PUJI Santoso, 42, warga Taman, Kota Madiun,
terpaksa tinggal di balik terali besi Lapas Kota Madiun. Pasalnya, pada Agustus
2014 Puji dituduh melakukan persetubuhan dengan Cempluk, 12, warga Jalan Pepaya,
Kecamatan Taman, Kota Madiun.
Awalnya
Puji datang ke rumah Wagirah, ibu kandung Cempluk, dengan tujuan menagih hutang
sebesar Rp 2.000.000. Namun, Wagirah malah marah-marah. Wagirah dengan Puji memang
telah menjalin hubungan layaknya keluarga sendiri sejak tahun 2007. Puji tak
menggubris Wagirah yang marah-marah saat ditagih utang, karena Puji sudah tahu
persis karakter Wagirah. Puji pun sudah terbiasa datang di rumah Wagirah. Bahkan
kedatangan Puji selalu disambut Wagirah bagaikan suami-istri. Cempluk pun
menganggap Puji seperti orangtuanya sendiri. Sebaliknya, Puji merasa iba karena
bapak Cempluk terjerat hukum dan sempat menjadi penghuni Lapas Madiun.
Kebaikan Puji akhirnya membawa
petaka. Puji dilaporkan ke polisi pada November 2014 dengan tuduhan mencabuli
Cempluk pada Agustus 2014. Saat diperiksa petugas Polresta Madiun, Puji bersikeras
menyatakan tidak pernah melakukan perbuatan cabul terhadap Cempluk, anak
Wagirah yang masih kencur. “Tapi kalau saya melakukan persetubuhan dengan
Wagirah sudah berkali-kali di penginapan Ponorogo, itu saya akui. Tapi saya
tidak gratisan,” tandasnya kepada Muh Nur Susilo dari FAKTA.
Ditambahkan
Puji bahwa setiap ia kerja di Ponorogo, Wagirah selalu datang dan meminta uang
untuk kebutuhan, mengingat suami Wagirah saat itu menjalani hukuman di Lapas
Madiun.
Kepada
FAKTA, Puji menegaskan,”Saya betul-betul tidak melakukan tindak pidana
pencabulan terhadap anak di bawah umur, apalagi terhadap Cempluk. Sedangkan
barang bukti berupa celana pendek Jean merk Marko warna biru itu barang baru
dari adik ipar saya, jadi bukan milik saya. Itu kok bisa dijadikan barang bukti
? Sampai kapan pun saya tetap bersikeras tidak pernah melakukannya, dibunuh pun
saya siap, memang betul-betul saya tidak melakukannya”.
Menurut
Masri Mulyono SH selaku penasehat hukum Puji, mulai dari awal Cempluk selalu
mengatakan dengan polos bahwa ia disetubuhi di kamar dua kali pada malam hari
sekitar pukul 20.00. “Tapi dia nggak berani lapor pada ibunya karena takut.
Baru terungkap setelah Cempluk berubah jadi lebih sensitif dan gampang
menangis. Setelah didesak Cempluk mengaku disetubuhi Puji. Saya membela klien saya
sudah semaksimal mungkin. Yang memberatkan karena melanggar pasal 81 ayat (2)
UU RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak”.
Dengan
putusan 8 tahun penjara, pihak Puji melakukan banding ke Pengadilan Tinggi
Surabaya agar putusan Pengadilan Negeri Kota Madiun No. 10/2015 PN Madiun
tanggal 29 April 2015 itu dikaji ulang dengan memutuskan membebaskan terdakwa Puji
dari segala tuntutan hukum. (F.407) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment