RALB Kopbun Diponegoro Mandiri
Dari kiri : Para Pengurus Kopbun
Diponegoro Mandiri yaitu Ketua, Wakil
Ketua,
Sekretaris 1, Sekretaris II dan Bendahara saat RALB.
|
PERKEBUNAN Kelapa Sawit milik masyarakat yang
tergabung dalam wadah Koperasi Perkebunan (Kopbun) Diponegoro
Mandiri Gampong Bukit Hagu, Kecamatan Lhoksukon,
Kabupaten Aceh Utara, mengalami tumpang-tindih
sejak puluhan tahun yang lalu. Menurut sumber dari kalangan petani sawit di sana,
ada kapling kebun sawit dengan luas arealnya 2 hektar dimiliki oleh 2 hingga 3
pemilik kapling kelapa sawit.
Dari dasar pertama pemilik utamanya yang mempunyai
kapling sawit 2 hektar misalnya, mempunyai sertifikat tanah kepemilikan dari
Badan Pertanahan Negara (BPN) Aceh Utara, punya Nomor Kapling dan punya Nomor
Anggota Koperasi, disusupi petani sawit siluman yang tidak
resmi, tidak mempunyai Nomor Kapling, tidak mempunyai Nomor Anggota Koperasi
dan tidak mempunyai sertifikat tanah
kepemilikan dari BPN. Namun petani siluman yang bersangkutan juga mendapatkan
jatah hasil yang namanya uang bulanan dari koperasi perkebunan
setempat setiap bulannya.
Sehingga setiap satu kapling yang
luas kebun sawitnya 2 hektar, menurut petani sawit
setempat, hanya beroleh hasil Rp 200.000,-
sebulan. Bahkan ada yang mendapatkan hanya Rp 100.000,-
per bulan.
Zulkarnain, petani sawit
Bukit Hagu di bawah Kopbun Diponegoro,
melalui rapat yang dinamakan Rapat Luar Biasa pada Selasa
(23/2) mengungkapkan, dirinya selaku anggota Kopbun Diponegoro
yang punya kapling sawit seluas 1,5 hektar hanya mendapatkan hasil Rp.18.000,-
sebulan.
Zulkarnain sempat menuding pengurus Kopbun
Diponegoro Mandiri bukannya mensejahterakan anggotanya seperti yang diharapkan
Kadiskop & UKM Aceh Utara, tetapi hanya mensejahterakan pengurusnya
saja.
Kemungkinan besar kapling milik
Zulkarnain juga telah disusupi oleh petani siluman, yang hasil kebunnya telah
terbagi-bagi kepada beberapa orang pemilik kapling sehingga beroleh hasil
sekecil itu.
Sumber dari kalangan petani dan pengurus koperasi
di Bukit Hagu menyebutkan, tumpang-tindihnya
kepemilikan kapling kebun kelapa sawit di sana pertama
terjadi sejak konflik Aceh yang
berkepanjangan, dari tahun 1990-an hingga sekarang bermasalah.
Sedangkan menurut pengamatan FAKTA,
bukan saja di Bukit Hagu yang terjadi tumpang-tindih
kepemilikan kapling sawit semacam itu, tetapi juga di tempat-tempat
lain, seperti di Bola Mas, Rumoh Rayeuk, Seureuke Langkahan,
Aceh Utara. Bahkan juga di Babussalam
Unit V dan Cinta Makmur Unit VI Baktiya, Aceh Utara, terjadi
hal yang sama.
Dapat digambarkan bahwa di masa
konflik Aceh berkecamuk, tak mungkin
hal-hal semacam ini dapat ditertibkan. Pasalnya, terkait dengan
keselamatan jiwa dan lain sebagainya. Justru sekarang inilah
semua pihak terkait bermaksud meluruskannya dengan
melakukan kapling ulang agar petani yang bersangkutan merasa aman
dan nyaman dalam berkebun sawit.
Giri Saputra, Geuchik
Gampong Bukit Hagu, Mahmud, Imum Mukim Lhoksukon
Teungoh, Muspika Lhoksukon yang terdiri dari Camat Lhoksukon, Saifuddin SE,
Kapolsek Lhoksukon, H G Tanjung,
Danramil Lhoksukon yang diwakili Serma Usman Bataud, Ir Natsir,
Kadiskop & UKM Aceh Utara, bekerja sama dengan para Pengurus Koperasi
Perkebunan Diponegoro Mandiri yang terdiri dari Eko Parianto (Ketua),
Ronal D Bangun (Wakil Ketua), Tongat (Sekretaris
1), Edi Sucipto (Sekretaris II),
Sarwono (Bendahara), berserta seluruh
anggota Kopbun Diponegoro Mandiri mengadakan rapat yang
disebut Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) dengan agenda penetapan lahan dan rekapling,
serta pengelolaan kebun kelapa sawit milik anggota Kopbun
Diponegoro Mandiri. Rapat bertempat di Gedung
Serba Guna Kopbun Diponegoro Mandiri Bukit Hagu,
Lhoksukon, Aceh Utara,
Senin (23/2).
Kadiskop & UKM Aceh Utara,
Ir Natsir, mengarahkan
agar Kepala Desa setempat secepatnya menyelesaikan masalah tumpang-tindih
lahan sawit agar petani merasa aman dan nyaman.
Camat Lhoksukon, Saifuddin SE,
juga menganjurkan supaya konflik kepemilikan lahan
sawit itu perlu ditata ulang. Mana saja kepemilikan yang
sah didaftarkan kembali, sedangkan kepemilikan yang
acak-acakan dikoordinasi serta diberi pengertian
yang positif.
Kapolsek Lhoksukon,
H G Tanjung, saat memberi
arahan.
|
Kapolsek Lhoksukon, H G
Tanjung, mengatakan, atas pengamatannya untuk Kapling
Kebun Sawit Paket 3, Paket 4, dan Paket 5
sudah tidak ada masalah lagi, sudah kelar sebelumnya. Yang masih bermasalah
adalah Paket 19, maka Paket 19-lah
yang perlu segera diselesaikan rekapling penetapan
lahannya kembali, bersama Ketua Kelompok Tani (KKT)-nya
masing-masing.
Hal yang sama juga dikatakan Ronal D Bangun,
Wakil Ketua Kopbun Diponegoro Mandiri, bahwa untuk paket 3, 4
dan 5 seluas 29 hektar sudah selesai.
Kades Bukit Hagu, Giri Saputra,
menitikberatkan pada bilamana terjadi kekurangan lahan dalam
rekapling penetapan lahan di lapangan,
bagi mereka yang tidak ada Nomor Anggota Kopbun Diponegoro
dan tidak ada Nomor Kaplingnya, dengan terpaksa lahannya ditiadakan. “Karena mereka tergolong petani yang muncul
belakangan, bergabung pada lahan kepemilikan orang
lain. Dengan sebab munculnya petani belakangan ini maka hak
kepemilikan petani yang asli menjadi kurang dan memicu terjadinya
tumpang-tindih
kepemilikan lahan”.
Ketika rapat akan ditutup
berkesimpulan bahwa sebelum selesainya rekapling penetapan ulang lahan kelapa
sawit milik anggota koperasi perkebunan setempat,
yang jumlah anggota seluruhnya sekitar 900-an
orang, ditetapkan tidak boleh memanen sendiri atau mengutip hasil TBS secara
perorangan atau kelompok, tetapi tetap dikutip oleh Kopbun
Diponegoro Mandiri. Maka dalam waktu yang tidak terlalu lama ke depan
rekapling penetapan
lahan akan segera dilakukan. Kemudian RAT Luar Biasa pun
ditutup dengan pembacaan doa oleh H Badrussyamsi.
(F.434) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment