KOALISI pasangan Prabowo Subiyanto - Hatta
Rajasa ada 6 partai politik plus limpahan
suara dari perpecahan di PKB dan Hanura. Keenam parpol itu adalah
Gerindra,
PAN, PKS, PPP, Golkar, PBB, ditambah Rhoma Irama dan Mahfud MD, Hari Tanusudibyo
serta kader/simpatisan Partai Demokrat.
Sedangkan
pasangan Joko Widodo - Yusuf Kalla berkoalisi dengan 5 parpol plus limpahan suara dari perpecahan di
Golkar, PPP dan kader/simpatisan Partai Demokrat. Kelima parpol itu adalah PDIP,
Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI, ditambah simpatisan Yusuf Kalla (Golkar), PPP
yang membelot dan Partai Demokrat.
Untuk
mengetahui jumlah perolehan suara pemilih dapat dianalisa/diprediksi secara
tabulasi sebagai berikut :
Pasangan
Prabowo - Hatta Rajasa
No.
|
Nama
Parpol
|
Jumlah
Perolehan Suara
|
Prosentase
Perolehan Suara
|
1.
|
Gerindra
|
14.760.371
|
11,81
%
|
2.
|
PAN
|
9.481.621
|
7,59%
|
3.
|
PKS
|
8.480.204
|
6,79%
|
4.
|
PPP
|
6.248.625
|
± 5%
|
5.
|
Golkar
|
12.184.818
|
±
9,75%
|
6.
|
Rhoma
Irama dan Mahfud MD
|
3.749.175
|
± 3%
|
7.
|
Kader/Simpatisan
Demokrat
|
7.498.349
|
± 6%
|
8.
|
PBB
|
1.825.750
|
1,46%
|
9.
|
Hari
Tanusudibyo
|
1.249.725
|
± 1%
|
|
Total Suara
|
65.478.638
|
52,40%
|
Pasangan
Jokowi - Yusuf Kalla
No.
|
Nama
Parpol
|
Jumlah
Perolehan Suara
|
Prosentase
Perolehan Suara
|
1.
|
PDIP
|
23.681.471
|
18,95
%
|
2.
|
Nasdem
|
8.402.812
|
6,72%
|
3.
|
PKB
|
7.548.338
|
±
6,04%
|
4.
|
Hanura
|
4.998.900
|
± 4%
|
5.
|
Pecahan
PPP
|
1.912.079
|
±
1,53%
|
6.
|
Kader/Simpatisan
Partai Demokrat
|
5.236.347
|
±
4,19%
|
7.
|
PKPI
|
1.137.250
|
0,91%
|
8.
|
Yusuf
Kalla
|
6.248.625
|
± 5%
|
|
Total Suara
|
59.165.822
|
± 47,34%
|
Sumber
data untuk mengetahui jumlah perolehan suara pemilih dalam tabulasi tersebut di
atas adalah :
1.
Jumlah
perolehan suara pemilih di masing-masing partai politik berdasarkan hasil
perhitungan KPU.
2.
Pada
masing-masing partai politik yang mengalami perpecahan dapat dianalisa berapa
persen (%) yang memisahkan diri/membelot ke partai politik lain.
3.
Selisih
hasil prosentase (%) perpecahan/pembelotan dikalikan hasil suara pemilih
berdasarkan hasil perhitungan KPU.
4.
Hasil
selisih tersebut ditambahkan bagi partai politik yang mendapatkan
tambahan/pelimpahan suara.
5.
Hasil
selisih dikurangkan bagi partai politik yang kadernya membelot/pecah dan masuk
ke partai lain dari hasil perolehan suara pemilih.
Jadi, hasilnya dapat disajikan sebagaimana
dalam tabulasi tersebut di
atas. Analisa/prediksi ini tidak hanya asal
menganalisa tetapi juga berdasakan data dan fakta yang ada. Akurasinya
mendekati kebenaran. Namun itu semua nanti Tuhan yang menentukan dan juga tidak
lepas dari popularitas seseorang, usaha keras dan doa.
Mengapa Yusuf Kalla memperoleh 5% di
Golkar ? Karena Yusuf Kalla menguasai Indonesia wilayah timur. Selain itu di
Jawa massanya juga cukup banyak.
Menunggu Sikap SBY
Namun,
apabila SBY bersikukuh tetap tidak mau bergabung dengan kubu pasangan Prabowo Subiyanto
dan Hatta Rajasa maka pertarungan dengan kubu pasangan Joko Widodo dan Yusuf
Kalla akan seru dan sulit diprediksi siapa yang bakal jadi pemenangnya. Joko
Widodo popularitasnya sangat tinggi dan kelihatan merakyat. Orangnya berpenampilan
sederhana sehingga banyak menarik simpati rakyat. Kata para pengamat politik,
Jokowi dipasangkan dengan siapa saja dimungkinkan jadi. Tetapi itu pun belum
tentu karena tidak lepas dari jumlah koalisi, perolehan suara pemilih, apabila
jumlah koalisi lebih sedikit, barang tentu juga mempengaruhi perolehan suara
pemilih karena masing-masing partai politik memiliki massa pemilih
sendiri-sendiri, sulit untuk dipengaruhi.
Apabila
SBY mendukung Prabowo - Hatta meskipun secara diam-diam, para kader/simpatisannya
dapat dipastikan akan memilih Prabowo - Hatta. SBY kelihatannya akan mengikuti
jejak Ketua Umum PDIP, Megawati, yang secara tidak langsung sebagai oposisi
untuk menaikkan elektabilitas Partai Demokrat. Karena saat PDIP menjadi oposisi,
kenaikan suara pemilih partainya luar biasa mencapai ± 18,95%. Langkah yang
diambil SBY perlu lebih berhati-hati untuk menentukan pilihan sikapnya. Jika Partai
Demokrat bersikap netral dan Prabowo - Hatta kalah dalam pilpres maka tidak
bisa dibayangkan Cikeas akan menjadi bulan-bulanan, menerima balas dendam. Lebih-lebih
Ibas disebut-sebut juga menikmati proyek Hambalang. Belum lagi lainnya yang
belum terungkap.
Perlu
diketahui bahwa pemilihan presiden dengan pemilihan caleg sangat berbeda, Calon
presiden dilihat dari figur calonnya atau dapat disebut idola seperti saat SBY
mencalonkan dulu. Sedangkan calon legislatif berhadapan langsung dengan
masyarakat sehingga harus menghamburkan uang sampai ada yang mencapai puluhan milyar
segala. Sudah barang tentu nanti perolehan suara capres akan berbeda dengan
perolehan suara caleg. Bisa-bisa perolehan suara capres akan lebih kecil,
tergantung figur yang ditampilkan. Kecuali partai politik pengusung capres memiliki
kader yang militant sehingga sulit untuk digoyang, seperti PDIP, PKS, PAN. Untuk
PKB dan PPP biasanya tergantung ulama dan kyainya.
SBY
kelihatannya mencari amannya saja, menginjakkan dua kaki pada kedua capres. Ruhut
Sitompul mengatakan pada ILC TV One tanggal 20 Mei 2014 bahwa Sekjen PDIP,
Cahyo Kumolo, sudah bertemu SBY minta jaminan kenetralan sikap SBY dalam
pilpres. SBY harus ingat pada saat koalisi dengan PKS kurang apa mesranya.
Namun apa yang terjadi, kita semua tahu. Lebih-lebih hanya janji belaka, bila
yang bertemu dengan SBY itu adalah Megawati tentu dapat dipercaya karena semua
komando PDIP berada di tangan Megawati.
Seyogyanya
SBY mendukung salah satu capres, Jokowi atau Prabowo ? Kalau tidak, dikhawatirkan
nasib Partai Demokrat akan lebih terpuruk lagi. Perlu diketahui bahwa SBY yang dulu
dengan SBY yang sekarang sudah berbeda, jaman dan massanya pun sudah berubah,
jadi jangan terlalu percaya diri. (R.26) majalah fakta online
Oleh :
Drs H Imam Djasmani SH
Pengamat Sosial dan Politik
|
No comments:
Post a Comment