Karena
Pakai KIS, Tim Medis RS HVA Pare Cabut Selang Oksigen
Pasien
Rumah Sakit HVA Pare Kediri tampak depan dan inset : Puryadi |
CERITA klise tentang pelayanan rumah sakit di negeri ini sudah
bukan rahasia umum lagi. Kisah mengenaskan ini sekarang menimpa Karso Nyono
(80), warga Dusun Kenteng Timur RT 012 RW 004, Desa Besowo, Kecamatan Kepung, Kabupaten
Kediri, Provinsi Jawa Timur. Pasalnya, saat diperiksakan ke Rumah Sakit (RS) HVA
Pare dan menunjukkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) – produk pemerintahan Presiden
Jokowi, malah ditolak mentah-mentah, bahkan diperlakukan kurang baik.
Salah satu keluarga korban
menceritakan kepada Achmad Faried dari FAKTA bahwa ketika ayah
mertuanya itu sampai di IGD RS HVA Pare, Karso Nyono langsung diperiksa tim
medis yang sedang bertugas di IGD. Pada papan dokter jaga di IGD terpampang
nama dr Devitasari. “Saat tim medis lainnya dan dr Devitasari memasang alat
bantuan pernafasan, dokter menyarankan keluarga yang mengantar pasien tersebut untuk
mendaftarkan ke petugas lainnya untuk melengkapi persyaratan administrasi dan
mendapatkan nomer urut 102. Saat mendaftar ke petugas itulah pihak keluarga
menunjukkan kartu sejenis BPJS yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS) atas nama
Karso Nyono. Setelah petugas paramedis menerima dan mengetahui bahwa pasien
memakai kartu sehat tersebut, alat bantu yang sudah dipasang dilepas lagi dan
pasien dilarikan ke RSUD Palem Pare”.
“Saya panik dan heran mengetahui
tindakan tim medis itu, Mas, masak gara-gara ayah kami memakai KIS, selang oksigen
yang sudah dipasang langsung dicopot, dan diagnose hasil pemeriksaan dirobek di
depan saya, serta disarankan untuk dirawat di RSUD Palem Pare. Saya ingat
sekali sikap yang dilakukan petugas itu terjadi pada Sabtu, tanggal 12 Maret
2016, sekitar pukul 17.00 Wib, sesuai dengan CCTV rumah
sakit. Karena khawatir dengan keadaan orangtua saya, sambil dongkol dan heran,
orangtua saya segera saya larikan ke RSUD Palem Pare dengan naik angkot,” jelas
Puryadi dengan terbata-bata.
Puryadi yang merupakan salah satu
anak menantu dari pasien tersebut menambahkan, setelah tim medis bilang kamarnya
sudah penuh, Puryadi mengecek sendiri ke dalam ruangan, ternyata ada 14 ruangan
Kelas 3 Dahlia 1 sampai 6 dalam keadaan banyak yang masih kosong saat itu.
“Saya bilang ke tim medis ada banyak ruangan kosong 14 ruang. Tapi kepala
ruangan bilang bahwa ruangan tersebut sudah dipesan dan tidak ada tempat
kosong lagi,” tambah Puryadi.
Dokter Menis Rahmawati saat dikonfirmasi
lewat telepon membenarkan tentang kejadian tersebut. Tapi Menis menjelaskan
bahwa saat itu Pak Karso Nyono (alm) datang di IGD sudah ditangani sesuai
protap rumah sakit, yaitu langsung ditangani dengan langkah standar mulai dari
pemeriksaan tensi, kadar gula, dan periksa darah. Menurut Menis,
keadaan pasien waktu itu hanya lemas dan sesak nafas, maka
langsung diberi bantuan oksigen.
“Kami memang menerima pasien atas
nama yang bersangkutan, dan petugas kami sudah melakukan standar penanganan
pasien, tetapi karena saat itu ruang yang ada di rumah sakit penuh maka kami
menyarankan agar pasien dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kediri,”
tutur Menis.
Dituturkan pula bahwa pihak rumah sakit
sudah ketemu dengan pihak keluarga almarhum, dan Puryadi (kebetulan wartawan
BIDIK NASIONAL) sudah meminta maaf. “Sebenarnya kami tidak begitu risau dengan
pemberitaan koran Pak Pur (BIDIK NASIONAL) tapi kami terusik dengan LSM Nasional KOMPAK yang mengunggah permasalahan ini di medsos”.
Namun sebelum FAKTA
melanjutkan pertanyaannya lewat telepon, tiba-tiba HP Menis putus dan dihubungi
lagi HP-nya tidak diangkat.
Sumber FAKTA
mengatakan bahwa pelayanan di RS HVA Pare Kabupaten Kediri seperti itu sudah
lama terjadi. Bahkan, pernah ditanyakan sumber kepada pihak
manajemen RS saat rapat internal, kenapa jika ada calon pasien yang memakai
fasilitas BPJS dan dari masyarakat umum, tidak mendapat pelayanan seperti
pasien dari anggota kelurga PTPN.
“Maklum, Mas, rumah sakit HVA kan
swasta dan BUMN, jadi wajarlah kalau seperti itu, dan jawaban yang diberikan
kepada calon pasien umum, terutama yang memakai BPJS, kebanyakan (sampai
diulangi tiga kali), mendapatkan jawaban kamar sudah penuh dan sudah dipesan,”
kata sumber.
Yang mengejutkan adalah pengakuan
Puryadi bahwa dr Menis juga menanyakan tentang kode etik jurnalistik dan
mencatut nama Ketua PWI dengan mengatakan bahwa ia kenal baik dengan Ketua PWI
serta AJI Kediri, sekaligus telah mengkonfirmasinya.
Mendengar pengakuan tersebut, FAKTA
langsung mengkonfirmasi kepada Ketua PWI Kediri yang menyatakan pihaknya belum
dan tidak pernah dikonfirmasi tentang hal tersebut oleh dr Menis. “Sudah lama
saya tidak komunikasi dengan pihak RS HVA. Apalagi berkomunikasi mengenai hal
ini, tidak Kang, itu tidak benar,” kata Mega, Ketua PWI Kediri, kepada FAKTA lewat
telepon.
Puryadi berharap hal ini tidak
terjadi lagi pada masyarakat miskin seperti almarhum bapak mertuanya. Sekaligus
ada pihak-pihak yang bisa dihubungi terkait dengan layanan rumah sakit
tersebut. Di akhir wawancaranya dengan FAKTA, Puryadi
meminta agar Bupati Kediri menindak dengan tegas pihak rumah sakit swasta yang
telah ditunjuk oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk melayani pasien BPJS
maupun KIS namun malah merugikan masyarakat miskin. (RIED) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment