Saturday, October 10, 2015

DRESTA BALI

PLTU Celukan Bawang Dikuasai Pekerja Tiongkok

Pekerja Cina dominasi PLTU Celukan Bawang Buleleng
PEMBANGKIT Listrik Tenaga Uap (PLTU) Celukan Bawang di Buleleng, diresmikan pada 11 Agustus 2015. Namun, hujan kecaman dari berbagai kalangan terus mengair ke pengelola PLTU yang mengsuplai 40 persen energi listrik di Bali.
            Setelah disorot karena bahasa petunjuk yang digunakan di PLTU tersebut menggunakan bahasa mandarin, dan bendera perusahaan dikibarkan lebih tinggi dari bendera merah putih, pihak pengelola juga dikecam karena tidak ada pekerja lokal sebagai teknisi. 
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali, IGK Kresna Budi, menjelaskan, pembangunan PLTU ini dikerjakan oleh perusahaan asal Tiongkok, China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC), yang menggandeng perusahaan lokal, PT General Energy Bali. CHEC yang menguasai saham mayoritas menjadi pengelola PLTU Celukan Bawang.
Perusahaan itu mempekerjakan 1.500 tenaga kerja untuk konstruksi. Sementara untuk pengoperasian dan pemeliharaan diperlukan tenaga kerja sebanyak 500 orang.
"Saat ini semua didominasi oleh pekerja asal Tiongkok. Tenaga kerja kita hanya sebagai satpam. Tidak ada orang kita ahli teknologi listrik di sana," kecam IGK Kresna Budi, saat ditemui FAKTA di gedung DPRD Bali, Selasa (18/8).
Ia menilai, tujuan dari perusahaan itu tentu saja baik, yakni mengaliri listrik untuk Bali . "Tujuannya baik, tinggal alih teknologinya. Amat perlu bangsa Indonesia bekerja di sana, jangan hanya jadi satpam. Ya, tidak bisa alih teknologi kalau hanya jadi satpam. Dalam kerangka alih teknologi itu perlu ada prosentase komposisi tenaga kerja Tiongkok dan Indonesia. Misalnya, prosentase dari Tiongkok enam, Indonesia empat. Kan ada BATAN, kita paham soal kelistrikan. Masa’ tidak ada ahli kelistrikan dari Indonesia ?" cecarnya.
Anggota Fraksi Partai Golkar asal Buleleng ini mempertanyakan gembar-gembor alih teknologi di PLTU Celukan Bawang jika komposisi pekerjanya mayoritas asal Tiongkok. "Menteri ESDM tolong didengarkan, di mana letak alih teknologinya ? Itu yang kita pertanyakan, karena tidak ada tenaga kerja Indonesia-nya di sana. Ini menjadi catatan penting. Mudah-mudahan menteri ESDM dan presiden mendengar ini. Jadi, semua terbuka untuk kebaikan kita semua," ujarnya.
Ia melanjutkan, sebagai hajat hidup orang banyak listrik mestinya dikuasai oleh negara. Ia mengingatkan hubungan antarnegara tak selalu berjalan mulus. Jika hubungan Indonesia-Tiongkok sedang bermasalah, pengelola PLTU Celukan Bawang bisa saja memboikot suplai listriknya. 
"Ingat, hubungan antarnegara kan selalu ada pasang-surut. Ketika surut, lalu diboikot, mati dong Bali. Dalam kenyataannya, ternyata niat baik belum tentu pelaksanaannya baik. Karena semua pegawainya orang Tiongkok, seharusnya ada pegawai Indonesia-nya untuk alih teknologi," ujarnya.
Ia meminta  pihak-pihak terkait memperhatikan hal tersebut. Apalagi, kata dia, di dalam areal pembangkit listrik itu segala sesuatunya berbau Tiongkok.
"Kalau namanya penulisan, apa pun di Indonesia sepatutnya dan sewajarnya menggunakan bahasa Indonesia, bukan pakai bahasa Tiongkok. Saya dengar bendera perusahaan juga dikibarkan lebih tinggi dari Merah Putih. Saya akan cek. Kita (Komisi I DPRD Bali) akan turun. Kita carikan solusi yang terbaik," pungkas Kresna Budi.
Saling Lempar Bola Panas
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali, I Gusti Agung Sudarsana, akhirnya mengklarifikasi soal informasi tenaga kerja (naker) asing  dari Tiongkok yang bekerja di PLTU Celukan Bawang. Menurutnya,  seluruh naker asing yang bekerja di seluruh Indonesia murni kewenangan pusat. Ada yang jangka panjang hingga 2 tahun dan ada yang jangka pendek, yakni hanya selama 6 bulan saja.
Sementara di PLTU Celukan Bawang, ada yang tahunan dan ada yang 6 bulan. Untuk kasus naker asing yang ada di PLTU Celukan Bawang, Pemprov Bali melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan izin dengan kewenangan pengguna anggaran naker asing lintas kabupaten. "Selebihnya merupakan urusan pusat dan kewenangan Kabupaten Buleleng. Selama ini informasinya tidak berimbang dan pemprov tidak diberikan kesempatan untuk berbicara yang seutuhnya. Pemkab Buleleng malah menyalahkan pemprov," ujarnya di Denpasar, Jumat (21/8).
Menurut Sudarsana, baru kali ini Pemkab Buleleng sangat tertutup saat dikoordinasi soal kasus naker asing di PLTU Celukan Bawang. Ia mengaku sampai 5 kali telepon Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Buleleng, namun tidak diangkat. "Hanya Buleleng saja yang sangat tertutup. Padahal di kabupaten lain seperti Gianyar, Badung, Tabanan, Klungkung, sangat terbuka dan semua bisa transparan soal tenaga kerja asing," katanya.
Sudarsana juga membantah jika Pemprov Bali menerima retribusi sebanyak Rp 1,7 miliar dari naker asing yang bekerja di Buleleng. "Saya ini orangnya sangat kaku. Semua dibuat berdasarkan aturan. Saya tidak mau buat di luar aturan yang ada. Semuanya transparan. Semuanya online. Kalau hanya saling tuding seperti ini, silahkan saja cek di online. Saya pertanyakan, di Dinas Tenaga Kerja Buleleng itu bisa nggak ada stafnya yang ngecek di online. Biar semuanya transparan," ujarnya geram.
Disnaker Provinsi Bali mengeluarkan izin naker asing di PLTU Celukan Bawang sesuai dengan kewenangan yang lebih dari satu kabupaten. "Sehingga bahasa kecolongan bagi Disnaker Buleleng soal Celukan Bawang seharusnya tidak terjadi. Tenaga kerja yang kita keluarkan izin, sudah jelas sesuai dengan kewenangan pusat," ujarnya.
Artinya, bila naker asing itu bekerja lintas kabupaten maka kewenangan itu ada di provinsi. Ia sangat berharap agar Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Buleleng segera melihat dan memperbaharui izin naker asingnya sehingga retribusinya masuk ke Buleleng. "Dalam hal ini, tidak ada niatan kami sama sekali untuk memperebutkan retribusi TKA. Silahkan berjalan sesuai aturan yang ada. Kalau memang Buleleng yang mengeluarkan izin, maka retribusinya akan masuk ke Buleleng," jelasnya.
Di PLTU Celukan Bawang jumlahnya 240 orang secara bertahap. Berdasarkan dokumentasi rencana pengguna tenaga kerja asing (RPTKA) lintas kabupaten, jumlah ini akan dipekerjakan secara bertahap. Hasil investigasi sementara, jabatan penting dipegang oleh orang Cina (Tiongkok). Pada tahapan tingginya pekerjaan di Celukan Bawang, tenaga lokal mendekati 1.100 orang. Ini adalah tahapan sebuah pembangunan pembangkit listrik.
"Kita tidak mengetahui dengan pasti sejauh mana perkembangannya, tetapi hanya ada 2 yang belum punya izin. Secara bertahap akan ada alih teknologi dari orang asing ke orang lokal. Ini akan terjadi setelah perusahan itu beroperasi normal," ujarnya.
Tahun 2014 lalu ada 83 orang. Sampai dengan tahun 2015 ini ada naker asing dengan total yang memohon perpanjangan kontrak sebanyak 191 orang. Manakala izin itu hanya 6 bulan, maka tidak boleh diperpanjang. Pemprov hanya tangani izin mulai tahun 2014. Komposisinya harus 1:10 jika proyek itu operasional. Sekarang dalam proses pembangunan. Sementara untuk  retribusi naker asing sebesar USD 1,000  per bulan dan biasanya dibayar perusahaan. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online

No comments:

Post a Comment