Bu
Risma Terima Protes Ratusan Wali Murid SMA/SMK
“Kalau semua berjuang,
saya yakin bisa tembus”
|
KEBIJAKAN pengambilalihan kewenangan pengelolaan SMA dan SMK
oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur, ternyata menuai perhatian dari wali murid
di Kota Pahlawan. Jumat siang (11/3), ratusan perwakilan wali murid SMA
dan SMK mendatangi Balai Kota Surabaya untuk bertemu dengan Walikota Surabaya,
Tri Rismaharini, guna menyampaikan keluh-kesah dan kekhawatiran mereka atas
kebijakan ini.
Sekitar jam sepuluh pagi,
dengan ditemani kuasa hukumnya, sekitar 40 perwakilan wali murid telah memenuhi
ruang sidang walikota. Walikota Tri Rismaharini dengan didampingi Asisten
Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya menyambut
dengan baik kedatangan para wali murid dari SMA dan SMK di Surabaya tersebut.
Agus Santoso, salah satu
orangtua siswa SMKN 7 Surabaya, menyebutkan, bahwa ia dengan beberapa rekannya
di SMKN 7 Surabaya merasa terbantukan selama ini dengan berbagai kebijakan yang
diampu oleh Pemerintah Kota Surabaya. Selain itu, pria yang juga menjadi guru
honorrer K2 ini mempertanyakan nasibnya ketika kebijakan ini dipegang oleh provinsi.
"Saya dan orangtua
murid di SMKN 7 Surabaya sebelumnya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah
Kota Surabaya. Kami bisa membagi penghasilan untuk tabungan masa depan
putra-putri kami, serta tidak terbebani secara finansial," imbuh Agus
Santoso.
Tak hanya Agus Santoso
yang merasakan hal serupa, Enny Ambarsari, salah satu orangtua siswa di SMAN 5 Surabaya,
menjelaskan di hadapan walikota bahwa ia tidak ingin anak-anaknya yang sejak
sekolah dasar telah gemar dengan sekolah negeri harus mengalami downgrade.
“Anak saya sekarang
sedang pertukaran pelajar di Amerika, di sana ia cukup menjadi perhatian. Ini
terjadi atas pengetahuan dan motivasi yang diberikan guru-guru di SMA-nya. Saya
ingin apa yang dialami anak saya, dialami oleh adiknya yang masih bersekolah di
SMP dan juga seluruh anak-anak di Kota Surabaya ini,” imbuh ibu dua anak ini
yang saat memberi penjelasan sembari menahan haru.
Walikota Surabaya yang
akbar dipanggil Bu Risma menjelaskan bahwa Pemkot Surabaya sudah selama dua
tahun memperjuangkan hal ini semenjak undang-undang ini keluar. Walikota tidak
ingin warganya yang kurang mampu hanya menyelesaikan pendidikan hingga jenjang
SMP karena terbatas biaya.
“Sejak keluar
undang-undang, kami sudah berjuang di kementerian pendidikan, mensegneg dan
mendagri. Perjuangan kami berbekal peraturan daerah (perda) wajib belajar 12 tahun.
Perda tersebut keluar dengan berbagai resikonya, termasuk pembiayaan. Mungkin
hadirin di sini ada yang tidak mempermasalahkan hal ini, namun ada orangtua
yang juga tidak mampu, bahkan tidak mengerti atas apa yang terjadi. Sehingga
karena dana terbatas, akhirnya tidak menuntaskan wajib belajar anaknya 12
tahun,” tegas Bu Risma.
Mantan kepala bapekko
ini menambahkan, untuk meningkatkan kompetensi guru, Pemkot Surabaya
memberangkatkan hampir 60 guru ke luar negeri. Ia juga berjanji mempertimbangan
gaji guru K2 yang juga akan dijadikan titik berat saat berunding dengan
kementerian.
“Saya memohon kepada
orangtua yang hadir untuk saling berjuang bersama-sama. Kalau perlu kita berdoa
bersama di balai kota,” tegas Bu Risma lagi.
Tak hanya di ruang
sidang, Bu Risma juga menemui wali murid yang telah menunggu di pelataran Taman
Surya. Ratusan wali murid yang mayoritas merupakan ibu rumah tangga ini ingin
tahu hasil pertemuan yang dilakukan sejak pagi tersebut. Bu Risma yang saat itu
ditemani Wakil Walikota, Wisnu Sakti Buana, menyambut hangat kehadiran ratusan
wali murid tersebut.
“Saya meminta hadirin
yang datang di sini untuk menjadi saksi perjuangan. Semangat ini tidak putus
karena mendapat dukungan dari warga. Kalau semua berjuang, saya yakin bisa
tembus. Selain itu, tahun ini pemkot juga melakukan peningkatan, yakni beasiswa
bagi siswa berprestasi,” imbuh Bu Risma yang menuai tepuk tangan dari para wali
murid.
Sementara itu, kuasa
hukum wali murid SMA/SMK, Edward Dewaruci, menjelaskan bahwa sebelumnya ia dan
lima perwakilan wali murid telah melakukan banding di Mahkamah Konsitusi pada
tanggal 7 Maret 2016. “Untuk memenuhi pasal 15 UU No.23 Tahun 2014 apa bisa
diterapkan, apabila pemohon menganggap penerapan itu bisa merugikan
konstitusional karena mengambil alih kewenangan. Selain itu, apa jaminan yang
sama bisa diterima masyarakat nantinya ? Karena masyarakat sudah merasakan
pelayanan maksimal selama ini,” imbuh Edward Dewaruci. (Rilis) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment