KENAPA KPK BIDIK PENGHULU ?
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kelihatannya
kebingungan, akan menangkap koruptor kelas
kakap tidak punya keberanian,
nyalinya ciut, setelah dua pimpinan KPK yaitu
Abraham Samad dan Bambang Wijayanto dijadikan tersangka oleh Bareskrim Mabes
Polri gara-gara memidanakan Irjen Pol Budi Gunawan (BG) saat jadi calon Kapolri.
Dengan adanya kasus tersebut KPK nampak gamang hingga
sasaran bdiknya dialihkan ke koruptor kelas gurem
yang seharusnya bukan ruang lingkup KPK pula untuk menindaknya. Menurut undang-undang KPK,
yang ditangani KPK adalah kasus korupsi yang
nilainya satu milyar rupiah ke atas. Tapi, mengapa
KPK membidik penghulu segala ? Berapa
sih uang saku atau uang ucapan terima kasih yang diterima penghulu saat menikahkan orang, paling banter ratusan ribu sampai satu juta
rupiah ? Itu pun atas
keinginan dari keluarga yang punya hajat sendiri alias
tidak ada permintaan atau paksaan dari penghulu. Dan lagi
itu mungkin
hanya di Jakarta saja. Sebab kalau di kota kecil kabupaten/kota
atau di pedesaan paling-paling nilainya cuma seratus sampai dua ratus ribu rupiah saja.
Mengapa hal seperti itu harus dipermasalahkan di negeri
tercinta ini ? Mana instansi pemerintah yang tidak melakukan suap-menyuap, mulai dari kelurahan, kecamatan, bagian,
dinas, badan, BUMD,
BUMN, bupati/walikota, gubernur,
menteri, dan lembaga negara
lainnya termasuk DPRD dan DPR, terutama yang
mengelola anggaran proyek dan pelayanan masyarakat ?
Bila dihitung, seberapa besar kekayaan
yang dimiliki oleh penghulu ? Sepertinya
negara ini akan runtuh saja sehingga KPK sampai melakukan
rapat koordinasi dengan instansi terkait di antaranya
kementerian dalam negeri,
kementerian keuangan, kementerian agama segala.
KPK sendiri menghadirkan 3 (tiga) pimpinan KPK yaitu
Taufiqurrahman Ruki, Adnan Pandu Praja
dan Zulkarnain. Kelihatannya sangat serius,
para penghulu akan ditumpas bila menerima uang saku di luar biaya resmi pernikahan karena hal itu dapat dikategorikan gratifikasi
sesuai dengan pasal 12 B undang-undang pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Menurut Menteri Agama RI, Lukman Hakim, sesuai
PP No. 48 Tahun 2014, bila pernikahan/rujuk dilakukan
di kantor KUA tanpa biaya atau 0 (nol), tetapi bila dilakukan di luar
kantor KUA dikenakan biaya Rp 600.000,- (enam ratus
ribu rupiah).
Coba KPK lihat, teliti dan
selidiki para pejabat pemerintah, pejabat negara, KPA,
PPK, panitia lelang sampai bisa memiliki
kekayaan yang luar biasa. Di antaranya,
memiliki mobil dua, tiga sampai empat, dan memiliki rumah mewah di beberapa tempat. Belum
lagi punya tanah di berbagai lokasi
dan punya deposito
ratusan juta sampai milyaran rupiah. Coba
tanyakan saja pada PPATK dan ke kantor pertanahan, berapa kekayaan
yang mereka miliki itu ?
Terus sebenarnya hanya berapa gaji mereka ?
Hitung saja, dalam 1
(satu) tahun gaji dan penghasilan lainnya hanya berapa tetapi mengapa
mereka bisa memiliki kekayaan yang melimpah , apa mereka
tidak melakukan korupsi/gratifikasi ? Mengapa KPK hanya
berdiam diri saja, tidak melakukan tindakan-tindakan nyata terhadap mereka ? Apa KPK hanya mencari
popularitas dengan melibas penghulu yang tidak merugikan keuangan negara. Uang yang diberikan masyarakat kepada pak penghulu itu hanya
sebagai ucapan terima kasih saja karena pak penghulu
mau datang ke rumahnya untuk menikahkan
anaknya. Mengapa harus dibesar-besarkan ?
Itu kan wajar saja, bila ada para pejabat yang
menikahkan anaknya merasa keberatan memberi uang saku ya tidak usah memberi
daripada tidak ikhlas ujung-ujungnya nggrundel/
kecewa terus melapor kepada KPK. Coba lihat berapa penghasilan para pimpinan
KPK dan para penyidik KPK serta pegawainya ? Ya
wajar saja mereka tidak mau menerima uang saku atau apa pun
namanya, karena penghasilannya sudah cukup gede.
Sebenarnya KPK tidak usahlah cari popularitas dengan menghabisi
para penghulu, tambah nambah dosa saja. Bidik pejabat lainnya
yang kekayaannya melimpah dan diduga hasil korupsi, apakah
itu pejabat perpajakan, bea cukai, pelabuhan dan pejabat lembaga negara yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Semuanya
tidak luput dari penyimpangan.
KPK tidak usah cari-cari kerjaan,
sepertinya tidak ada kerjaan saja, kok penghulu yang akan
dihabisi.
Beberapa waktu lalu kejaksaan melakukan
penyidikan pada penghulu di Kediri, Jawa Timur. Tapi akhirnya kejaksaan mau mengerti dan memahami sehingga tidak mau
lagi mempidanakan penghulu. Justru sekarang
KPK yang cari-cari masalah dengan akan
menghabisi penghulu. KPK tidak akan dapat simpati dari rakyat malah
dapat cemooh. KPK beraninya hanya dengan penghulu, tidak berani dengan jenderal.
Pimpinan KPK sepertinya sudah tidak
memiliki keberanian lagi untuk menindak koruptor kelas jenderal.
Maklumlah karena pimpinan KPK sekarang sudah
sepuh-sepuh sehingga pilih menikmati hari tua dengan tidak
perlu mencari masalah yang mengandung resiko besar seperti pimpinan KPK
sebelumnya yang dipidanakan.
Rakyat mengharapkan para Srikandi Pansel memilih pimpinan
KPK yang muda-muda yang memiliki keberanian dan nyali besar yang
di atas rata-rata, selain persyaratan lain yang
telah ditentukan. Semua itu dimaksudkan agar tidak terulang
lagi seperti sebelumnya. Diharapkan yang berumur 50 tahun
ke bawah, karena bila sudah
tua pekerjaannya monoton, tidak memiliki terobosan dan keberanian. Semoga. web majalah fakta / majalah fakta online
Oleh :
Imam Djasmani
Pengamat Sosial
No comments:
Post a Comment