KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
Tindak Kekerasan) mengecam tindakan Faisal (Calon Legislatif DPRK dari Partai
Nasional Aceh), bersama Zhaimar (Kepala Desa Ujung Karang), dan beberapa warga,
termasuk Kapolsek Sawang yang bertindak melanggar hukum terhadap Tgk Barmawi
dan santrinya di Pesantren Al-Mujahadah, Kecamatan Sawang, Aceh Selatan.
Berdasarkan
laporan yang diterima, pada 22 Februari 2014, sekitar pukul 23.30 Wib, Faisal, Zhaimar,
dan sekitar 10 warga mendatangi Pesantren Al-Mujahadah. Faisal tanpa izin
pemilik pesantren mengambil dokumentasi (foto) pengajian para santri, menyita
kitab, dan menginterogasi para santri yang sedang melakukan pengajian. Faisal
juga ingin memukul salah seorang santri bernama Zulhaqqi Rizal. Mustafa (Kapolsek
Sawang) yang berada di lokasi kejadian membiarkan tindakan Faisal. Bahkan
diduga kuat Kapolsek Sawang ikut melakukan intimidasi terhadap santri dan
mencatat nama-nama para santri.
Tindakan
Faisal tersebut telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945, UU No. 39/1999
tentang HAM, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU No.12/2005 tentang
Pengesahan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Kemudian
terkait adanya pembiaran dan keterlibatan langsung Kapolsek Sawang, Mustafa,
dalam kasus tersebut melanggar UU No.2/2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia, Peraturan Kapolri No.8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar
Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Atas
fakta-fakta tersebut, KontraS mendesak;
Pertama,
Partai Nasional Aceh agar menertibkan kader partainya yang terlibat
pelanggaran hukum dengan memfaatkan isu agama untuk kepentingan politiknya.
Jika perlu kader yang merusak nama partai politik dipecat dan tidak layak
dicalonkan sebagai calon legislatif.
Kedua,
mendesak Kapolda Aceh dan Kapolres Aceh Selatan menindak tegas Kapolsek Sawang,
Mustafa, yang diduga kuat membiarkan atau terlibat langsung dalam kejahatan
tersebut. Selain itu, juga meminta Kapolda Aceh menyelidiki kasus tersebut dan
memproses para pelaku yang terlibat baik dari unsur kepolisian maupun dari
kelompok masyarakat, termasuk Kepala Desa.
Ketiga, meminta kepada Pemerintah Aceh, DPR
Aceh, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat Aceh agar menyelesaikan setiap persoalan
keagamaan melalui proses dialog damai. Jangan sampai peristiwa yang menimpa Tgk
Aiyub di Bireun terulang kembali di tanah Serambi Mekah. (Pers Rilis)R.26
No comments:
Post a Comment