MADIUN
“BERSIH DESO” DI
NAMBANGAN LOR
Saat berlangsung “Bersih Deso” di Desa Nambangan Lor |
SEBELUM Belanda datang ke
tanah Jawa/Indonesia pada tahun 1602, kota-kota di Jawa banyak terputus dengan derasnya
aliran sungai karena hutan-hutan masih lebat. Apalagi daerah Wonorejo (Madiun).
Kota Madiun pun zaman dulu juga terputus/terbelah jadi 2 (dua) oleh Bengawan
Madiun.
Daerah atau tempat penyeberangan
orang dan barang pada zaman dulu adalah di Desa Nambangan. Salah satu dari
ribuan orang yang pekerjaannya melayani penyeberangan orang dan barang dari
barat bengawan dan timur bengawan Madiun atau sebaliknya itu adalah Ki Ageng
Budhug (Mbahe Tukang Prahu/Mbah Budug).
Ada versi lain bahwa Mbah Budhug atau Ki
Ageng Budhug adalah prajurit Mataram yang tak mau bersekongkol dengan Belanda yang
akhirnya terdampar di Desa Nambangan ini. Dan ada juga yang mengatakan bahwa beliau
adalah seseorang yang berpenyakit budhug (sejenis lepra) pada masa tuanya.
Mungkin ada cerita-cerita yang lain terserah anda, kita setuju dengan pendapat
a) Tukang Biduk, b) Prajurit Mataram
atau c) Orang yang sakit budhug dan atau ketiga-tiganya benar.
“Yang jelas, rumah Ki Ageng Budhug
ada di sebelah timur Puskesmas Jalan Sriti, yang ada pohon beringinnya. Pada
saat istirahat habis bekerja beliau menancapkan tongkatnya ke tanah. Tak tahu
bagaimana ceritanya beliau lalu meninggal dunia karena tua dan anehnya tongkat
yang ditancapkan ke tanah mengeluarkan tunas dan hidup sampai sekarang. Tongkat
yang setia menemani dirinya itu sekarang menjadi pohon kenthos yang sangat
besar dan rindang,” tutur Sampurno ST, Lurah Nambangan ke-10 yang juga selaku
penggali budaya Jawa tentang sejarah Ki Ageng Budhug tersebut.
Oleh karena itu Sampurno berpesan
kepada Jemakir SP, Lurah Nambangan Lor dan LPMK, Rusmoyo, untuk nguri-nguri budaya adi luhung tersebut.
Maka setiap tahun pada hari Jum’at Legi bulan Suro selalu diadakan acara BERSIH
DESO dengan “Tradisi Rebut Isi Jodang”. “Dengan demikian setiap Suro memilih
ketua panitia secara musyawarah antara tokoh masyarakat, perangkat desa dan
sesepuh pinisepuh setempat, untuk mengadakan kegiatan kerja bhakti masal,
pengajian umum, wungon, selamatan, tilik kampung, nyadran dan sedekah bumi
sekaligus larung sesaji di Bengawan Madiun,” tutur Toni Widodo MPd.
Toni Widodo juga menuturkan agar masyarakat jangan
salah mengartikan antara budaya dengan agama. “Para leluhur telah mengingatkan
kepada para anak-cucunya untuk tidak melupakan sejarah. Semoga dengan acara
Gelar Budaya Jawa Bersih Deso ini para leluhur/pendahulu kita (yang babad desa
ini) diampuni segala dosa dan kesalahannya, diterima semua amal ibadahnya,
serta diberikan tempat yang layak disisi-Nya. Dan kita yang sekarang tinggal di
desa ini dijauhkan dari segala balak (bahaya, malapetaka serta penyakit), diberkati
dengan kelimpahan rejeki, diberikan rasa aman, tenteram, nyaman serta damai
sejahtera sepanjang hidup. Amin, amin, amin ya robbal alamin”. (F.976) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment