Dijadikannya Bupati Ngada sebagai tersangka
dalam kasus pemblokiran Bandara Turelelo Soa telah memicu bibit-bibit
perpecahan di masyarakat setempat antara pihak-pihak yang pro dan kontra dengan
Bupati Ngada.
SEBAGAI kepala daerah dalam hal ini Bupati
Ngada, Marianus Sae, telah memerintahkan penerbangan Merpati untuk tidak boleh
terbang dan mendarat di Bandara Turelelo Soa, karena Bupati merasa dipermainkan
oleh pihak Merpati soal tiket. Awalnya, Bupati Ngada diberitahu bahwa tiket Merpati
telah habis terjual. Ternyata masih ada 3 (tiga) kursi Merpati yang kosong. Toh pihak penerbangan Merpati nekat terbang
ke Bandara Turelelo Soa. Maka Bupati Ngada memerintahkan Kasat Pol PP, Hengky
Wake, dan anggotanya untuk memblokir Bandara Turelelo Soa. “Andaikan saat itu
Merpati mentaati larangan Bupati Ngada, pasti tidak akan terjadi heboh seperti
ini,” kata Kasat Pol PP, Hengky Wake, kepada Yohanes Ladja dari FAKTA di ruang
kerjanya di Bajawa (4/2).
Lebih lanjut Wake menjelaskan bahwa
kalau terjadi apa-apa di udara dan Bandara Turelelo, pihak Merpati yang harus
bertanggung jawab. Karena Merpati sudah tahu ada larangan dari Bupati Ngada untuk
tidak boleh terbang dan mendarat di Bandara Turelelo. Itu berarti Merpati
membangkang kepada pejabat negara Bupati Ngada yang sedang menjalankan tugas
negara. Apalagi saat itu Bupati sangat mendesak untuk penetapan APBD dalam sidang
DRPD hari itu juga.
Atas peristiwa ini Wake minta kepada
Kapolres Ngada dan Polda NTT untuk menyelidiki dan menetapkan pihak Merpati
sebagai tersangka juga. Satpol PP hanya melaksanakan perintah Bupati untuk memblokir
Bandara Turelelo. Kalau hanya Bupati Ngada dan Satpol PP yang ditetapkan
sebagai tersangka lalu pihak Merpati tidak, itu berarti hukum di negeri ini
pilih kasih. Hal ini tidak adil dalam negara hukum di Indonesia.
Kasat
Pol PP Ngada, Hengky Wae, mengakui bahwa betul dirinya agak keras menolak demo
dari masyarakat, tapi itu bukan berarti dia melarang para pendemo untuk
menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah soal pemblokiran Bandara Turelelo.
Ia agak berang kepada pendemo karena datangnya tiba-tiba. “Kalau mau demo itu saling
koordinasi dengan pihak kami, Pol PP, untuk menertibkan pendemo sehingga agenda
kerja Bupati Ngada tidak terganggu. Kalau datangnya tiba-tiba lalu hanya
menunjukkan surat rekomendasi dari Polres Ngada dan surat tembusan untuk Bupati
Ngada belum ada koordinasi dari pihak pendemo, apakah surat pemberitahuan
tersebut sudah sampai di meja Bupati atau tidak ? Kalau belum, ya jangan
memaksakan kehendak. Seperti sekarang ini berita media lokal memojokkan Satpol
PP dalam peristiwa tersebut,” ujar Henky Wae kesal.
Yang
jelas, dijadikannya Bupati Ngada sebagai tersangka dalam kasus pemblokiran
Bandara Turelelo Soa telah memicu bibit-bibit perpecahan di masyarakat setempat
antara pihak-pihak yang pro dan kontra dengan Bupati Ngada. Terlebih lagi
ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik yang hendak memanfaatkan
situasi bak mengail ikan di air keruh, yang ujung-ujungnya membahayakan
persatuan dan kesatuan serta mengorbankan masyarakat setempat. Hingga
diperlukan upaya-upaya antisipasi yang bijak dari pemerintah agar masyarakat
Ngada terhindar dari perpecahan dan permusuhan.
Yohanes
Ladja dari FAKTA yang menulis berita ini pun sempat mendapatkan teror dari
orang-orang yang masih misterius yang menghendaki agar FAKTA tidak memihak
kepada Bupati Ngada. Padahal FAKTA tidak pernah memihak kepada siapa-siapa,
melainkan semata-mata hanya menyampaikan informasi yang diperolehnya dari
berbagai narasumber kepada masyarakat apa adanya sebagai hak publik atas semua
informasi tersebut dan sebagai kewajiban bagi FAKTA sebagai jurnalis dan media
massa untuk menyampaikan informasi tersebut kepada masyarakat. (F.932)R.26
Kepala Satpol PP Ngada, Hengky Wae. |
No comments:
Post a Comment