AGUS Jogijo
Warsito (53), warga Jalan Sidoyoso, Kelurahan Simokerto, Surabaya, diadili di
Pengadilan Negeri Surabaya dengan tuduhan melakukan penganiayaan. Korban
penganiayaannya adalah Sutadiyono. Pemicunya, isteri korban yang bernama Anisa
Herawati menyebarkan fitnah dengan mengatakan,”Agus Jogijo Warsito (terdakwa)
tidak membayar kontrakan rumah”. Atas perbuatan penganiayaan tersebut, terdakwa
dijerat oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pasal 351 ayat (2) primair dan
pasal 351 ayat (2) subsidair serta dilakukan penahanan di Rutan Medaeng.
Terdakwa yang didampingi Advokat H Setijo Boesono SH MH, M Sjamsul
Arifin SH dan Windiyanto Yudho Wicaksono SH, belum lama ini bebas, sebelum
perkaranya diperiksa lebih lanjut oleh majelis hakim. Lo kok bisa ? Ya, sebab eksepsi (nota keberatan) yang
diajukan oleh Tim Penasehat Hukum dari Posbakum DPC Ikadin Surabaya, tidak
ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Artinya, persidangan
yang dipimpin oleh Suhartoyo SH MH dan hakim anggota H Bandung Suhermoyo dan H Yapi
SH MH, menyatakan menerima keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh penasehat
hukum terdakwa. Oleh karenanya, Ketua majelis Hakim juga menyatakan surat dakwaan
JPU tidak cermat, tidak jelas atau kabur sehingga harus dibatalkan atau surat
dakwaan menjadi batal demi hukum. Dan, tentu saja pemeriksaan perkara tidak
dapat dilanjutkan. Selain itu Ketua Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk
segera mengeluarkan terdakwa Agus Jogijo Warsito dari tahanan serta membebankan
biaya perkara pada negara.
Ada beberapa alasan mengapa eksepsi penasehat hukum diterima oleh
Majelis Hakim PN Surabaya ? Di
antaranya, nama terdakwa dalam surat dakwaan, ternyata keliru. Sesuai Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), terdakwa bernama Agus Jogijo
Warsito, alamat Jl Sidoyoso II Gg 3/35 RT 004 RW 14 Kelurahan dan Kecamatan
Simokerto, Surabaya. Tetapi dalam surat dakwaan yang dibuat oleh JPU dari Kejari
Tanjung Perak ditulis Anton Bin Alm Hendro Yagiyo, beralamat di Jl Pogot 1
nomor 21 Surabaya.
Dan, terdakwa yang hanya berpendidikan di SLTP saja, dalam surat
dakwaan ditulis berpendidikan SMA tamat.
“Terdakwa sama sekali tidak memiliki status SMA (tamat) karena memang
tidak ada dokumen negara yang menyatakan terdakwa telah menempuh pendidikan
SMA,” tegas Setijo Boesono yang juga sebagai Ketua Peradi Surabaya.
Argumentasi hukum lainnya, terdakwa yang dituduh melakukan
penganiayaan, ternyata dalam surat dakwaan JPU tidak diuraikan secara jelas.
Dikatakan JPU bahwa akibat penganiayaan tersebut mengakibatkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan, jabatan atau pencaharian selama 4 hari. “Harus
jelas, korban itu pekerjaannya apa sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya,”
kata Advokat M Sjamsul Arifin SH yang menjelaskan bahwa dakwaan demikian tidak
memenuhi syarat dalam pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.
Ditambahkan oleh Advokat Windiyanto Yudho Wicaksono SH bahwa
penganiayaan yang dituduhkan pada terdakwa, bukanlah inisiatif terdakwa. Melainkan ada faktor jengkel/tersinggung dari
perkataan saksi Anisa Herawati yang menyebarkan fitnah. Tentu saja terdakwa
tersinggung, sehingga berujung pada perbuatan spontan dalam keadaan tidak
sadar. “Itu diakui dalam surat dakwaan,” tegas Yudho yang mohon kepada Ketua
Majelis Hakim menyatakan menerima keberatan/eksepsi dengan alasan-alasan hukum
tersebut.
Awal Mei 2014 lalu, Majelis Hakim mengabulkan eksepsi/keberatan
yang diajukan Tim Penasehat Hukum, bahkan salah satu amar putusannya memerintahkan JPU segera mengeluarkan
terdakwa dari tahanan, seperti disebutkan sebelumnya.
Yang perlu dicatat bahwa terdakwa sudah telanjur
menjalani tahanan selama hampir 5 bulan, karena ditahan sejak 9 Desember 2013. (Tim) majalah fakta onlineAdvokat H Setijo Boesono SH MH (tengah) |
No comments:
Post a Comment