Festival
Sungai Kalimas dan Festival Rujak Uleg
Hari Jadi Kota Surabaya Ke-722. (Foto:
Ist)
|
TAK mau kalah dengan
peringatan hari besar di China, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, menyulap
Sungai Kalimas dengan 1.000 lampion. Hal ini dilakukan dalam rangka
memperingati hari jadi Kota Surabaya ke-722. Bu Risma, sebutan akrab Walikota
Surabaya, memaksimalkan potensi Sungai Kalimas menjadi ikon wisata.
Pada acara Festival Kalimas, 1.000 lampion
menghiasi sungai yang membelah Surabaya sepanjang 19 kilometer itu. Selain dihiasi 1.000 lampion, dalam Festival
Kalimas pada 11-12 Mei, kata Risma, juga ada lomba perahu dayung yang
pesertanya mengenakan seragam pakaian unik, yang akan lalu-lalang di sepanjang
Sungai Kalimas.
"Di titik-titik tertentu juga ditempatkan
kelompok band yang bermain musik secara live,"
ujarnya, Selasa (5/5). Ia sengaja
memaksimalkan potensi wisata Sungai Kalimas. Alasannya, selama ini pemerintah
kurang menggali potensi sungai itu.
"Setelah ini mungkin akan dicari cara bagaimana agar Sungai Kalimas
dapat melayani masyarakat yang ingin berwisata sungai sambil melihat suasana
kota malam hari ?" tambahnya.
Festival Kalimas adalah salah satu rangkaian
acara memperingati Hari Jadi Kota Surabaya Ke-722 yang digelar sejak awal Mei
lalu. Selain itu juga ada festival mainan khas Surabaya, Surabaya Health
Season, parade bunga, dan Surabaya Shopping Festival. Ada pula parade budaya
dan pawai bunga, dan Festival Rujak Uleg, Festival Kuliner Tunjungan, dan
Surabaya Great Expo. "Semua
rangkaian acara diharapkan menarik wisatawan untuk berkunjung ke Surabaya
sebagai agenda wisata tahunan," pungkas Risma.
Sementara itu, proyek pembangunan angkutan masal
cepat (AMC) berupa trem yang dikerjakan Pemerintah Kota Surabaya bekerja sama
dengan PT KAI dimulai pada Mei 2015. Bu Risma memastikan proyek menghidupkan
kembali jalur trem lama di Surabaya itu menjadi kado istimewa ulang tahun
ke-722 Kota Surabaya. "Terus jalan. Insya Allah bulan Mei 2015 dimulai.
Saya berharap itu sebagai titik balik HUT Kota Surabaya," ujar Bu Risma
kepada wartawan usai memberi sambutan dalam acara 29-th Asean Transport
Facilitation Working Group and 5-th Expert Group Meeting on Cross Border
Transport of Passengers di Surabaya, Rabu, 22 April 2015.
Di hadapan perwakilan lima negara Asean itu, Bu
Risma juga menyinggung betapa penting koordinasi untuk mewujudkan transportasi
masal di kota besar. Dia mencontohkan untuk pembangunan trem di Kota Surabaaya,
pemkot harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa
Timur. Pemerintah pusat meliputi Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan,
dan Bappenas.
“Bayangkan, kita ngomong antardepartemen saja
susah, ini ngomongnya transportasi antarnegara, tentunya lebih sulit lagi.
Tetapi memang transportasi dibutuhkan. Kita memang harus bisa tekan ego
masing-masing, dibutuhkan rasa legowo untuk memberi dan menerima karena
masyarakat sudah menunggu. Sebab kalau mau ekonomi tumbuh, harus di-support
(didukung) transportasi yang baik,” ujar Bu Risma.
Walikota penerima gelar doktor kehormatan
dalam bidang manajemen pembangunan kota dari Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya ini juga menekankan bahwa dalam penerapan sistem tranportasi,
perlu diperhatikan bahwa setiap kota memiliki karakteristik berbeda dan jumlah
penduduk tak sama. “Sistem perencanaan wilayah kota juga harus disesuaikan.
Misalnya, di Surabaya, nggak bisa direncanakan hanya satu koridor, tetapi harus
dipikirkan akses transportasi keseluruhan. Sebab, kalau sulit dapat akses,
orang akan kembali ke angkutan pribadi. Konektivitas itu sangat perlu karena
sangat menentukan cost (ongkos) yang kita bayar,” jelasnya.
Upaya menghidupkan kembali lintasan trem di
Surabaya dirancang untuk koridor utara-selatan Surabaya, termasuk akan membelah
Jalan Raya Wonokromo sepanjang 17,14 kilometer dari Wonokromo-Kalimas. Untuk
mewujudkan proyek itu, sejumlah tahap awal sudah dilalui Pemkot Surabaya dan PT
KAI. Salah satunya adalah menelusuri jalur trem lama yang melewati jalan-jalan
protokol. Untuk mendeteksi trem itu mereka menggunakan teknologi ground
penetrating radar (GPR). Kementerian Perhubungan memperkirakan pembangunan
proyek itu selesai tahun 2017 dan menelan dana lebih dari Rp 2 triliun.
Operator trem itu direncanakan dikendalikan PT Kereta Api Indonesia.
Tak ketinggalan, dalam rangka memeriahkan
hari jadinya yang jatuh pada 31 Mei, Pemerintah Kota Surabaya menyelenggarakan
Parade Budaya dan Pawai Bunga. Puluhan peserta berangkat dari Tugu Pahlawan dan
finish di Balai Kota Surabaya. Adapun untuk kendaraan pawai berlanjut ke Taman
Bungkul. “Jumlah peserta sebanyak 87 kelompok. Ini naik 100 persen dibanding
tahun sebelumnya,” kata Walikota Surabaya kepada wartawan di sela-sela pawai,
Minggu, 3 Mei 2015. Parade budaya yang disaksikan ribuan pasang mata itu sangat
unik dan beraneka ragam. Aneka mobil berhias rangkaian bunga dimeriahkan oleh
SKPD Pemkot Surabaya, BUMD Pemkot Surabaya, perguruan tinggi, dan perusahaan.
Selain itu, duta dari kota tetangga maupun luar provinsi juga ikut memeriahkan
parade budaya itu.
Peserta dari Surabaya di antaranya Dinas
Pertanian Kota Surabaya yang memajang hasil buah dan sayur-mayur Kota Surabaya
yang dikemas dengan cantik dan kreatif. Ada pula mobil bunga berbentuk kran air
raksasa dari PDAM Surya Sembada serta topeng badut raksasa dari Surabaya
Carnival, mobil hias dari perusahaan pasar, serta peserta dari Pemerintah Kota
Surabaya sendiri. Sedangkan peserta yang berasal dari luar di antaranya Pemerintah
Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan tarian dan mobil hiasnya serta peserta
dari Sleman yang mengusung tampilan miniatur Candi Borobudur.
Bu Risma mengatakan bahwa parade budaya dan
pawai bunga tahun 2015 lebih semarak dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal
itu sesuai dengan tema yang diusung yaitu "Semarak Surabaya Dalam
Keberagaman Budaya". Parameter keberhasilannya adalah jumlah peserta yang
meningkat drastis dibanding penyelenggaraan sebelumnya. Kali ini peserta datang
tidak hanya dari dalam kota, tetapi juga dari luar Kota Surabaya. Ribuan warga Surabaya yang menyaksikan parade
itu antusias menonton pertunjukan. Mereka tak menghiraukan meski rintik hujan
turun. Mereka mengakui bahwa parade kali ini sangat menarik dan lebih kreatif
dibanding tahun lalu. “Saya hanya berharap parade budaya tahun-tahun berikutnya
tidak kalah dengan kota lain,” ujar Makrus, warga Benowo, yang menyaksikan
parade beserta anak dan istrinya itu.
Hidupkan Jalan
Tunjungan Dengan Festival Kuliner
Festival Kuliner Tunjungan yang
diselenggarakan pada Minggu (24/5) benar-benar dimanfaatkan warga untuk berwisata
kuliner. Pasalnya, even yang digelar setahun sekali dalam rangka peringatan
Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) itu menawarkan berbagai pilihan menu makanan dan
minuman khas Kota Pahlawan.
Sebut saja lontong balap, semanggi suroboyo,
rujak cingur, rawon dan berbagai ragam kuliner lainnya memang mampu menjadi
daya tarik tersendiri bagi penghobi wisata kuliner. Apalagi, menyantap hidangan
favorit dengan suasana Jl Tunjungan yang cukup ikonik teramat sayang bila
dilewatkan begitu saja.
Sembari menikmati makanan, pengunjung dihibur
oleh tampilan musik band, keroncong, hingga sajian ludruk dari Kartolo cs. Tak
ketinggalan, seniman Taufik Monyong juga turut menyumbangkan suaranya melalui
alunan lagu “Mlaku-mlaku Nang Tunjungan”. Panggung seni disebar di tiga titik
sepanjang area festival.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Surabaya, Wiwiek Widayati, mengatakan, tak kurang dari 150 stan kuliner
dilibatkan dalam even ini. Peserta festival merupakan kolaborasi dari usaha
kecil menengah (UKM) binaan pemkot dan asosiasi pengusaha kafe dan restoran di
Surabaya.
Berdasar pantauan di lokasi, pengunjung dari
berbagai lapisan masyarakat terlihat tumplek-blek
di sepanjang Jl Tunjungan yang pada saat itu memang disterilkan dari lalu-lalang
kendaraan bermotor. Bahkan, tidak sedikit penikmat kuliner yang hadir dari luar
Surabaya.
Mudjiono (45), misalnya. Pria yang mengajak
istri dan dua anaknya ini rela jauh-jauh datang dari Lamongan. Menurut dia,
even tahunan ini sayang jika dilewatkan. “Saya sengaja ingin mengajak keluarga
untuk refreshing. Di sini (Jl Tunjungan)
kami bisa makan sembari menikmati suasana yang asyik,” terangnya.
Festival Kuliner Tunjungan tampaknya juga mampu
menarik perhatian turis mancanegara. Seperti Russell Burne beserta istri Janet
yang merupakan wisatawan asal Selandia Baru. Kebetulan keduanya tengah menginap
di Hotel Majapahit di Jl Tunjungan. Ketika mengetahui ada festival tersebut,
tanpa pikir panjang Russell langsung mencoba beberapa makanan favorit. Russell
dan Janet sangat menikmati nuansa festival kuliner. “Festival ini sangat bagus.
Kami tadi mencoba makanan yang kami sendiri tidak tahu itu apa. Belum pernah
mencoba sebelumnya tapi yang pasti sangat enak,” ujar Russell dalam bahasa
Inggris.
Selain momen “berburu” makanan, Festival
Kuliner Tunjungan juga dimanfaatkan pengunjung sebagai ajang selfie bersama
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Bu Risma meladeni satu per satu permintaan
foto dari para pengunjung.
Terkait festival, Bu Risma menyatakan dari
tahun ke tahun peserta maupun pengunjungnya semakin meningkat. Hal tersebut
sejalan dengan niatan pemkot menghidupkan kembali konsep ‘Mlaku-mlaku Nang
Tunjungan’. Sebab, Jalan Tunjungan memang cukup kental nuansa historis sejak
zaman dahulu. Nuansa itulah yang kini coba dieksiskan kembali.
Ke depan, Bu Risma menuturkan pemkot akan
mencoba menata kawasan Jl Tunjungan menjadi lebih baik lagi. Konkretnya,
kawasan tersebut akan difokuskan untuk area pejalan kaki. Caranya, dengan
memperlebar jalur pedestrian. “Konsepnya sudah ada. Jalan Simpang Dukuh nanti
akan dilebarkan sehingga ketika Jalan Tunjungan dijadikan area pejalan kaki,
arus lalu lintas tidak akan terganggu,” ungkap mantan Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment