AHLI Tata Negara Fakultas Hukum (FH) UNUD, Prof
Usfunan, menilai bahwa gagalnya Pilwabup Badung pada 8 Januari lalu wajar
dipersoalkan. Pasalnya, selain menimbulkan kerugian keuangan daerah, kegagalan
sidang paripurna juga menyebabkan kerugian immaterial. Maka, selain pidana,
tuntutan perdata pun bisa dilayangkan. “Selain tipikor, tuntutan perdata pun
bisa dilayangkan. Kedua calon jelas terbebani secara psikis, yakni harga diri
dan rasa malu yang luar biasa,” tegas Prof Usfunan saat bertemu sejumlah
pentolan Forum Pengawal Demokrasi (FPD) di Kuta Utara.
Ia
juga menegaskan bahwa yang layak dituntut secara perdata adalah anggota dewan
sebagai penyebab gagalnya pilwabup, terutama anggota dewan yang tidak hadir
saat paripurna 8 Januari itu dengan tanpa alasan yang jelas. “Pemilihan Wabup
itu dilakukan oleh anggota DPRD Badung, bukan wakil dari partai. Ketika sebagai
anggota dewan tak menjalankan kewajiban, pihak Badan Kehormatan (BK) DPRD layak
menjatuhkan sanksi,” katanya.
Untuk
kerugian immaterial, kata Usfunan, tak bisa dinominalkan. Maka, kedua calon
bisa menuntut sebesar-besarnya anggota dewan yang menyebabkan gagalnya pilwabup
tersebut. "Kerugian immaterial tidak bisa dinominalkan. Jadi dituntut puluhan
bahkan ratusan miliar pun layak,” urainya.
Ia
juga menegaskan bahwa tugas anggota dewan sebagai pejabat negara adalah
menghadiri rapat. Ketika ada kesengajaan dan melakukan kesewenang-wenangan
dengan tidak hadir, tentu saja merupakan sebuah pelanggaran. Sebuah arogansi
yang menimbulkan kerugian keuangan daerah yang jumlahnya ratusan juta rupiah
untuk menggelar paripurna. Selain itu, pelayanan di Badung juga lumpuh karena
Bupati bersama seluruh pejabat SKPD hadir pada paripurna tersebut. (F.915)R.26
Prof Usfunan (tengah) didampingi Ketua FPD, Kosan Sidik Kusuma (kanan) |
No comments:
Post a Comment