Tuesday, August 12, 2014

ADVETORIAL

LOMBA DESA ADAT SEBAGAI BENTENG AJEGNYA BUDAYA DAN DRESTA
PEMERINTAH Kabupaten Badung mempunyai komitmen yang kuat dalam menerapkan konsep Tri Hita Karana. Itu tertuang dalam Visi Kabupaten Badung yakni melangkah bersama membangun Badung berdasarkan tri hita karana menuju masyarakat adil, sejahtera dan ajeg, dengan tetap melaksanakan lomba Desa Adat dan lomba Sekaa Teruna, kendati di tempat lain mungkin itu sudah tidak dilaksanakan.
Begitu disampaikan Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, dalam sambutan gelar Lomba Desa Adat dan Sekaa Teruna se-Kabupaten Badung yang dibukanya. Lomba yang turut dihadiri Anggota DPRD Dapil Kuta Selatan, I Made Retha, Kepala Dinas Kebudayaan Badung, Ida Bagus Anom Bhasma, Camat se-Kabupaten Badung, Lurah Benoa, Bendesa Desa Adat Peminge serta tokoh masyarakat Desa Adat Peminge.
Bupati Badung, Anak Agung Gde Agung, saat meninjau stan-stan desa adat dan sekaa teruna pada gelar Lomba Desa Adat 
Pembukaannya ditandai dengan pemukulan ‘kulkul’ di Wantilan Banjar Sawangan, Desa Adat Peminge, Kuta Selatan, pada Selasa (1/7). “Lomba desa adat ini menghidupkan kembali serta meningkatkan penerapan Tri Hita Karana di masing-masing desa. Di mana Tri Hita Karana merupakan way of life masyarakat Hindu. Dengan lomba desa adat dan seka teruna ini dapat merevitalisasi kembali hal-hal yang berkaitan dengan ajaran agama yakni bagaimana melaksanakan ajaran agama yang benar, masyarakat dapat mengingat kembali dresta dan sesama di masing-masing desa. Misalnya pada bidang parhyangan, bagaimana krama desa adat melaksanakan srada bhakti, bidang pawongan bagaimana terjadinya interaksi antar krama dalam pelaksanaan paruman serta bidang palemahan upaya krama dalam menjaga kelestarian, kebersihan, kenyamanan lingkungan,” jelas Gde Agung dalam sambutannya.
Desa Peminge, menurutnya, mempunyai tantangan yang berat karena merupakan daerah pariwisata. Salah satu tantangan itu berupa masuknya budaya luar yang bersifat negatif yang dapat mengubah perilaku masyarakat melupakan adat dan budaya Bali yang adiluhung. Maka dengan lomba desa adat, kata Gde Agung, merupakan benteng dan filter terhadap masuknya budaya luar yang negatif itu. “Saya apresiasi masyarakat Desa Adat Peminge dan ST Taruna Satya Dharma lingkungan Sawangan sebagai duta Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Kuta Utara yang mampu mengajegkan budaya serta dresta desa di tengah masuknya budaya luar yang negatif. Saya salut. Ternyata anak-anak di Desa Peminge sudah mulai belajar bahasa Inggris sebagai bekal menghadapi persaingan global tanpa melupakan adat dan budaya Bali,” imbuh Gde Agung.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, Ida Bagus Anom Bhasma, melaporkan bahwa lomba desa adat ini bertujuan untuk melestarikan adat-istiadat serta budaya Bali agar tetap ajeg. Lomba diikuti 4 desa adat (DA) dan 4 sekaa teruna (ST) yakni DA Peminge sebagai duta Kecamatan Kuta Selatan, Kuta dan Kuta Utara dan ST Taruna Satya Dharma lingkungan Sawangan, DA Sulangai dan ST Yowana Shanti Banjar Sulangai sebagai duta Kecamatan Petang, DA Sobangan dan ST Taruna Abdi Yowana Praja Br. Selat sebagai duta Kecamatan Mengwi, serta DA Kekeran dan ST Taruna Canti Bhuana Br. Kekeran sebagai duta Kecamatan Abiansemal.
Selain lomba desa adat dengan tujuan menjaga kelestarian adat dan budaya Bali, serta memproteksi masuknya budaya luar yang negatif, dalam menegakkan dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dan negara, Badung juga menggelar pelatihan wawasan kebangsaan dalam memahami pentingnya konsep persatuan dan harmoni sosial. Diselenggarakan selama 2 hari, 14-15 Juli 2014 di Hotel Graha Pertiwi. Sedikitnya terdapat sekitar 50 orang peserta hadir dalam kegiatan itu, berasal dari tokoh masyarakat, organisasi masyarakat dan aparatur pemerintah se-Kabupaten Badung. Sebagai narasumber kegiatan, dari Badan Kesbangpol Provinsi Bali, Polres Badung, Kodim 1611 Badung, Disdikpora Badung, Kementerian Agama Kabupaten Badung serta dari Perguruan Tinggi.
Tujuan pelatihan itu, menurut Nyoman Suendi, Kepala Badan Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Badung, agar peserta mampu memahami pentingnya konsep persatuan dan harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk dan menularkannya dalam masyarakat. Juga diharapkan supaya mampu mewujudkan sikap dan perilaku saling memahami dan menghargai dalam hubungan antar suku, agama dalam kehidupan sehari-hari serta mampu meningkatkan kualitas pengamalan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
            "Pudarnya persatuan dan kesatuan bangsa seakan-akan berbanding lurus dengan semakin ditinggalkannya falsafah dan dasar negara kita yakni Pancasila oleh sebagian masyakat Indonesia. Untuk itu sangatlah penting upaya memantapkan wawasan kebangsaan ini yang salah satunya dilakukan melalui pelatihan wawasan kebangsaan," ungkap Suendi, saat membuka pelatihan Wawasan Kebangsaan bagi tokoh masyarakat, ormas dan aparatur di Hotel Graha Pertiwi, Kecamatan Kuta Utara, pada Senin (14/7). (F.915) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment