PLTU Celukan Bawang
Dikuasai Pekerja Tiongkok
Pekerja Cina dominasi PLTU Celukan Bawang Buleleng |
PEMBANGKIT Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Celukan Bawang di Buleleng, diresmikan pada 11 Agustus 2015. Namun,
hujan kecaman dari berbagai kalangan terus mengair ke pengelola PLTU yang mengsuplai
40 persen energi listrik di Bali.
Setelah disorot karena bahasa petunjuk
yang digunakan di PLTU tersebut menggunakan bahasa mandarin, dan bendera
perusahaan dikibarkan lebih tinggi dari bendera merah putih, pihak pengelola
juga dikecam karena tidak ada pekerja lokal sebagai teknisi.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bali, IGK
Kresna Budi, menjelaskan, pembangunan PLTU ini dikerjakan oleh perusahaan asal
Tiongkok, China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC), yang menggandeng perusahaan
lokal, PT General Energy Bali. CHEC yang menguasai saham mayoritas menjadi
pengelola PLTU Celukan Bawang.
Perusahaan itu mempekerjakan 1.500 tenaga
kerja untuk konstruksi. Sementara untuk pengoperasian dan pemeliharaan
diperlukan tenaga kerja sebanyak 500 orang.
"Saat ini semua didominasi oleh pekerja asal Tiongkok. Tenaga kerja kita hanya sebagai satpam. Tidak ada orang kita ahli teknologi listrik di sana," kecam IGK Kresna Budi, saat ditemui FAKTA di gedung DPRD Bali, Selasa (18/8).
"Saat ini semua didominasi oleh pekerja asal Tiongkok. Tenaga kerja kita hanya sebagai satpam. Tidak ada orang kita ahli teknologi listrik di sana," kecam IGK Kresna Budi, saat ditemui FAKTA di gedung DPRD Bali, Selasa (18/8).
Ia menilai, tujuan dari perusahaan itu
tentu saja baik, yakni mengaliri listrik untuk Bali . "Tujuannya baik, tinggal
alih teknologinya. Amat perlu bangsa Indonesia bekerja di sana, jangan hanya
jadi satpam. Ya, tidak bisa alih teknologi kalau hanya jadi satpam. Dalam
kerangka alih teknologi itu perlu ada prosentase komposisi tenaga kerja
Tiongkok dan Indonesia. Misalnya, prosentase dari Tiongkok enam, Indonesia
empat. Kan ada BATAN, kita paham soal kelistrikan. Masa’ tidak ada ahli kelistrikan dari Indonesia ?" cecarnya.
Anggota Fraksi Partai Golkar asal Buleleng
ini mempertanyakan gembar-gembor alih teknologi di PLTU Celukan Bawang jika
komposisi pekerjanya mayoritas asal Tiongkok. "Menteri ESDM tolong
didengarkan, di mana letak alih teknologinya ? Itu yang kita pertanyakan,
karena tidak ada tenaga kerja Indonesia-nya di sana. Ini menjadi catatan
penting. Mudah-mudahan menteri ESDM dan presiden mendengar ini. Jadi, semua
terbuka untuk kebaikan kita semua," ujarnya.
Ia melanjutkan, sebagai hajat hidup orang
banyak listrik mestinya dikuasai oleh negara. Ia mengingatkan hubungan
antarnegara tak selalu berjalan mulus. Jika hubungan Indonesia-Tiongkok sedang
bermasalah, pengelola PLTU Celukan Bawang bisa saja memboikot suplai
listriknya.
"Ingat, hubungan antarnegara kan
selalu ada pasang-surut. Ketika surut, lalu diboikot, mati dong Bali. Dalam
kenyataannya, ternyata niat baik belum tentu pelaksanaannya baik. Karena semua
pegawainya orang Tiongkok, seharusnya ada pegawai Indonesia-nya untuk alih
teknologi," ujarnya.
Ia meminta pihak-pihak terkait
memperhatikan hal tersebut. Apalagi, kata dia, di dalam areal pembangkit
listrik itu segala sesuatunya berbau Tiongkok.
"Kalau namanya penulisan, apa pun di Indonesia sepatutnya dan sewajarnya menggunakan bahasa Indonesia, bukan pakai bahasa Tiongkok. Saya dengar bendera perusahaan juga dikibarkan lebih tinggi dari Merah Putih. Saya akan cek. Kita (Komisi I DPRD Bali) akan turun. Kita carikan solusi yang terbaik," pungkas Kresna Budi.
"Kalau namanya penulisan, apa pun di Indonesia sepatutnya dan sewajarnya menggunakan bahasa Indonesia, bukan pakai bahasa Tiongkok. Saya dengar bendera perusahaan juga dikibarkan lebih tinggi dari Merah Putih. Saya akan cek. Kita (Komisi I DPRD Bali) akan turun. Kita carikan solusi yang terbaik," pungkas Kresna Budi.
Saling
Lempar Bola Panas
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Provinsi Bali, I Gusti Agung Sudarsana, akhirnya mengklarifikasi soal informasi
tenaga kerja (naker) asing dari Tiongkok
yang bekerja di PLTU Celukan Bawang. Menurutnya, seluruh naker asing yang bekerja di seluruh
Indonesia murni kewenangan pusat. Ada yang jangka panjang hingga 2 tahun dan
ada yang jangka pendek, yakni hanya selama 6 bulan saja.
Sementara di PLTU Celukan Bawang, ada yang
tahunan dan ada yang 6 bulan. Untuk kasus naker asing yang ada di PLTU Celukan
Bawang, Pemprov Bali melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan
izin dengan kewenangan pengguna anggaran naker asing lintas kabupaten.
"Selebihnya merupakan urusan pusat dan kewenangan Kabupaten Buleleng.
Selama ini informasinya tidak berimbang dan pemprov tidak diberikan kesempatan
untuk berbicara yang seutuhnya. Pemkab Buleleng malah menyalahkan pemprov,"
ujarnya di Denpasar, Jumat (21/8).
Menurut Sudarsana, baru kali ini Pemkab
Buleleng sangat tertutup saat dikoordinasi soal kasus naker asing di PLTU
Celukan Bawang. Ia mengaku sampai 5 kali telepon Kepala Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Buleleng, namun tidak diangkat. "Hanya Buleleng
saja yang sangat tertutup. Padahal di kabupaten lain seperti Gianyar, Badung,
Tabanan, Klungkung, sangat terbuka dan semua bisa transparan soal tenaga kerja
asing," katanya.
Sudarsana juga membantah jika Pemprov Bali
menerima retribusi sebanyak Rp 1,7 miliar dari naker asing yang bekerja di
Buleleng. "Saya ini orangnya sangat kaku. Semua dibuat berdasarkan aturan.
Saya tidak mau buat di luar aturan yang ada. Semuanya transparan. Semuanya
online. Kalau hanya saling tuding seperti ini, silahkan saja cek di online.
Saya pertanyakan, di Dinas Tenaga Kerja Buleleng itu bisa nggak ada stafnya
yang ngecek di online. Biar semuanya transparan," ujarnya geram.
Disnaker Provinsi Bali mengeluarkan izin
naker asing di PLTU Celukan Bawang sesuai dengan kewenangan yang lebih dari
satu kabupaten. "Sehingga bahasa kecolongan bagi Disnaker Buleleng soal
Celukan Bawang seharusnya tidak terjadi. Tenaga kerja yang kita keluarkan izin,
sudah jelas sesuai dengan kewenangan pusat," ujarnya.
Artinya, bila naker asing itu bekerja
lintas kabupaten maka kewenangan itu ada di provinsi. Ia sangat berharap agar
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Buleleng segera melihat dan
memperbaharui izin naker asingnya sehingga retribusinya masuk ke Buleleng.
"Dalam hal ini, tidak ada niatan kami sama sekali untuk memperebutkan
retribusi TKA. Silahkan berjalan sesuai aturan yang ada. Kalau memang Buleleng
yang mengeluarkan izin, maka retribusinya akan masuk ke Buleleng,"
jelasnya.
Di PLTU Celukan Bawang jumlahnya 240 orang
secara bertahap. Berdasarkan dokumentasi rencana pengguna tenaga kerja asing
(RPTKA) lintas kabupaten, jumlah ini akan dipekerjakan secara bertahap. Hasil
investigasi sementara, jabatan penting dipegang oleh orang Cina (Tiongkok).
Pada tahapan tingginya pekerjaan di Celukan Bawang, tenaga lokal mendekati 1.100
orang. Ini adalah tahapan sebuah pembangunan pembangkit listrik.
"Kita tidak mengetahui dengan pasti
sejauh mana perkembangannya, tetapi hanya ada 2 yang belum punya izin. Secara
bertahap akan ada alih teknologi dari orang asing ke orang lokal. Ini akan
terjadi setelah perusahan itu beroperasi normal," ujarnya.
Tahun 2014 lalu ada 83 orang. Sampai
dengan tahun 2015 ini ada naker asing dengan total yang memohon perpanjangan
kontrak sebanyak 191 orang. Manakala izin itu hanya 6 bulan, maka tidak boleh
diperpanjang. Pemprov hanya tangani izin mulai tahun 2014. Komposisinya harus
1:10 jika proyek itu operasional. Sekarang dalam proses pembangunan. Sementara untuk
retribusi naker asing sebesar USD 1,000
per bulan dan biasanya dibayar perusahaan. (Tim) web majalah fakta / majalah fakta online
No comments:
Post a Comment