Pakde Karwo |
WAYANG kulit merupakan salah satu warisan budaya
bangsa yang harus dilestarikan. Tak hanya bangsa ini yang terus mengeksplorasi
hasil budaya nenek-moyang, namun bangsa-bangsa lain yang menghargai hasil
budaya bangsa juga ikut melestarikannya. Dalam kegiatan khusus seperti
tasyakuran pun dapat diselingi dengan pagelaran wayang kulit. Adalah Gubernur Jawa
Timur yang kerap disapa Pakde Karwo sering mengadakan pagelaran wayang kulit
dalam setiap even di daerahnya.
Pakde
mengatakan, wayang kulit merupakan salah satu kebudayaan yang dapat dijadikan
tontonan dan tuntunan. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang membawa
kebaikan. “Kisah dalam wayang membuktikan bahwa budaya dan agama di Jatim dapat
menyatu dengan baik, ini salah satu kekuatan kita,” ujarnya.
Kisah
Dewa Ruci menggambarkan sebuah kepatuhan seorang murid kepada guru, kemandirian
bertindak dan perjuangan keras menemukan jati diri. Pengenalan jati diri akan
membawa seseorang mengenal asal-usul diri sebagai ciptaan dari Tuhan.
Pengenalan akan Tuhan itu menimbulkan hasrat untuk bertindak selaras dengan
kehendak Tuhan, bahkan menyatu dengan Tuhan atau sering disebut sebagai
Manunggaling Kawula Gusti (bersatunya hamba dan Tuhan).
Lebih
jauh dalam lakon Dewa Ruci itu dikisahkan upaya dan tekad keras Bima atau Arya
Sena yang ingin mendapatkan air suci kehidupan,”Tirta Perwita Sari”. Berbagai
macam cobaan dan tantangan serta godaan yang sangat berat dihadapi Bima, akan
tetapi Bima pada akhirnya mampu mengatasinya dan Bima berhasil menemukan dan
mendapatkan air suci Tirta Perwita Sari yang berwujud Dewa Ruci yang bukan lain
adalah dirinya sendiri.
Lakon
Dewa Ruci mengandung makna filsafat tentang tasawuf Islam yang sangat mendalam
karena menggambarkan seorang ksatria dengan kemauan spiritualitas yang keras
untuk mencari jalan terbaik untuk membawa manusia kepada kebahagiaan yang kekal
dan abadi di akhirat.
Sebagai
wujud syukur karena terpilih kembali sebagai pemimpin Jawa Timur, Gubernur
Jatim, Dr H Soekarwo, “nanggap” wayang kulit semalam-suntuk dengan dalang Ki
Anom Suroto dengan lakon Dewa Ruci di kampung halamannya, di Desa Palur,
Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun, Minggu (11/5).
Pakde
Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim, mengatakan, “nanggap” wayang kulit
merupakan salah satu wujud rasa syukur karena kembali dipercaya oleh masyarakat
untuk memimpin Jawa Timur. “Terlepas dari siapa pun pemimpinnya, intinya, kita
bersyukur karena masyarakat Jatim hidupnya semakin ayem dan tentrem,
kesejahteraannya meningkat. Jika dulu kebutuhan dasarnya untuk membeli beras,
sekarang untuk nyicil motor, beli pulsa, dan lainnya,” katanya.
Pagelaran
wayang kulit juga sebagai wujud syukur atas keberhasilan Jawa Timur meraih
penghargaan tertinggi dari pemerintah pusat, yakni Samkarya Nugraha Parasamya
Purnakarya Nugraha. Penghargaan tersebut diberikan kepada pemerintah daerah
yang mencapai nilai terbaik dalam bidang pemerintahan dan pembangunan. “Penghargaan
ini pernah diraih Jawa Timur pada tahun 1974. Ketika itu yang menerima adalah
Gubernur H Moh Noer. Alhamdulillah setelah 40 tahun lamanya, masyarakat Jawa
Timur berhasil meraih kembali penghargaan itu karena kebersamaan kita semua,
yakni masyarakat, pemerintah, TNI, Polri, DPRD, dan tokoh agama,” tuturnya.
Hadir dalam kesempatan itu, istri Gubernur
Jatim, Dra Hj Nina Soekarwo, Sekretaris Daerah Provinsi Jatim, Dr H Akhmad
Sukardi, Asisten Bidang Ekonomi Pembangunan Sekdaprov Jatim, Hadi Prasetyo,
mantan Sekdaprov Jatim, Rasiyo, Bupati Madiun, Bupati Ponorogo, Forpimda
Madiun, para pejabat SKPD Pemprov Jatim serta ribuan masyarakat. (F.835) majalah fakta online
No comments:
Post a Comment