Komisi B DPRD Provinsi
Jatim Awasi Lonjakan
Harga Daging Sapi
Agus Maimun, Anggota Komisi B DPRD Jatim |
TINGGINYA harga daging
sapi bulan ini memang meresahkan rakyat. Bagaimana tidak, saat ini di pasaran harga daging sapi berkisar Rp
110 – 120 ribu per kg. Padahal, harga normalnya Rp 90
ribuan per kg. Mengantisipasi gejolak, karena ancaman lenyapnya stok daging
sapi, Komisi B DPRD Provinsi Jatim berupaya memantau
stok di beberapa Rumah Potong Hewan (RPH).
Apalagi,
kenaikan harga daging sapi itu sangat mengherankan. Sebab, saat ini populasi
sapi di Jawa Timur mencapai 4,2 juta ekor. Stok sapi yang siap dikonsumsi
mencapai 1,1 juta ekor per tahun. Dari jumlah itu, 570 ribu ekor sapi
untuk
memenuhi permintaan Jawa Timur. Sisanya dikirim ke luar Jawa.
Agus Maimun, Anggota Komisi B, mengatakan,
pengawasan di pasar juga sedang dilakukan. Setiap hari pihaknya mendapat
laporan perkembangan harga daging. Begitu juga stok daging di beberapa RPH.
“Bila sudah rawan, kami mendesak Pemprov Jatim melakukan tindak lanjut dengan operasi pasar,” tegasnya.
Meski relatif
aman, politisi Partai Amanat Nasional ini tetap meminta masyarakat tenang.
“Jangan sampai naiknya harga daging dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk
mengambil kesempatan di atas kesengsaraan masyarakat,” tegasnya.
Terpisah,
Anggota Komisi B lainnya, H Moh Zainul Lutfi, merunut
penyebab tingginya harga daging sapi. Wacananya, daging sapi
impor memicu penjual daging sapi lokal mogok. Akibatnya, daging sapi langka sehingga
harga terus melambung. “Kelangkaan itu dipicu distribusi yang
kurang maksimal,” katanya.
Stok yang
seharusnya untuk masyarakat Jawa Timur akhirnya harus dibagi ke daerah lain.
Wajar jika Jawa Timur terkena imbas kenaikan harga daging sapi. Komisi B sudah
mengambil langkah dengan mengecek ketersediaan daging di beberapa RPH. Memang,
stok daging sapi kini makin jarang ditemui. Namun, penyebabnya bukan karena
populasi sapi di Jatim menurun. “Penyebabnya adalah distribusi yang tidak
baik,” kata Lutfi.
Politikus asal
Sidoarjo ini menjelaskan, karakter peternak sapi di Jawa Timur masih
tradisional. Mereka bersedia menjual sapi pada waktu tertentu. Karena itu,
siklus populasi sapi tidak terdistribusikan dengan baik. Setelah lebaran,
biasanya peternak menyimpan sapi. Mereka enggan menyetor ke RPH. Akibatnya,
stok sapi di RPH menjadi langka. Jumlah yang ada harus berbagi dengan daerah
lain. Sebaliknya, ketika musim pendaftaran sekolah, peternak menyerahkan sapi
ke RPH sebanyak-banyaknya. Dampaknya, terjadi surplus daging sapi di pasar.
“Saat itulah harga daging mulai turun,” jelas dia.
Dia menegaskan,
pemerintah harus menyadarkan peternak tentang distribusi yang ideal. Penjualan
sapi harus dilakukan berkelanjutan agar stok daging tetap terjaga. Menurut dia,
kebijakan impor awalnya untuk mengatasi kelangkaan sapi di pasaran. Namun, langkah
itu bukan mengatasi masalah. Pemerintah harus melihat stok populasi sapi yang
dimiliki peternak. Lalu, mendesak peternak untuk menjual sapi tersebut ke pasar
sesuai waktunya.
Tak hanya daging sapi yang
naik, daging
ayam pun kini
sudah mencapai Rp 40 ribu per ekor. Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan bahwa masyarakat berhenti membeli
daging sapi yang mahal dan berpindah membeli ayam, sehingga terjadi kenaikan
harga ayam secara mendadak.
"Ini kan
daging ayam ada hubungannya dengan daging sapi. Daging sapi naik, orang beralih
ke daging ayam. Yang biasa makan sate sapi jadi sate ayam, biasanya makan steak kini makan ayam goreng, karena
(daging sapi) mahal," kata JK, di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Kamis (20/8).
"Karena tiba-tiba
permintaan beralih ke daging ayam, maka naiklah
(harga daging) ayam ini. Jadi, kalau daging sapi turun, maka
yang ini (daging ayam) akan turun juga," tambah dia.
Untuk memperbaiki keadaan,
pemerintah akan menambah suplai daging. Hal ini untuk mencegah masyarakat terus
berpindah ke ayam. "Dari pemerintah menambah suplai daging sapi, impor
juga dibolehkan, sehingga diharapkan pasti kalau daging sapi turun, maka daging
ayam akan turun," tegas JK.
Dia juga sebelumnya
menjelaskan bahwa
tingginya harga ayam karena ada
masalah dengan makanan ternak. Ia berjanji menyelesaikan masalah ini,
mengembalikan harga seperti semula
dalam kurun waktu 1-2 minggu.
Sementara itu, Menteri
Pertanian, Amran
Sulaiman, menilai
tingginya harga ayam karena pemasok ayam masih banyak di kampung halaman. "Kami
tanya, kenapa mesti naik ?
Ternyata alasannya hari libur kemarin tidak memelihara ayam karena pulang
kampung, ini libur kan cukup panjang. Jadi mundur lebaran 2-3 minggu," ujar
Amran di Istana Kepresidenan.
Setelah pedagang daging sapi,
aksi mogok berjualan juga akan dilakukan oleh para pedagang ayam di Jakarta. Mereka
memprotes mahalnya daging ayam yang mencapai Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu per ekor. Kehidupan masyarakat dari ke
hari terasa semakin
sulit saja. (F.809) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment