Ketika gangguan alam dengan kondisi di luar ketentuan proteksi terjadi, kemungkinan black out masih bisa dialami |
MENJADI salah satu ikon pariwisata Indonesia
di mata Internasional, soal listrik, Bali belum bisa mandiri alias masih
bergantung pasokan dari Jawa. Maka tak heran, saat pasokan terganggu listrik
Bali pun bermasalah, bahkan hingga harus mengalami gelap gulita (black out). Seperti yang terjadi pada
Sabtu malam (12/7/2014), sekitar pukul 20.49 Wita. Listrik Bali padam total
alias black out, atau terjadi
pemadaman listrik di seantero Pulau Dewata lantaran suplai listrik melalui
transmisi SUTT Situbondo-Banyuwangi terputus. Dan, listrik kembali menyala
secara berangsur hingga normal mulai pukul 21.20 Wita.
Menurut
Wayan Redika, itu akibat gangguan teknis. Terjadi gangguan transmisi SUTT
Situbondo-Banyuwangi sehingga menyebabkan kabel bawah laut Jawa-Bali tidak bisa
menyalurkan listrik secara normal. Akibatnya, suplai listrik sebesar 234,5 MW
terputus sehingga terjadi ketidakseimbangan sistem kelistrikan di Bali
mengingat daya yang ada tidak mencukupi. Daya mampu yang dimiliki sebesar 938
MW, itu dari pembangkit di Pesanggaran sebesar 323 MW, PLTG Gilimanuk sebesar
130 MW, Pemaron 214 MW, dari Kabel Laut Jawa-Bali sebesar 270 MW. Sementara
beban puncak tertinggi terjadi pada April 2014, sebesar 734,8 MW dan beban
puncak pada Sabtu (12/7) sekitar pukul 20.49 Wita, atau saat black out terjadi, sebesar 640 MW.
“Pasokan
listrik dari kabel laut itu sekitar 30 persen daya mampu listrik Bali. Maka
ketika pasokan itu secara tiba-tiba berkurang atau terputus, pembangkit di Bali
tidak seimbang menyuplai kebutuhan listrik dengan beban puncak sebesar itu.
Maka terjadilah black out. Dan itu
terjadi murni karena gangguan teknis,” jelas Redika, dari balik telepon saat
dikonfirmasi FAKTA.
Penjelasan
yang dilontarkan Redika itu seolah ingin menegaskan dan menepis berbagai isu
berkembang saat pemadaman total listrik terjadi. Di antaranya isu adanya unsur
sabotase pihak tertentu terhadap kelangsungan rekapitulasi surat suara pilpres,
serta isu meledaknya salah satu gardu pembangkit listrik di Bali.
Antisipasi
terjadinya black out, kata Redika,
PLN sejatinya telah berupaya secara maksimal. Di antaranya melalui penggunaan
teknologi cukup yang salah satunya digunakan pada tiang listrik sebagai
penangkal petir. Namun ketika gangguan alam dengan kondisi di luar ketentuan
proteksi terjadi, kemungkinan black out
masih bisa dialami.
“Infonya,
akhir 2014 ini satu unit PLTU Celukan Bawang siap operasi. Dengan begitu daya
listrik Bali akan bertambah, dan gangguan sistem seperti kondisi black out kemarin, bisa diantisipasi,”
ujar Redika, sembari menyebutkan bahwa PLTU Celukan Bawang akan meiliki kapasitas
daya sebesar 130 MW X 3 unit.
IGAN Subawa Putra, General Manager PT Indonesia
Power UBPOH Bali, didampingi I Made Sukarma, Humas, dan I Made Sumanta, SP
Keamanan kantor setempat, ditemui FAKTA secara terpisah mengamini keterangan yang
dilontarkan Redika dari PLN Ditribusi Bali jika pemadaman total terjadi itu
murni kesalahan teknis. Terkait daya mampu listrik Bali belum mencukupi, kata
dia, itu tengah diupayakan. Di antaranya melalui peremajaan mesin yang tengah
dilakukan dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Serta pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang, Buleleng, Bali, dengan
daya yang dihasilkan sebesar 390 MW. (F.915) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment