“UU No.23 Tahun 2014
Tentang Pemda Harus Dikaji Ulang”
Ir Armuji, Ketua DPRD Kota Surabaya |
MENYOAL kualitas pendidikan di Kota Surabaya, menurut
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya, Ir Armuji, hal itu
tentu tidak bisa disamakan dengan kabupaten/kota lainnya di Propinsi Jawa
Timur. DPRD Kota Surabaya akan melakukan langkah strategis untuk bisa membuat
pengelolaan SMA/SMK tetap dipegang Pemerintah Kota Surabaya.
"Kami
akan mendorong hal itu dengan menyurati presiden untuk segera menerbitkan
peraturan pemerintah yang isinya membatalkan UU No.23 Tahun 2014, khususnya
pasal yang berkaitan dengan urusan pendidikan," ungkapnya.
Armuji
menambahkan, penerapan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah harus
dikaji ulang. Pasalnya, banyak yang tidak relevan di lapangan, di antaranya
yang dikhawatirkan adalah tentang kemampuan pemerintah provinsi untuk tetap
menyokong pendidikan gratis di Kota Surabaya.
Menurutnya,
anggaran pendidikan di Surabaya itu Rp 2,07 triliun. Sedangkan anggaran
pendidikan di Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sebutnya, hanya separo dari Kota
Surabaya. "Itu pun untuk 38 kabupaten/kota. Kami justru tidak yakin mereka
bisa mempertahankan pendidikan gratis di Surabaya," kata Armuji di sela-sela
inspeksi mendadak (sidak) ke SMA Negeri 6, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Senin
(14/3).
Persoalan
seperti yang terjadi di SMAN 6 Surabaya, yakni macetnya pembangunan gedung
sekolah, sebut Armuji, adalah bagian kecil dari dampak negatif dari
undang-undang tersebut. Jika PP-nya sudah diterbitkan, dia menyatakan
pembangunan sekolah di samping kiri gedung negara Grahadi itu bisa segera
direalisasikan.
Kepala SMAN 6 Surabaya, Drs F A Nurseno MPd |
Sementara
itu, Kepala SMAN 6 Surabaya, Drs F A Nurseno MPd, mengatakan, sekolah yang
menempati bangunan cagar budaya ini sudah mulai merasakan dampaknya.
Pihaknya
memang sudah mendapatkan sosialisasi tentang akan diberlakukannya aturan baru
itu. Di mana mulai 1 Januari 2017 mendatang, seluruh pengelolaan sekolah
menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) akan dipegang Pemprov
Jatim. "Berdasarkan info yang kami dapatkan hal itu berlaku mulai awal
tahun depan. Seluruh tenaga guru yang ada di sekolah ini juga sudah digaji
pemerintah provinsi. Begitu juga dengan pembiayaan sekolah secara
keseluruhan," terang Nurseno.
Sebagai
pelaksana teknis, pihaknya mengaku menerima apa saja nanti aturan yang akan
diberlakukan. Tapi, sebagai pihak pelaku di lapangan, Nurseno mengaku juga
mulai merasakan dampak dari penerapan UU Pemerintah Daerah tersebut.
Di
antaranya adalah macetnya pembangunan gedung sekolah di SMAN 6 Surabaya yang
sudah direncanakan sejak dua tahun lalu. Pembangunan yang direncanakan, yakni
penambahan gedung di belakang sekolah. Rencana penambahan gedung dua lantai itu
kapasitasnya untuk 24 lokal kelas, karena kebutuhan kelas cukup mendesak.
Proposal dan desain rencana pembangunan itu pun diajukan ke Bappeko Surabaya.
Seperti
diketahui, sebulan sebelum Joko Widodo dilantik menjadi presiden, DPR RI
mengesahkan RUU Pemerintahan Daerah yang terbaru pada tanggal 23 September
2014. Undang-undang tersebut merupakan pecahan dari UU RI No. 32 Tahun 2004
yang memecah ke dalam tiga undang-undang, selain UU Desa dan UU Pemilihan
Kepala Daerah. Naskah RUU Pemerintah Daerah mulai diserahkan pada tanggal 4
Februari 2012 silam, dan mulai dibahas pada masa sidang keempat DPR pada bulan
Mei-Agustus 2012. Lahirnya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah merupakan
kesepakatan antara Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri pada awal
tahun 2010 silam untuk memecah ke dalam tiga UU Pemerintahan Daerah sebelumnya.
Sebenarnya
UU Pemerintahan Daerah yang terbaru diharapkan disahkan sebelum pelaksanaan
Pemilu 2014 tetapi mengalami pemunduran waktu hingga baru bisa disahkan pada
bulan September 2014. Pada naskah akademik RUU Pemerintahan Daerah menyebutkan
bahwa tujuan RUU tersebut adalah untuk memperbaiki berbagai kelemahan dari UU
No.32/2004. Beberapa kelemahan yang dimaksud adalah konsep kebijakan
desentralisasi dalam negara kesatuan, hubungan antara pemerintah daerah dengan
masyarakat sipil dan berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
belum diatur.
Ketentuan Baru
yang
terbaru dalam RUU Pemerintahan Daerah adalah prosedur pembentukan daerah
otonom. Bila sebelumnya, pengusulan pembentukan daerah otonom baru melalui mekanisme
di DPR dan DPD, maka dalam RUU ini salah satu syaratnya adalah mendapatkan rekomendasi
dari Menteri Dalam Negeri sebagai menteri yang membidangi urusan pemerintahan dalam
negeri. Syarat bagi daerah yang diusulkan menjadi daerah otonom baru yang
memenuhi persyaratan administrasi ditetapkan menjadi Daerah Persiapan yang
secara administratif dipimpin oleh seorang kepala daerah persiapan yang diisi
oleh pegawai negeri sipil yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam
Negeri.
Namun
naskah RUU yang sangat “berani” tersebut mengalami perubahan drastis ketika disahkan
menjadi UU. DPR dan DPD tetap diberi kewenangan dalam pembentukan daerah
persiapan otonom baru sebagaimana diatur pada pasal 38 UU ini. Prosedurnya,
gubernur mengusulkan kepada pemerintah pusat, DPR dan DPD RI setelah Daerah
Persiapan tersebut memenuhi persyaratan dasar kewilayahan. Atas usulan
gubernur, pemerintah pusat melakukan penilaian atas persyaratan dasar
kewilayahan (syarat teknis) dan persyaratan administratif, lalu disampaikan
kepada DPR dan DPD. Setelah itu, baru pemerintah pusat membentuk tim kajian independen
yang bertugas melakukan kajian terhadap persyaratan dasar kapasitas daerah.
Hasil kajian tim independen kemudian disampaikan kepada pemerintah pusat untuk
dikonsultasikan kepada DPR dan DPD untuk dipertimbangkan dalam penetapan
kelayakan pembentukan daerah persiapan otonom baru. Daerah yang ditetapkan
sebagai Daerah Persiapan akan dilakukan pembinaan dan evaluasi selama jangka
waktu tiga tahun. Hasil evaluasi tersebut akan menentukan apakah Daerah Persiapan
tersebut memenuhi syarat teknis untuk dimekarkan atau tidak. Apabila memenuhi
syarat untuk dimekarkan menjadi daerah otonom baru, maka ditetapkan melalui
undang-undang. Begitu pula sebaliknya, Daerah Persiapan yang tidak memenuhi
syarat teknis untuk dimekarkan akan dikembalikan ke daerah asal.
Substansi
dari UU No.23 Tahun 2014 adalah memperkuat kewenangan pemerintah provinsi
sebagai wakil pemerintah pusat di daerah (pasal 91). Sebelumnya, melalui UU No.32
Tahun 2004, kepala daerah yang melakukan pelanggaran disiplin dan tidak tertib sangat
susah sekali untuk mendapatkan sanksi. Salah satu kewenangan yang diberikan
kepada gubernur adalah kewenangan pemberian sanksi bagi kepala daerah di
wilayahnya yang tidak disiplin. Selain itu, kepala daerah yang masih merangkap
jabatan sebagai ketua/pengurus partai di daerah tempat yang bersangkutan
menjabat, maka dapat diberhentikan secara permanen. Termasuk dalam hal ini
tidak diperbolehkan menjadi pengurus suatu perusahaan (swasta, BUMN/D) dan
menjadi pengurus yayasan karena akan mendapatkan sanksi pemberhentian sementara
selama tiga bulan oleh presiden (pasal 77). (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment