ADANYA gegeran
dua pengusaha di Pengadilan Negeri Surabaya terungkap bahwa Pemkot Surabaya
belum mengganti rugi tanah warga yang dipergunakan buat jalan dan sungai untuk
fasilitas umum.
Seperti
diketahui bahwa saat ini Handoko Minto Rahardjo, Komisaris PT Greges Jaya (GJ),
melakukan gugatan terhadap Hengki Soenjoto dan Hendra Soenjoto, keduanya
bertindak untuk dan atas nama PT Multicon Surabaya Terminal (MST). Tiga Advokat
senior; Yoswinto Halimsetiono SH, AB Indranegara SH dan Alexrisamasu SH sebagai
penasehat hukum penggugat berhadapan dengan advokat muda; M Bashori SH MH sebagai
penasehat hukum tergugat (PT MST).
Dalam
gugatan setebal 8 halaman bernomor 983/Pdt.G/2013.PN.Sby, sidang pertamanya
dimulai pada 24 Desember 2013 dengan agenda mediasi dan dilanjutkan di meja
persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Fernandus SH MH. Yang perlu
dicatat, meski sudah berjalan 5 bulan ternyata pada hari Senin, 19 Mei 2014,
barulah diperiksa saksi-saksi yang pertama kali. “Soalnya kuasa hukum tergugat
tidak rutin menghadiri sidang yang telah ditentukan Ketua Majelis Hakim. Sering
tidak datang dengan berbagai alasan,” tegas Joswinto Halimsetiono SH, Ketua Tim
Penasehat Hukum Penggugat yang kecewa dengan keadaan tersebut.
Dalam
persidangan pemeriksaan yang diajukan penggugat (PT GJ) telah hadir pegawai
dari Kelurahan Greges, pegawai BPN, Security
PT GJ dan pegawai Pemkot Surabaya. Intinya, para saksi membenarkan bahwa PT GJ
berlokasi di Jl Raya Greges 61 Surabaya, mempunyai sebidang tanah seluas 22.700
m2. Dengan pembagian SHM No.294 seluas
10.300 m2 dan SHM No.296 seluas 12.400 m2.
Seterusnya
tanah seluas 22.700 m2 yang faktanya seluas
21.676 m2 tersebut disewa oleh tergugat yang diikat dengan akte
perjanjian sewa-menyewa nomor 18 tanggal 25 Juli 2008 yang dibuat oleh
Notaris/PPAT Lucia Suryani Widjojo SH. Sewa per m2-nya disetujui seharga Rp 5.500/bulan
dan harus dibayar bertahap, dimulai pada bulan Agustus 2008. Jangka waktu
kontrak selama 10 tahun sehingga nantinya berakhir pada tahun 2018.
Akan
tetapi, setelah membayar DP (down payment/uang
muka) pada bulan Agustus 2008 sisanya milyaran rupiah belum dibayar, seperti
yang diperjanjikan dalam Akte Notaris nomor 18 tanggal 25 Juli 2008. Salah satu
bunyi akte tersebut disebutkan bahwa manakala 3 (tiga) bulan setelah
tanggal-tanggal yang ditentukan penyewa tetap belum memenuhi kewajibannya
membayar uang sewa, maka perjanjian menjadi batal dengan sendirinya tanpa
melalui prosedur apa pun dan dengan melepaskan ketentuan pasal 1266 dan pasal
1267 KUHPerdata, sedang uang yang telah diterima oleh yang menyewakan tidak
dapat diminta kembali karena dianggap sebagai ganti rugi atas pembatalan
tersebut.
Dalam
gugatannya, penggugat mematok uang sewa plus
denda keterlambatan 2 % per bulan sebesar Rp 5.760.726.725,- plus bunga 2 % per bulan sebesar Rp
1.898.277.415,- sehingga semuanya berjumlah Rp 7.659.004.140. “Tanah yang disewa oleh tergugat yang telah
terlambat membayar sewa adalah merupakan perbuatan ingkar janji sehingga
patutlah tergugat dihukum untuk membayar ganti kerugian kepada penggugat,”
tandas Advokat Alex Risamasu, mantan Direskrim Polda Jatim ini.
Sita
Jaminan
Untuk
menjamin gugatannya tidak sia-sia, penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan
Negeri Surabaya untuk meletakkan Sita Jaminan terhadap aset tergugat berupa
rumah-rumah yang berlokasi di kawasan Taman Puspa Raya, Surabaya, dan kawasan
Sunter Hijau di Jakarta Utara.
Bahkan
5 buah forklift buatan tahun 1997-2001 dimohonkan juga untuk diletakkan sita
jaminan. Demikian pula gedung kantor beserta isinya yang berdiri di lahan
persewaan di Jalan Raya Greges 61 Surabaya.
Dan,
tak kalah pentingnya, penggugat mohon kepada Ketua PN Surabaya, menyatakan Akte
Notaris nomor 18 tanggal 25 Juli 2008 yang berisi Surat Perjanjian Sewa-Menyewa
yang dibuat oleh Notaris Lucia Suryani Widjojo SH, batal.
Perlu
dicatat bahwa dalam persidangan yang juga memeriksa saksi-saksi dari pegawai
Pemkot Surabaya terungkap bahwa jalan masuk dan sungai ternyata milik penggugat
yang sudah masuk dalam sertifikat. Menurut Advokat Ali Indranegara SH yang juga
kuasa hukum penggugat bahwa jalan masuk dan sungai itu dengan sendirinya harus
kembali kepada penggugat, karena hingga saat ini lahan tersebut belum dibayar
pembebasan tanahnya oleh Pemkot Surabaya.
M Bashori SH MH, kuasa hukum tergugat (PT MST),
ketika dikonfirmasi FAKTA, enggan berkomentar. “Kita ikuti saja proses
persidangannya. Kita sudah menyiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi bahwa apa
yang kita lakukan sudah benar dan prosedural,” tandasnya singkat dan menghilang
di tengah hiruk-pikuknya PN Surabaya. (Tim) majalah fakta onlineAdvokat Yoswinto Halimsetiono SH dan AB Indranegara SH |
No comments:
Post a Comment