LOMBA DESA ADAT SEBAGAI BENTENG AJEGNYA
BUDAYA DAN DRESTA
PEMERINTAH Kabupaten Badung mempunyai komitmen
yang kuat dalam menerapkan konsep Tri Hita Karana. Itu tertuang dalam Visi
Kabupaten Badung yakni melangkah bersama membangun Badung berdasarkan tri hita
karana menuju masyarakat adil, sejahtera dan ajeg, dengan tetap melaksanakan
lomba Desa Adat dan lomba Sekaa Teruna, kendati di tempat lain mungkin itu
sudah tidak dilaksanakan.
Begitu
disampaikan Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, dalam sambutan gelar Lomba
Desa Adat dan Sekaa Teruna se-Kabupaten Badung yang dibukanya. Lomba yang turut
dihadiri Anggota DPRD Dapil Kuta Selatan, I Made Retha, Kepala Dinas Kebudayaan
Badung, Ida Bagus Anom Bhasma, Camat se-Kabupaten Badung, Lurah Benoa, Bendesa
Desa Adat Peminge serta tokoh masyarakat Desa Adat Peminge.
Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, saat meninjau stan-stan desa adat dan sekaa teruna pada gelar Lomba Desa Adat |
Pembukaannya
ditandai dengan pemukulan ‘kulkul’ di Wantilan Banjar Sawangan, Desa Adat Peminge,
Kuta Selatan, pada Selasa (1/7). “Lomba desa adat ini menghidupkan kembali
serta meningkatkan penerapan Tri Hita Karana di masing-masing desa. Di mana Tri
Hita Karana merupakan way of life masyarakat Hindu. Dengan lomba desa adat dan
seka teruna ini dapat merevitalisasi kembali hal-hal yang berkaitan dengan
ajaran agama yakni bagaimana melaksanakan ajaran agama yang benar, masyarakat
dapat mengingat kembali dresta dan sesama di masing-masing desa. Misalnya pada
bidang parhyangan, bagaimana krama desa adat melaksanakan srada bhakti, bidang
pawongan bagaimana terjadinya interaksi antar krama dalam pelaksanaan paruman
serta bidang palemahan upaya krama dalam menjaga kelestarian, kebersihan,
kenyamanan lingkungan,” jelas Gde Agung dalam sambutannya.
Desa
Peminge, menurutnya, mempunyai tantangan yang berat karena merupakan daerah
pariwisata. Salah satu tantangan itu berupa masuknya budaya luar yang bersifat
negatif yang dapat mengubah perilaku masyarakat melupakan adat dan budaya Bali
yang adiluhung. Maka dengan lomba desa adat, kata Gde Agung, merupakan benteng
dan filter terhadap masuknya budaya luar yang negatif itu. “Saya apresiasi
masyarakat Desa Adat Peminge dan ST Taruna Satya Dharma lingkungan Sawangan
sebagai duta Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Kuta Utara yang mampu mengajegkan
budaya serta dresta desa di tengah masuknya budaya luar yang negatif. Saya
salut. Ternyata anak-anak di Desa Peminge sudah mulai belajar bahasa Inggris
sebagai bekal menghadapi persaingan global tanpa melupakan adat dan budaya
Bali,” imbuh Gde Agung.
Sementara
itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, Ida Bagus Anom Bhasma,
melaporkan bahwa lomba desa adat ini bertujuan untuk melestarikan adat-istiadat
serta budaya Bali agar tetap ajeg. Lomba diikuti 4 desa adat (DA) dan 4 sekaa
teruna (ST) yakni DA Peminge sebagai duta Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Kuta
Utara dan ST Taruna Satya Dharma lingkungan Sawangan, DA Sulangai dan ST Yowana
Shanti Banjar Sulangai sebagai duta Kecamatan Petang, DA Sobangan dan ST Taruna
Abdi Yowana Praja Br. Selat sebagai duta Kecamatan Mengwi, serta DA Kekeran dan
ST Taruna Canti Bhuana Br. Kekeran sebagai duta Kecamatan Abiansemal.
Selain
lomba desa adat dengan tujuan menjaga kelestarian adat dan budaya Bali, serta
memproteksi masuknya budaya luar yang negatif, dalam menegakkan dan memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, Badung juga menggelar pelatihan
wawasan kebangsaan dalam memahami pentingnya konsep persatuan dan harmoni sosial.
Diselenggarakan selama 2 hari, 14-15 Juli 2014 di Hotel Graha Pertiwi.
Sedikitnya terdapat sekitar 50 orang peserta hadir dalam kegiatan itu, berasal
dari tokoh masyarakat, organisasi masyarakat dan aparatur pemerintah
se-Kabupaten Badung. Sebagai narasumber kegiatan, dari Badan Kesbangpol
Provinsi Bali, Polres Badung, Kodim 1611 Badung, Disdikpora Badung, Kementerian
Agama Kabupaten Badung serta dari Perguruan Tinggi.
Tujuan
pelatihan itu, menurut Nyoman Suendi, Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas
Kabupaten Badung, agar peserta mampu memahami pentingnya konsep persatuan dan
harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk dan
menularkannya dalam masyarakat. Juga diharapkan supaya mampu mewujudkan sikap
dan perilaku saling memahami dan menghargai dalam hubungan antar suku, agama dalam
kehidupan sehari-hari serta mampu meningkatkan kualitas pengamalan sila-sila
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
"Pudarnya persatuan dan kesatuan bangsa
seakan-akan berbanding lurus dengan semakin ditinggalkannya falsafah dan dasar
negara kita yakni Pancasila oleh sebagian masyakat Indonesia. Untuk itu
sangatlah penting upaya memantapkan wawasan kebangsaan ini yang salah satunya
dilakukan melalui pelatihan wawasan kebangsaan," ungkap Suendi, saat
membuka pelatihan Wawasan Kebangsaan bagi tokoh masyarakat, ormas dan aparatur
di Hotel Graha Pertiwi, Kecamatan Kuta Utara, pada Senin (14/7). (F.915) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment