Gubernur Bali "Seret" PDIP Dalam
Kasus Reklamasi Teluk Benoa
Penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa belakangan ini fokus mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut Perpres SBY No.51 Tahun 2014.
Penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa belakangan ini fokus mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut Perpres SBY No.51 Tahun 2014.
"Saya tidak ada kepentingan. Reklamasi
itu tahun 2011. Ingat, saya masih diusung oleh PDIP. Coba diceklah siapa yang
itu. Saya dikambinghitamkan
seolah-olah saya yang mau reklamasi," tegas Gubernur
Pastika.
SELAMA ini Gubernur Bali, Made Mangku Pastika, selalu menjadi sasaran
tembak kelompok yang menentang rencana reklamasi Teluk Benoa. Kepada wartawan,
usai Rapat Paripurna di DPRD Bali, Senin (13/6), Gubernur Pastika blak-blakan
berbicara soal rencana reklamasi tersebut.
Pada kesempatan itu Gubernur Pastika tampak tak bisa menahan
kegeraman, karena namanya selalu disebut-sebut mempunyai kepentingan terhadap
rencana reklamasi Teluk Benoa. Pastika membantah keras menjadi aktor yang
memuluskan rencana reklamasi Teluk Benoa, yang kini masih terjadi pro dan
kontra di tengah masyarakat.
Menariknya, karena tak mau menjadi "kambing
hitam" atas rencana reklamasi tersebut, Pastika justru menyeret PDIP,
partai yang mengusungnya saat ia menerbitkan Surat Keputusan (SK) No.2138/02-C/HK/2012
tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan
Wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali, pada tahun 2012.
Hanya saja, Pastika tak menyebut kader PDIP yang turut "bermain"
dalam rencana reklamasi Teluk Benoa. "Saya tidak ada kepentingan.
Reklamasi itu tahun 2011. Ingat, saya masih diusung oleh PDIP. Coba diceklah
siapa yang itu. Saya dikambinghitamkan seolah-olah saya yang mau
reklamasi," tegas Pastika. Nada suaranya tampak tinggi saat menyebut PDIP.
Jadi atau tidaknya rencana reklamasi Teluk Benoa, bukan berada
di tangan Gubernur Pastika. Izinnya dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Terkait
adanya pro dan kontra rencana reklamasi Teluk Benoa, Pastika mengungkapkan,
sudah menyampaikannya kepada Presiden Jokowi.
"Saya sudah sampaikan, presiden bertanya kepada saya. Di
mobil beliau tanya sama saya. Ada apa ini (pro-kontra rencana reklamasi) ? Saya
jelaskan 100 persen. Apa pun yang saya tahu, saya jelaskan," ungkap Pastika.
Gubernur Bali dua periode ini melanjutkan, Presiden Jokowi dimintanya
untuk tidak berlarut-larut dalam mengambil keputusan soal jadi atau tidaknya
rencana reklamasi Teluk Benoa tersebut. "Karena makin lama orang makin benci
sama saya. Saya bilang, apa urusan saya, Pak ?'" demikian Pastika membeberkan
isi pembicaraannya dengan Presiden Jokowi.
Hanya saja, ia tak menjelaskan lebih lanjut soal tanggapan Presiden
Jokowi atas penjelasannya tersebut.
Beberapa kader PDIP belakangan ini getol menolak reklamasi Teluk
Benoa. Kader lainnya menyerahkan persoalan reklamasi itu kepada pemerintah
pusat, sebab izin reklamasi bukan menjadi domain Pemerintah Daerah Provinsi
Bali. Secara kelembagaan, PDIP tidak menyatakan sikap menolak atau mendukung rencana
reklamasi Teluk Benoa.
Sebagaimana diketahui, saat menerbitkan SK
No.2138/02-C/HK/2012, Gubernur Pastika diusung PDIP. Wakilnya kader PDIP, A A Puspayoga. Ketua DPRD Bali ketika itu adalah A A Ratmadi (Cok Rat), kakak Puspayoga. Cok Rat saat itu menjabat Ketua DPD PDIP Provinsi Bali. Gubernur Pastika menerbitkan SK tersebut setelah mendapat rekomendasi DPRD Bali No.660/14278/DPRD yang ditandatangani Cok Rat.
No.2138/02-C/HK/2012, Gubernur Pastika diusung PDIP. Wakilnya kader PDIP, A A Puspayoga. Ketua DPRD Bali ketika itu adalah A A Ratmadi (Cok Rat), kakak Puspayoga. Cok Rat saat itu menjabat Ketua DPD PDIP Provinsi Bali. Gubernur Pastika menerbitkan SK tersebut setelah mendapat rekomendasi DPRD Bali No.660/14278/DPRD yang ditandatangani Cok Rat.
Setahu I Made Arjaya, rencana reklamasi Teluk
Benoa itu memang digagas oleh PDIP.
|
Mantan kader militan PDIP, I Made Arjaya, yang menjabat sebagai
Ketua Komisi I DPRD Bali saat turunnya rekomendasi DPRD Bali, pernah membeberkan
"adegan di belakang layar" rencana reklamasi Teluk Benoa, yang
belum banyak diketahui publik. Setahu dia, rencana reklamasi Teluk Benoa itu
digagas oleh PDIP.
Yang banyak tidak diketahui publik, kata dia, bahwa sebelum ada
rekomendasi, sejumlah petinggi partai mendesak Gubernur Pastika mengeluarkan SK
tersebut. Namun gubernur meminta agar DPRD Bali terlebih dahulu memberikan
rekomendasi. Setelah mendapat rekomendasi DPRD Bali, barulah gubernur
menerbitkan SK tersebut.
Persoalan rencana reklamasi Teluk Benoa itu tiba-tiba mencuat ke
publik usai Pastika memenangkan pertarungan Pilgub Bali tahun 2013, dengan
mengalahkan pasangan calon yang diusung PDIP. Sejak Pilgub Bali tahun 2013,
hubungan Gubernur Pastika dengan PDIP tidak semesra sebelumnya. Selama proses
Pilgub Bali tahun 2013 ini, tidak ada yang menyentuh SK 2138/02-C/HK/2012.
Isu reklamasi ini tiba-tiba panas menjelang pelantikan Pastika
pada Agustus 2013. Ketika itu, sejumlah politisi, akademisi maupun aktivis
memulai memasalahkan SK ini dan meminta agar SK tersebut dicabut. Pada tanggal
16 Agustus 2013, Gubernur Pastika akhirnya mencabut SK No.2138/02-C/HK/2012
setelah menerima rekomendasi dari DPRD Bali nomor 900/2569/DPRD tertanggal 12
Agustus 2013.
Gubernur Pastika kemudian menerbitkan SK No.1727/01-B/HK/2013 Tentang
Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah
Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali. Izin ini diberikan pada Tirta Wahana Bali
Internasional (TWBI). Penerbitan SK nomor 1727/01-B/HK/2013 tersebut tetap
dipersoalkan karena dinilai memberi hak kepada PT TWBI untuk melakukan kegiatan
reklamasi berupa kegiatan studi kelayakan di Teluk Benoa.
Aksi protes kembali berlanjut dengan meminta Gubernur Pastika
mencabut SK No.1727/01-B/HK/2013 karena dinilai bertentangan dengan Perpres No.45
Tahun 2011 tentang Tata Ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita, di mana
kawasan Teluk Benoa termasuk kawasan konservasi, dan Perpres No.122 Tahun
2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang
melarang reklamasi dilakukan di kawasan konservasi.
Namun, argumentasi hukum itu kemudian gugur, karena Presiden SBY
kemudian menerbitkan Perpres No.51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Perpres No.45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Sarbagita, yang intinya mengubah status konservasi Teluk Benoa menjadi zona
penyangga atau kawasan pemanfaatan umum.
Penolakan rencana reklamasi
Teluk Benoa belakangan ini fokus mendesak Presiden Jokowi untuk
mencabut Perpres No.51 Tahun 2014 tersebut. (Rie) web majalah fakta / majalah fakta online / mdsnacks
No comments:
Post a Comment