SELAMAT HUT RI KE-70,
MERDEKAAAA..!! Benarkah ?
Salah satu lomba Agustusan di
kampung
|
SUDAH biasa mendengar pekikan MERDEKAAA… !!!
sambil batuk-batuk dan kepalkan tangan, regangkan siku dan
mengangkatnya hingga ke langit kemudian turunkan dan gandengkan dengan teman
yang lain supaya terlihat bersatu.
Teks pernyataan kemenangan bagi bangsa Indonesia
yang dibacakan oleh presiden pertama republik ini
terus mengiang di kuping meskipun hanya setiap tahun sekali dibacakan
dalam acara Hari Peringatan Detik-Detik
Kemerdekaan.
Teks yang berbunyi nyaring tiap tahun pada tiap
tanggal 17 Agustus ini selalu terngiang di kuping.
Singkat sekali dalam pemindahan kekuasaan dari pemerintah asing ke pemerintah
Republik Indonesia.
Presiden Soekarno yang ketika itu berjuang bersama seluruh rakyat untuk kemerdekaan bangsa ini, sambil sesekali
ditangkap penjajah Belanda, dipenjara, diasingkan bahkan mungkin
disiksa, harus berakhir kekuasaannya dengan SUPERSEMAR-nya
yang diberikan kepada Kolonel Soeharto
yang memindahkan pula kekuasaan Soekarno dengan cara
seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Pemerintahan
baru yang dipimpin Kolonel Soeharto ini
pun melenggang dengan seksama karena para jenderalnya sudah dijebak
isu PKI. Yang kemudian Kolonel Soeharto dengan
waktu singkat pula diangkat rakyat menjadi jenderal
bintang empat dan kemudian dengan mudah pula diangkat oleh
rakyat Indonesia
sebagai Jenderal Besar. Selanjutnya
diangkat lagi menjadi
Bapak Pembangunan Republik Indonesia.
Wajar saja, arsitek pembangunan
bangsa Indonesia selama 30 tahun ini memang
terlihat nyata, tidak banyak uang yang tercecer meskipun terlihat seperti
anarkis. Pejabat yang korup juga masih tergolong
sedikit di jamannya. Anggota DPRD
saja masih terlihat berangkat kerja masih numpang angkot.
Bahkan untuk ongkos pergi reses,
misalnya, masih minta subsidi orangtuanya.
ADA JUGA yang setjara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya
juga pejabat dan kroni-kroninya presiden baru ini memindahkan harta
benda bangsanya ke saku masing-masing dengan mengatasnamakan
pembangunan sehingga terlihat berubah drastis dari serba kekurangan menjadi
lebih mentereng dan terkesan “APA YANG GUE MAU GUE BISA BELI”.
Ingat lagu BENTO dan Belalalang Tua-nya Iwan
Fals.
Sehingga pada beberapa lama Presiden Soeharto
berkuasa paling tidak “belum memenuhi syarat keseragaman dalam pemerataan pembagian pendapatan
bangsa kepada rakyat, meskipun terasa bagi ekonomi dasar rakyat terasa masih
ada enaknya dibanding dengan presiden-presiden
setelah Presiden Soeharto”. Wajar kalau
sekarang ada slogan pada stiker-stiker yang bergambar
Presiden Soeharto bertuliskan,“ISIH ENAK
JAMANKU TO ?!” (MASIH ENAK JAMANKU KAN ?!).
Karena, memang belum dikatakan
seragam pendapatan dari awal ORBA, ORREF hingga ORKER, ada yang akhirnya membudayakan
meminta-minta di jalan, baik dengan cara ortodoks
(sendiri-sendiri dengan alat batok kelapa untuk
wadahnya), modern (dengan pengeras suara dan mobil
beserta rombongan dan dengan karung sebagai wadahnya), para veteran pejuang
menjadi gelandangan, eks atlet tenar menjadi gelandangan, perempuan-perempuan
melacurkan diri dengan alasan ekonominya lemah. Mungkin malah saat ini yang
akan menjadi panggilan Paduka Yang Mulia adalah bisnisman
yang dekat dengan penguasa, para penghibur yang biasa disebut artis, yang
koruptor berjamaah, yang mengerti di mana kumpulan uang rakyat di simpan, yang
bisa membobol bank bekerja sama
dengan pejabat bank itu, yang bisa membuat kuitansi double (satu isi satu
kosong tapi bertanda tangan supaya bisa diisi
seenak perutnya), yang bisa memanipulasi pajak, yang ada kekuatan merampok
kapal tanker di tengah laut, dan paling tidak yang bisa mengambil uang biru dan
emas batangan sisa perjuangan kemerdekaan yang dipegang oleh pejabat Bung Karno
dan seribu satu lagi cara mengambil uang-uang ini.
Bangsa Indonesia yang menurut orang luar negeri sana adalah
bangsa yang kaya raya, yang jika dihitung sudah bisa memberi usaha, kerja
bahkan jika uangnya tidak diambil secara bathil bisa mengentaskan Social
Securitry penduduk hingga berjumlah 500 juta lebih, saking kayanya..!!!
“Jika anda ingin berbisnis ya ke Indonesia
(yah, bisa dengan kotor, bisa dengan bersih), jika ingin bekerja
pergilah ke negara-negara maju,” kata salah
seorang turis.
Era setelah turunnya Presiden Soeharto,
memang menjadi berbeda. Tingkat korupsi menjulang tinggi, dari Lurah/Kepala
Desa hingga para pejabat tinggi Negara jadi tersangka korupsi. Tidak ada lagi pejabat
yang disubsidi oleh orangtuanya jika pergi kerja, apartemen-apartemen
laku keras, properti-properti mahal laku keras, Mc D, KFC
(wartegnya di negara maju, elitnya di Indonesia) juga Dunkin
Donat berdesakan
antri untuk menikmatinya. Setiap hari libur pusat hiburan penuh, seputar
bumi sudah dipenuhi turis Indonesia, kursi pesawat FULL meskipun harga High
Season tinggi DIBAYARNYA tanpa menawar.
Presiden Jokowi, sang penyelamat bangsa, satrio piningit,
sederhana, merakyat (masih mau makan di WARTEG), meskipun kerempeng
(kata mantan Presiden Megawati), tapi lugas, tegas, berani
jika benar, jujur dan bertanggung jawab, tapi sepertinya masih ketakutan
dihina sehingga merasa perlu mengaktifkan lagi pasal anti
penghinaan untuk presiden di RUU KUHP, meskipun masih dalam penggodokan
lagi.
Apa
yang rakyat inginkan?
Lihat pada sepatu, celana, baju, yang berharga murah pada
presiden kita, Bapak Jokowi, supaya terlihat adil oleh anda
sendiri, waspada musuh dalam selimut yang dengki, iri dan
dendam, ratakan di tanah pada yang tidak jujur, ratakan pendapatan dari rakyat
untuk rakyat, gunakan kekuatan air, angin, tanah dan api dan delapan penjuru
angin untuk menindak pejabat yang iri, dengki, tak jujur, koruptor tak perlu
dipenjara cukup dimiskinkan, sita termasuk baju yang dipakai, lepaskan ke
masyarakat tak perlu ditemani dan ditegur.
Yang paling segera adalah hilangkan image negara miskin,
ciptakan usaha dan kerja di desa, bebaskan biaya rumah sakit, pertahankan bebas
uang pendidikan hinnga SLTA, bayar pensiun meskipun karyawan swasta, tegakkan
gaji UMK, tumpas pengusaha yang melecehkan UU ketenagakerjaan, rapikan dan tertibkan lalu lintas.
Ternyata tulisan sedikit kalau dipraktekkan banyak juga,
Pak. Mohon maaf jika ada tulisan-tulisan
yang sensitif dan dianggap menghina presiden maupun mantan-mantan
presiden kita.
Karena hanya tulisan di ataslah yang bisa penulis sumbangkan. Terima kasih. web majalah fakta / majalah fakta online
Oleh
:
Budi
Slamet Riyadi
Kepala
Perwakilan Majalah FAKTA Jakarta
No comments:
Post a Comment