Tuesday, January 17, 2017

LINTAS JAWA BARAT

BUPATI SUBANG MENGAKU GELONTORKAN MILIARAN RUPIAH

Bupati Subang, Ojang Suhandi, di KPK.
KETUA Divisi Hukum Pidana Lembaga Konsultan Hukum Realita Principiel Recht Provinsi Jawa Barat, Farchan SH MH, mengkritisi kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar). Pasalnya, Fahri Nurmallo dan Devyanti Rochaeni, dua jaksa Kejati Jabar yang tertangkap tangan oleh KPK saat menerima uang suap beralasan bahwa uang yang diterimanya itu bukan suap melainkan pengembalian barang bukti ke kas negara. Sedangkan petugas KPK yang menangkap mereka tetap menyita uang sebesar Rp 600 juta dan mereka pun digelandang ke Jakarta. Hingga akhirnya kedua jaksa Kejati Jabar itu meringkuk dalam sel tahanan Kebonwaru Bandung sebagai titipan KPK dan kasusnya segera disidangkan secara terpisah dengan perkara Bupati Subang, Ojang Dandi.
Bupati Subang, Ojang Suhandi, akhirnya buka-bukaan terkait penanganan kasus korupsi dana BPJS Kesehatan Kabupaten Subang. Dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk terdakwa Jajang Abdul Kholik dan Lenih Marliani, Kepala BPJS Kabupaten Subang, Ojang Suhandi mengungkapkan tabir peredaran uang miliaran rupiah untuk mengamankan kasus itu. Hal itu terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jl L L R E Martadinata, Kota Bandung. Ojang waktu itu bersaksi di Pengadilan Tipikor Bandung sejak sore hingga malam hari dan mendapat giliran terakhir setelah dua saksi lainnya, yakni Jaksa Kejati Jabar, Fahri Nurmallo dan Devyanti Rochaeni, yang keduanya juga akan menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor Bandung.
Ojang dan dua jaksa itu pun kini berstatus sebagai tersangka dalam perkara yang sama. Ketiganya masih belum menjalani persidangan sebagai terdakwa karena masih menunggu pelimpahan berkas oleh KPK kepada Pengadilan Tipikor Bandung.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Longser Sormin, itu setidaknya terungkap besaran uang yang digelontorkan Ojang terkait dengan kasus BPJS tersebut. Baik itu untuk membantu terdakwa kasus BPJS, Jajang Abdul Kholik dan Budi Suabiantoro, maupun untuk keperluan lainnya. Jika dihitung-hitung angkanya mendekati Rp 3 miliar.
Pria yang sempat menjadi ajudan Eep Hidayat saat menjadi Bupati Subang itu hadir dengan mengenakan batik lengan pendek warna cokelat. Ia menceritakan aliran dana yang diberikan, mulai dari Rp 1,4 miliar kepada Pengacara Nur Holim untuk pengurusan kasus BPJS di Polda Jabar, hingga pengurusan saat persidangan kasus BPJS dengan terdakwa Jajang dan Budi berlangsung.
Diungkapkan Ojang, ketika kasus BPJS masih ditangani Polda Jabar dan dirinya belum ditetapkan tersangka, Nur Holim mendatanginya. Dia meminta uang Rp 1,4 miliar untuk diberikan kepada penyidik Polda Jabar dengan alasan sebagai uang pengembalian kerugian kepada negara.
“Saat itu dia (Nur Holim) bilang saya harus bisa memenuhi permintaan penyidik Polda Jabar tersebut. Terus terang saja, saya ditakut-takuti karena dia selalu mengatasnamakan penyidik Polda Jabar, sehingga saya kerap sekali memberikan uang kepada Nur Holim dalam jumlah banyak,” tutur Ojang di persidangan.
Diterangkan Ojang, ketika itu Nur Holim merinci siapa saja yang bisa dijadikan tersangka. Mulai dari staf dinkes, dirinya, Jajang dan Budi. Saat itu Holim menyebut semua bisa diselamatkan (tidak jadi tersangka) asalkan mengembalikan kerugian negara yang dibebankan kepadanya sebesar Rp 1,4 miliar. Ojang pun kemudian memberikan uang itu dua tahap, yang pertama ia menyerahkan sebesar Rp 1 miliar, kemudian dilanjutkan penyerahan kedua sebesar Rp 400 juta. Akan tetapi hingga saat ini Nur Holim tidak pernah memberikan tanda terima dari penyidik jika uang itu benar sudah diserahkan sebagai pengembalian kerugian negara.
Farchan SH MH.
Bahkan sebelumnya sempat tersiar kabar uang itu tak jadi diserahkan karena adanya isu OTT (operasi tangkap tangan) KPK di Polda Jabar. Namun kemudian, Nur Holim lewat asistennya bertemu dengan Ojang dan meminta Ojang menandatangani kwitansi yang seolah-olah dirinya telah menerima pengembalian uang Rp 1,4 miliar yang pernah diberikan kepada Nur Holim.
“Tapi, sampai sekarang uangnya tidak pernah diberikan Rp 1,4 miliar.  Dia (Nur Holim) hanya kembalikan Rp 200 juta, yang Rp 1 miliar katanya sudah diberikan kepada penyidik Polda Jabar dan sisanya Rp 200 juta tidak tahu ke mana,” ungkap Ojang.
Saat ditanya JPU KPK uangnya untuk apa dan ke mana, Ojang hanya menyebut untuk pengembalian uang kerugian negara. Bahkan akan diberikan oleh terdakwa Jajang sendiri di persidangkan. Akan tetapi, hingga kini uang tersebut tidak pernah diketahui ke mana rimbanya.
Selain Rp 1,4 miliar, Ojang juga memberikan uang sebesar Rp 600 juta kepada Nur Holim, dalihnya uang itu adalah untuk komunikasi ke dua institusi, yaitu Kejaksaan Tinggi Jabar dan Pengadilan Tipikor Bandung. Masing-masing institusi disebutkan diberikan Rp 300 juta. Karena percaya dan khawatir, Ojang pun kemudian memberikan uang itu.
Atas pernyataan Ojang, hakim anggota Rojai pun meminta agar KPK mengusut keberadaan uang Rp 1,4 miliar tersebut. Bahkan Rojai meminta agar KPK tidak setengah-setengah mengusut kasus korupsi ini. “Ini harus ditindaklanjuti, Nur Holim apakah dia sebagai dalang dalam penyuapan ini ? Bahkan bisa saja dia itu ‘markus’ (makelar kasus),” ujarnya.
Selain kepada Nur Holim, Ojang ternyata juga menyetor sejumlah uang kepada pihak lainnya. Saat ramai kabar akan adanya OTT oleh KPK, dia didatangi Hermanto dari sebuah ormas yang mengaku sebagai anggota KPK bagian humas. Tanpa alasan, Ojang lalu menyerahkan uang sebesar Rp 500 juta dalam dua tahap kepada Hermanto.
Tak cuma itu, Ojang juga mengaku pernah didatangi seseorang bernama Budi Rahardja dan memberinya uang pula. Kemudian Ojang juga mengaku kerap kali ditelepon Jajang melalui ajudannya untuk dibantu. “Kami diminta bantuan oleh Jajang, saya kasih Rp 100 juta. Kemudian Jajang minta lagi uang koordinasi dengan jaksa Rp 160 juta,” katanya.
Sebelumnya, Jaksa Fahri Nurmallo dan Devyanti Rochaeni juga dijadikan saksi dalam sidang tersebut. Devyanti mengaku dirinya merupakan suruhan Fahri untuk mengambil uang pengganti kerugian negara yang akan diberikan Jajang sebelum tuntutan dibacakan. “Saya tidak tahu jumlahnya, saya hanya disuruh untuk mengambil uang pengganti itu,” akunya.
Sedangkan Fahri Nurmallo saat menjadi saksi dicecar jaksa KPK dan majelis hakim terkait komitmen operasional senilai Rp 460 juta yang terdiri Rp 160 juta untuk uang pengganti dan Rp 300 juta untuk operasional. Diakui Fahri, alokasi uang pengganti itu merupakan pertimbangan selama persidangan Jajang setelah adanya pertemuan dengan istrinya, Lenih Marliani, pada Maret 2016.

Hingga pukul 19.30 WIB, sidang kasus korupsi itu masih berlangsung dengan sesi pemeriksaan kepada saksi Ojang. Hingga berita ini dibuat, saksi Ojang masih dicecar pertanyaan oleh kuasa hukum terdakwa Jajang dan Lenih. (F.481) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks

No comments:

Post a Comment