Keduanya sudah dinyatakan tersangka dan berkas perkaranya sudah
dinyatakan P21,
tapi masih juga menunggu petunjuk Kejaksaan Agung.
MESKIPUN berkas
penyidikan kasus dugaan suap-menyuap antara Walikota Banjarmasin, H Muhidin, dan
Bupati Tanah Laut, H Adriansyah, sudah dinyatakan lengkap atau P21 dan keduanya sudah
dijadikan tersangka, namun tidak serta merta H Muhidin yang sekarang masih
menjadi Walikota Banjarmasin dan H Adriansyah yang sudah mengakhiri masa bhaktinya September 2013 lalu
sebagai Bupati Tanah Laut, dilakukan penahanan seperti layaknya tersangka
korupsi lainnya dan segera disidangkan.
H Muhidin, Walikota Banjarmasin |
Tidak ditahannya H Muhidin
dan H Adriansyah sebagai tersangka korupsi serta perkaranya tidak
kunjung disidangkan padahal berkasnya sudah P21 ini terungkap
saat ditanyakan FAKTA kepada Erwan Suwarna SH, Kasi
Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel. “Masih menunggu petunjuk dari Kejagung
(Kejaksaan Agung), karena hal ini menyangkut kepala daerah,” ujar
Erwan yang ditemui FAKTA di sebuah rumah makan soto Banjar.
Memang, tambah Erwan, berkas perkaranya sudah
P21 dan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel sudah
melimpahkan kepada pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin, namun
untuk dilimpahkan ke pengadilan negeri agar disidangkan masih harus menunggu petunjuk dari
Kejagung.
H Adriansyah, mantan Bupati Tanah Laut yang juga Ketua DPD PDIP Provinsi Kalsel |
Sementara itu Ketua DPD Pemuda Islam
Kalsel, H M Hasan, mengatakan bahwa pihak Mabes Polri telah menyampaikan
secara tertulis dan resmi dengan dua alat bukti dan pihak Kejati Kalsel
mengapresiasi dengan menyatakan berkas kedua tersangka sudah lengkap (P21) maka
kedua tersangka seharusnya segera ditahan. “Melihat hal tersebut seyogyanya pihak
kejaksaan segera melakukan penahanan. Tidak usah diberikan penangguhan
penahanan atau tahanan kota. Langsung masukkan LP saja,” ujar H M Hasan.
Kalau pihak Kejari Banjarmasin tidak
berani melakukan penahanan terhadap kedua tersangka, tambah H M Hasan,
Kajari Banjarmasin lebih baik mundur, karena sudah jelas-jelas berkas perkaranya P21 dan sudah menjadikan
keduanya sebagai tersangka tetapi tidak berani melakukan penahanan. “Kita
berharap pihak Kejati Kalsel segera melakukan tindakan pemecatan atau
mutasi kepada Kajari Banjarmasin karena tidak mempunyai keberanian untuk menegakkan
hukum,” kata H M Hasan.
H M Hasan, Ketua DPD Pemuda Islam Kalsel |
Apalagi untuk Aad (sebutan H
Adriansyah), lanjut Hasan, sudah jelas-jelas terbukti melakukan kesalahan dengan melanggar hukum, jadi
tidak perlu dilakukan pelantikan dirinya sebagai anggota dewan dari PDIP. H Adriansyah
sebagai Ketua DPD PDIP Provinsi Kalsel kini terpilih sebagai Anggota DPR RI
dalam Pileg 9 April 2014. “Jadi, sebelum dilakukan pelantikan anggota dewan segera laksanakan
proses persidangannya dan tahan para tersangkanya. Pihak
kejaksaan jangan tebang pilih dalam menyelenggarakan proses hukum sehingga
supremasi hukum benar-benar ditegakkan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat”.
Kasus dugaan suap-menyuap yang melibatkan dua kepala
daerah di Kalimantan Selatan ini bermula pada tanggal 1 September 2010 di mana Walikota
Banjarmasin, H Muhidin, diduga memberikan dana Rp 3 milliar kepada Bupati Tanah
Laut, H Adriansyah, sebagai “pelican” terkait usaha tambang milik Muhidin yang
areal tambangnya berada di tapal batas Kabupaten Tanah Laut dengan Kabupaten
Tanah Bumbu, tepatnya di Desa Sungai Cuka.
Muhidin selaku “pemilik” PT Bintang Jaya Mulia (BJM) menginginkan
supaya lokasi tempat penambangan perusahaannya yang berada di perbatasan Kabupaten
Tanah Laut dan Kabupaten Tanah Bumbu itu masuk di wilayah Kabupaten Tanah
Bumbu. Lokasi ijin usaha Muhidin selaku “pemilik” PT BJM yang berada pada titik
batas 6.7.8.9. batas daerah antara Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Tanah Laut
belum disepakati oleh kedua kabupaten tersebut sejak 2004 sampai dengan 2010.
Kasus ini awalnya ditangani Polda Kalsel, kemudian demi
netralitas penanganan kasus dugaan korupsi ini diambil alih Direktorat Tindak
Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri. Kasus ini berjalan lamban karena berkas perkaranya
yang terus-menerus bolak-balik dari penyidik polri ke kejaksaan (P19-nya lama
sekali sampai 5 kali). Ini memicu kecurigaan masyarakat Kalsel. Ada dugaan aparat
kejaksaan sengaja mengulur-ulur kasus ini. Namun pada akhirnya kejaksaan
menyatakan P21 (lengkap).
Kepala Sub Direktorat III Tindak Pidana Korupsi
Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Darmanto, di Dumabes Polri Jakarta Selatan
tanggal 13/3/2004 mengatakan bahwa kasus ini sekarang sudah P21 (berkas penyidikannya
dinyatakan lengkap) dari Kejati Kalsel pada tanggal 13/3/2004. “Kasus ini dinyatakan
lengkap oleh kejaksaan setelah 5 kali dikembalikan kepada penyidik polri untuk dilengkapi.
Meskipun berkas perkaranya sudah dinyatakan lengkap, kepolisian tidak melakukan
penahanan terhadap Muhidin maupun Ardiansyah karena untuk menahan kepala daerah
harus minta izin presiden. Kecuali pemeriksaan, tidak perlu izin presiden”.
Menurut masyarakat Kalsel, kasus ini termasuk istimewa
karena hingga sekarang belum juga dibawa ke pengadilan, padahal kasusnya sudah
P21. Ada apa dengan kejaksaan yang tidak kunjung melimpahkan berkasnya ke
pengadilan negeri ? Apakah kedua tersangka “orang kuat” sehingga sulit
disidangkan atau memang ada “main mata” ? Kalau tidak, kenapa tidak segera dilakukan
penahanan dan disidangkan seperti kasus korupsi lainnya yang ditangani KPK ? (Tim) majalah fakta online
Erwan Suwarna SH, Kasi Penkum Kejati Kalsel |
No comments:
Post a Comment