Thursday, January 5, 2017

ANEKA BERITA

KEJATI SULSEL PERIKSA KEPALA BPN MAROS

TIM penyidik satuan tugas khusus Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulsel memeriksa Kepala Badan Pertanahan Naional (BPN) Kabupaten Maros, Andi Nuzuliah, terkait dengan dugaan korupsi salah bayar dan mark up proyek pembebasan lahan perluasan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin oleh PT Angkasa Pura I (Persero).
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin, mengatakan, BPN Maros selaku leading sector pembebasan lahan wajib menerangkan tentang mekanisme pembebasan lahan kepada tim penyidik. “Maka itu dia dulu yang kita periksa karena perannya sangat penting. Kita tadi periksa dia sekitar tiga jam,” ujar Salahuddin.
Dia mengatakan, sepanjang pemeriksaan yang bersangkutan telah menerangkan beberapa hal terkait pembebasan lahan tersebut. Di antaranya dugaan kejanggalan yang ditemukan jaksa pada penggunaan juknis SPI 06 sebagai pedoman pembebasan lahan pada 2013. Padahal juknis jenis itu baru berlaku pada 1 Januari 2015.
Hal lain lagi yaitu kejanggalan proses tender penunjukan Tim apraisal selaku tim penentu harga lahan yang telah melewati batas waktu 30 hari. Tim apraisal yang memenangkan tender dianggap kejati tidak sah dan menyalahi aturan. Ada pula kejanggalan penentuan harga lahan sebesar Rp 700.000,- per meter di lahan yang sebenarnya harga lahan di wilayah itu hanya berkisar Rp 200 ribu – Rp 300 ribu per meter.
Keterangan itu selanjutnya akan ditelaah tim penyidik. “Kami akan lihat dulu dan pelajari, kalau masih ada yang kurang akan kami panggil lagi,” kata Salahuddin.
Untuk peran Andi Nuzuliah, lanjut Salahuddin, kejati masih menguatkan bukti apakah terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang kemungkinan terjadi di pembebasan lahan itu atau tidak. Kejati tidak hanya akan memperdalam peran BPN dengan cara memeriksa pejabat yang berwenang, tim penyidik juga telah memeriksa warga penerima ganti rugi lahan bernama H Nisa, Staf PT Angkasa Pura 1, Tura, serta satu orang Staf BPN Maros, Ahmad.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Hidayatullah, menegaskan, semua pihak akan dipanggil untuk dimintai keterangan utamanya lembaga yang melakukan pendampingan lahan saat pembebasan lahan tahap pertama. “Kita akan lihat apakah lembaga pendamping itu terlibat karena kok ini bisa anggaran membengkak sangat fantastis”.

Penggelembungan anggaran di kasus ini, kata kajati, sangat besar yaitu delapan kali lipat dari anggaran awal yang Rp 168 milyar membengkak menjadi Rp 800 milyar. Pembengkakan anggaran inilah yang dicurigai sebagai perbuatan mark up atau menaikkan harga berkali-kali lipat dari harga dasar tanah. Yang diduga terjadi karena ada persengkongkolan jahat antara BPN, Tim Apraisal, warga penerima ganti rugi serta lembaga pendamping warga penerima ganti rugi. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks

No comments:

Post a Comment