau Flores, NTT, untuk dijual.
Seterusnya terdakwa menerima pembayaran melalui transfer yang berada di Bank
Rakyat Indonesia. Berhubung terdakwa
tidak mempunyai rekening di BRI, terdakwa
meminjam rekening milik temannya bernama Atiku Rahman DG Pasau. Transfer tersebut
berlangsung dua kali berturut-turut, pertama berjumlah Rp 54.000.000,- dan kedua Rp 75.000.000,-
hingga berjumlah Rp
129.000.000. Penarikan
dilakukan juga oleh Atiku Rahman DG Pasau yang kemudian diserahkan kepada terdakwa Rahim Bin
DG Mamala di Pelabuhan Rauf Rahman. “Transfer tersebut dari seseorang yang
berdomisili di Flores, NTT,
hasil dari penjualan pupuk cap Matahari yang dilakukan oleh terdakwa,” kata
JPU lebih lanjut yang menuduh terdakwa
telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Atas dakwaan tersebut Advokat Agung
Nugraha SH dan Mohammad Umar SH mengajukan Nota Keberatan (eksepsi) setebal 13
halaman, namun ditolak oleh Ketua Majelis Hakim karena dianggap sudah masuk
pokok perkara yang harus diperiksa lebih lanjut.
Rupanya Ketua Majelis Hakim sangat
jeli melihat perkara pidana langka di Kepulauan Selayar ini. Ia pun langsung
bertanya kepada Jaksa Penuntut Umum tentang barang bukti pupuk cap
Matahari yang disebut-sebut dalam dakwaan. JPU kelihatan bingung, tapi cuma sebentar dan dijawab
tidak ada barang bukti pupuk cap Matahari.
Dan, dalam pemeriksaan saksi dari pemilik rekening Bank BRI,
Atiku Rahman DG Pasau, tidak terungkap dari mana transfer
yang masuk rekening saksi Atiku Rahman DG Pasau yang seterusnya diserahkan
kepada terdakwa
Rahim Bin DG Mamala. Kejanggalan tidak berhenti di situ saja. Saksi pelapor bernama Darmin,
sebagai saksi mahkota, tidak pernah datang di persidangan walau JPU mengaku sudah memanggil lebih dari
dua kali,
padahal jadwal pemeriksaan saksi-saksi sudah selesai.
Melihat kejanggalan-kejanggalan
tersebut, akankah terdakwa
dibebaskan oleh Majelis Hakim, belumlah jelas. Sebab, bulan
depan barulah JPU membacakan tuntutannya yang dilanjutkan
dengan pembelaan
oleh dua advokat
dari Surabaya itu. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment