KPK BUBARKAN
SAJA
PRESIDEN DAN DPR TETAP SEPAKAT
MEREVISI UU KPK
DPR berinisiatif
mengusulkan pada Presiden untuk merevisi UU KPK. Presiden pun
menyetujuinya dengan catatan revisi tersebut untuk memperkuat KPK.
Namun, nyatanya,
draf revisi UU KPK menunjukkan adanya
pasal-pasal yang justru melemahkan KPK.
Kelihatannya Presiden dan DPR sudah
muak melihat kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di negeri ini karena
KPK selalu menangkap para pejabat negara
termasuk anggota DPR. Sehingga para koruptor merasa
ketakutan maka kewenangan KPK sebagai lembaga superbodi akan
dilumpuhkan dengan cara merevisi UU KPK utamanya ada 4 komponen yang akan
dipreteli,yaitu :
1.
Penyadapan
2.
Penyidikan dan Penuntutan
3.
Penerbitan SP3
4.
KPK dibatasi keberadaannya
sampai 12
tahun
Penyadapan :
KPK
tidak diperbolehkan menyadap secara langsung harus terlebih dahulu minta ijin
Dewan Pengawas atau Pengadilan Negeri
Penyidikan dan Penuntutan :
KPK
tidak boleh melakukan penyidikan sendiri, penyidikan diserahkan Polri,
penuntutan diserahkan Kejaksaan
Diterbitkan SP3 oleh KPK :
KPK
diberi wewenang untuk menerbitkan SP3 (Surat Perintah
Penghentian Penyidikan)
KPK dibatasi keberadaannya hanya sampai 12 tahun saja :
Lembaga
KPK masa keberadaannya hanya 12 tahun saja setelah itu KPK
dibubarkan.
Bila 4 komponen itu benar-benar diberlakukan setelah merevisi UU KPK maka habislah kewenangan KPK.
Ibaratnya, KPK akan menjadi macan ompong,
artinya harimau yang tidak memiliki taring dan bila
melihat mangsanya hanya meraung-raung dan komat-kamit, nyengar-nyengir saja,
tidak bisa menerkam untuk digigit karena sudah tidak
punya gigi lagi.
Seperti penyadapan harus minta ijin terlebih
dahulu, bagaimana akan menangkap tangan waktunya
sudah terlambat, pelakunya sudah kabur,
menghilangkan jejak, apa yang akan disadap dan ditangkap, hanya mlongo
saja tanpa menghasilkan apa-apa. Sedangkan penyadapan harus bersifat rahasia,
cepat dan tepat.
Penyidikan dan penuntutan diserahkan ke polisi
dan kejaksaaan, perlu diketahui bahwa polisi dan kejaksaaan
dalam penanganan pemberantasan korupsi belum mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat. Banyak kasus korupsi yang ditangani kepolisian dan
kejaksaan yang bermasalah dan tidak ditangani
secara tuntas.
KPK diberi wewenang untuk menerbitkan SP3, ini tidak
ada bedanya dengan kepolisian dan kejaksaan. Bahkan adanya
SP3 akan berpeluang disalahgunakan dan diperjualbelikan, direkayasa.
Kelihatannya para pejabat
negara dan anggota DPR sudah
tidak ingin lagi adanya KPK yang superbodi, mempunyai
kewenangan yang luar biasa, dan sering menangkap
para pejabat negara dan anggota DPR. Kalau memang
KPK sudah tidak dikehendaki lagi keberadaannya oleh Presiden dan
DPR ya dibubarkan saja, untuk
apa dibentuk lembaga KPK kalau hanya nama saja tapi tidak
memiliki kewenangan yang signifikan ? Gembar-gembor bicara
di masyarkat bahwa revisi UU KPK
itu untuk memperkuat KPK, apanya
yang diperkuat ? Rakyat sekarang ini sudah pintar, jangan
bodohi rakyat lagi.
Menurut penulis, Presiden Joko Widodo seharusnya menunjukkan kewenangan
dan kekuasaannya untuk melindungi kepentingan rakyat.
Jangan hanya basa-basi saja ingin memperkuat
KPK. Bila benar-benar ingin memperkuat
KPK maka seharusnya Presiden Jokowi langsung menolak revisi
UU KPK yang diusulkan oleh DPR. Jika
Presiden Jokowi memiliki keberanian untuk menolak
revisi UU KPK, dapat dipastikan Presiden Jokowi akan
terpilih kembali menjadi presiden yang kedua kalinya nanti pada Pilpres 2019. Karena Presiden Jokowi terbukti memihak pada kepentingan rakyat yaitu melawan
koruptor yang merusak seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Tapi, faktanya, Presiden Jokowi dan Pimpinan DPR hanya
sepakat menunda pembahasan revisi UU KPK dalam waktu yang cukup untuk lebih
mematangkan dan mensosialisasikan revisi UU KPK tersebut kepada rakyat. web majalah fakta / majalah fakta online
Oleh :
Imam Djasmani
Kepala Perwakilan
Majalah FAKTA Jawa Timur
No comments:
Post a Comment